Mubadalah.id – Hadits adalah sumber ajaran kedua dalam Islam. Untuk dapat memahami Hadits dengan pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan dan penafsiran yang buruk, maka kita memahaminya harus sesuai dengan petunjuk al-Qur’an. Dalilnya dalam surat al-An’am ayat 115 :
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا ۚ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Ayat ini menegaskan tentang sempurnanya al-Qur’an, Al-Qur’an adalah kalimat yang benar dan adil serta tetap sepanjang masa. Oleh karenanya rujukan utama untuk seluruh umat manusia adalah Al-Qur’an yang sudah dijamin kebenarannya, kesempurnaanya oleh Allah SWT. Dalam keterangan lain dari Al-Qur’an surat al-An’am ayat 44 :
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُون
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Dari dua dalil di atas maka dipastikan Hadits tidak akan bertentangan dengan al-Qur’an. Jika menemukan Hadits yang bertentangan maka yang dipegang adalah al-Qur’an. Hadits yang bertentangan dengan al-Qur’an ada kemungkinan haditsnya yang bermasalah (hadits palsu atau dla’if misalnya) sehingga perlu bagi kita mengetahui cara memahami hadits melalui berbagai cara/metode sebagaimana tercantum dalam kitab Kaifa Nata’amal ma’a As Sunnah An Nabawiyah yang ditulis oleh Syeikh Yusuf Qardlawi.
Salah satu contoh memahami hadits dengan metode melihat petunjuk dari al-Qur’an adalah Hadits tentang zakat sayuran. Sebuah Hadits : Dari Mu’adz, ia menulis surat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya mengenai sayur-sayuran (apakah dikenai zakat). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sayur-sayuran tidaklah dikenai zakat. (HR Tirmidzi Hadits ke 638, Kitab Az Zakat, bab tentang zakat sayuran). At Tirmidzi merawikan hadits tersebut lalu menyatakan bahwa sanad hadits ini tidak shahih, sehingga tidak ada satupun hadits yang shahih mengenai masalah ini.
Hadits ini bertentangan dengan al-Qur’an Surat al An’am ayat 141 :
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
Ayat ini termasuk makiyah, isinya memberikan keterangan : tidak mengecualikan apapun dari yang ditumbuhkan oleh bumi, dari hak (atau kewajibannya) yang harus dibayarkan. Hak yang disebutkan secara global/umum oleh ayat tersebut adalah yang kemudian telah dirinci oleh ayat-ayat al-Qur’an lainnya serta Hadits di bawah judul Zakat atau dalam pembahasan Zakat.
Para ahli fiqh ada yang telah membatasi kewajiban zakat atas tumbuh-tumbuhan hanya pada empat jenis saja, yakni dari biji-bijian, dan buah-buahan —(dalam kaitannya dengan zakat hasil pertanian ini, nash al-Qur’an dan al Sunnah telah menjelaskan secara rinci jenis-jenis tanaman yang dikenakan wajib zakat, yaitu empat macam, Hinthah (gandum halus), Sya’ir (gandum kasar), kurma dan anggur)— atau pada makanan pokok dalam keadaan biasa (bukan pada waktu paceklik), atau hasil yang dikeringkan, ditakar dan disimpan.
Mereka meniadakan kewajiban zakat atas buah-buahan lainnya, dan sayuran serta hasil perkebunan teh, kopi, apel, mangga, kapas, tebu dan lainnya yang menghasilkan uang ribuan bahkan jutaan bagi pemiliknya (pound mesir) keterangan ini bisa dikonversi pada mata uang masing-masing negara.
Terkait zakat tanaman, selain empat tanaman yang disebutkan gandum halus, gandum kasar, kurma dan anggur, Syeikh Yusuf Qardlawi sependapat dengan pendapatnya Al Imam Abu Bakr ibn Al’Araby yang lebih memilih pendapat Abu Hanifah. Pernyataan Ibnu ‘Araby: mewajibkan zakat atas apa saja (hasil tanaman) yang dimakan, baik ia dari jenis makanan pokok ataupun bukan, sebab Nabi saw telah menjelaskan hal tersebut dalam sabdanya :
حَدِيثَ ابْنِ عُمَرَ وَفِيمَا سَقَتْ السَّمَاءُ الْعُشْرُ
Hadits dari Ibnu Umar : Atas segala sesuatu (tanaman) yang diairi hujan, sepersepuluh (zakatnya)
Itulah penegasan dalam Al-Qur’an tentang zakat untuk sayuran disertai keterangan dari Hadits Ibnu ‘Umar. Perlu diketahui tentang hakikat zakat bahwa pengeluaran sebagian dari harta manusia itu, menjadi zakat yang telah ditetapkan Allah, dan merupakan konsekuensi Iman yang harus diwujudkan dalam kehidupan ini. []
*)Sumber : Kaifa Nata’amal ma’a As Sunnah An Anabawiyah karya Syaikh Yusuf Qardlawi