Mubadalahnews.com,- Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Wilayah Jawa Barat (Jabar) menyebutkan, angka perkawinan anak di Jabar masih sangat tinggi. Bahkan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 angka perkawinan anak di Jabar melebihi rata-rata nasional.
“Dari data statistik tahun 2017 prosentase perkawinan anak di Jabar menunjukkan angka 27 persen. Artinya angka itu berada di atas rata-rata prosentase nasional sekitar 25 persen,” kata Sekertaris KPI Jabar, Darwinih melalui pesan tertulis yang diterima Mubadalahnews, belum lama ini.
Melihat angka perkawinan anak yang tinggi, KPI Wilayah Jabar menggelar kegiatan yang bertajuk Konsultasi Publik Hasil Pemetaan Layanan Dukungan bagi Korban Perkawinan Anak di salah satu hotel Kota Bandung, Kamis, 14 Maret 2019.
Untuk mengetahui penyebab tingginya perkawinan anak, lanjut dia, KPI Wilayah Jabar melakukan proses pengorganisasian kelompok perempuan di lima kabupaten, yakni Cirebon, Indramayu, Bandung, Bogor dan Sukabumi.
“Dan akhirnya, kami menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya angka tersebut,” tuturnya.
Pertama, kemiskinan ekonomi. Menurutnya, orang tua tidak lagi mampu membiayai anaknya untuk melanjutkan pendidikan, bahkan membiayai hidup sehari-hari.
“Menikahkan anak perempuan menjadi salah satu pilihan yang dianggap strategis dan akan membantu orang tua dalam menyelamatkan kondisi ekonomi keluarga, minimal berkurang beban membiayai hidup anaknya,” bebernya.
Kedua, lanjut dia, kemiskinan informasi dan pengetahuan. Rata-rata orangtua yang menikahkan anaknya, termasuk anak itu sendiri. Ternyata kurang mendapatkan informasi bahayanya menikah pada usia anak.
Ketiga, kata dia, pemahaman agama yang kurang mendalam dan kadang tidak utuh. Dan yang terakhir Undang-Undang (UU) Perkawinan nomor 1 Tahun 1974 memberikan batas minimal usia perkawinan bagi anak perempuan minimal 16 tahun.
“Tapi di lapangan, peluang untuk menikahkan anaknya pada usia dibawah 16 tahun melalui dispensasi pernikahan yang diajukan ke pengadilan agama masih terbuka luas,” terangnya.
Maka dari itu, KPI Wilayah Jabar mengajak pemerintah dan anggota legislatif sebagai pemangku kebijakan di Jabar untuk membuat regulasi guna menekan angka perkawinan anak yang masih tinggi.
Bahkan KPI Wilayah Jabar berhasil mendorong tujuh kepala desa untuk mengeluarkan surat edaran (SE) kepala desa untuk mencegah dan menghentikan perkawinan anak di desanya.
“Di tingkat kabupaten, telah ada revisi Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Perempuan dan Anak dengan memasukkan pasal tentang pendewasaan usia perkawinan di Kabupaten Cirebon dan Sukabumi,” katanya.
Selain itu, KPI Wilayah Jabar juga melakukan pemetaan mengenai layanan pendukung bagi korban perkawinan anak, yang tersedia di Cirebon, Indramayu, Bandung, Bogor dan Sukabumi.
Pemetaan tersebut, lanjut dia, bertujuan untuk mengetahui layanan pendukung yang tersedia. Bagaimana aksesibilitas layanan bagi mereka yang dikawinkan saat anak-anak beserta dampak yang dirasakan serta kebutuhan layanan pendukung yang masih diperlukan oleh mereka.
“Hasil pemetaaan ini diharapkan bisa memberikan gambaran bagi pemerintah di Jabar, khususnya di lima kabupaten mengenai situasi lapangan dan tugas apa yang harus dilakukan pemerintah sebagai pengelola negara yang harus melindungi warga negaranya,” tutupnya. (RUL)