Mubadalah.id – Bisyr bin al-Harits bin Abd al-Rahman bin ‘Atha Abu Nashr al-Marwazi al-Baghdadi. Ia seorang Imam, al-Muhaddits (ahli hadits), al-Zahid (ugahari), sufi besar, dan Syeikh al-Islam. Lahir tahun 152 H. Ia belajar pada Imam Malik, Syuraik, Hammad bin Zaid, Ibrahim bin Sa’d, Fudhail bin Iyadh, Ibn al-Mubarak dan Abd al-Rahman bin Zaid bin Aslam dan sejumlah ulama besar lainnya.
Bisyr al-Hafi adalah salah seorang ulama besar generasi Salaf al-Shalih. Sejumlah ulama yang menjadi murid Bisyr antara lain : al-Sirri al-Saqathi, sufi besar,Ibrahim bin Hani al-Nisaburi, Umar bin Musa al-Jalla, dan lain-lain.
Pemuda Berandalan yang jadi Ulama Besar dan Sufi
Pada mulanya Bisyr adalah seorang berandal, suka minum-minuman keras hingga mabuk. Pada suatu hari dalam sebuah perjalanan, kakinya menginjak sepotong kertas kumel/lusuh/kotor. Lalu ia mengambilnya. Di atas kertas itu ia membaca kata “Allah”. Kemudian dia membersihkan dan mengolesinya dengan minyak wangi, lalu menyimpan di kantongnya. Manakala tidur, ia bermimpi mendengar suara :
يا بِشْر طَيَّبْتَ إِسْمَ الله لَيُطَيَّبَنَّ اسْمُكَ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ ”
“Hai Bisyr, kamu telah membersihkan dan memberi minyak wangi (parfum) pada kertas yang tertulis Nama Allah itu. Namamu akan wangi di dunia dan di akhirat kelak”.
Bisyr kemudian bangun dan seketika itu juga ia bertobat, tekun belajar, mengaji kepada para guru dan menjadi ulama besar yang kharismatik.
Sang Zahid (Ugahari), Sufi Menjomlo
“Al-Hafi” adalah nama julukan Bisyr. Maknanya adalah “telanjang” kaki (tanpa alas kaki). Ini diberikan kepadanya karena kemana-mana ia berjalan tanpa alas kaki. Ada sebuah cerita mengenai ini. Ibn Khalikan, dalam “Wafayat al-A’yan”, menceritakan: “Suatu hari Bisyr pergi ke tempat tukang sol sandal. Ia meminta tali benang untuk menjahit sandalnya yang rusak. Si tukang sol mengatakan : “Kamu ini suka sekali membebani orang saja”.
Mendengar jawaban itu, ia segera membuang satu sandal yang rusak yang dipegangnya. Ia juga segera melepaskan sandal yang dipakai di kakinya. Dan ia bersumpah untuk tidak akan mengenakan sandal, alas kaki, selama-lamanya.
Para penulis biografinya, antara lain Khatib al-Baghdadi, penulis buku “Tarikh Baghdad” (Sejarah Bagdad), mengatakan : “Bisyr al-Hafi adalah Alim terkemuka dalam ke “ugaharian”, kebersahajaan, kesederhanaan dan kesungguhannya menjaga diri dari segala ucapan dan perbuatan yang tak patut (zuhud dan wara’i).”
Penulis lain mengatakan : “ia tidak berkata-kata kecuali kata-kata yang baik. Jika ia bicara, maka yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata bijak, kearifan dan nasehat-nasehat yang mencerahkan.”
قال محمد بن عبد الوهاب الفراء : حدثنا علي بن عثام ، قال : أقام بشر بن الحارث بعبادان يشرب ماء البحر ، ولا يشرب من حياض السلطان ، حتى أضر بجوفه ، ورجع إلى أخته وجعا ، وكان يعمل المغازل ويبيعها ، فذاك كسبه .
Muhammad bin Abd Al Wahhab mengutip ucapan gurunya mengatakan : Bisyar bin Al Harits tinggal menetap di Abadan. Minumnya dari air laut dan tidak mau mengambil air dari telaga milik raja, sampai lambungnya sakit lalu kembali ke rumah saudara perempuannya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Bisyr bekerja membikin kain tenun dan menjualnya.
Memilih hidup dalam Sepi
Bisyr al-Hafi banyak menggubah puisi-puisi sufistik. Salah satunya adalah :
قالوا رضيتَ بذا قلتُ القُنوع غنى
لَيْسَ الْغِنَى كَثْرَةَ الأَمْوَالِ وَالْوَرِقِ
رَضِيتُ بِاللهِ فِي عُسْري وفي يُسري
فَلَسْتُ أَسْلُكُ إلَّا أَوضَحَ الطُرُق
Mereka bilang : “kau tampak senang hidup seperti itu”
Aku katakan : “Qana’ah” adalah kaya.”
Kaya itu bukanlah banyak harta atau uang
Aku telah rela menerima pemberian Allah
Ketika sulit maupun ketika lapang
Aku tidak menempuh kecuali jalan lurus
Qana’ah bermakna “nrimo”, “menerima pemberian Tuhan dengan tulus, ikhlas, tidak bergantung kepada orang lain, tetapi bukan berarti tidak mau bekerja atau menjadi “fatalis.”
Bisyr al-Hafi sendiri mengatakan :
إِذَا قَلَّ عَمَلُ العَبْدِ ابْتَلى بِالْهَمِّ
“Orang yang malas bekerja, hidupnya akan susah.”
Ia selalu mengingatkan kepada para sahabatnya, hadits Nabi ini :
قَدْ اَفْلَحَ مَنْ اَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافاً وَقَنَّعَهُ اللهُ بِما اتَاه (رواه مسلم(
Artinya : “Sungguh beruntung orang yang pasrah kepada Allah, yang memeroleh rizki secukupnya, dan ia merasa rela dengan pemberian Allah”(HR. Muslim).
Ulama besar ini tidak menikah sampai akhir hidupnya. Ia memilih menjalani kehidupan spiritual dan intelektual. Imam Ahmad bin Hanbal seperti sangat menyayangkan hal ini. Katanya :
قيل لاحمد : مات بشر . قال والله وما له نظير إلا عامر بن عبد قيس . فإن عامرا مات ولم يترك شيئا. ثم قال أحمد لو تزوج
Konon pada hari kematiannya, Ahmad bin Hanbal ditanya tentang Bisyr bin al-Hafi. Ahmad menjawab : “Demi Allah, tak ada orang yang menandinginya kecuali Amir bin Abd Qais. Amir mati dan tidak meninggal apa-apa. Kemudian ia mengatakan : “Andaikata saja dia (Bisyr) menikah.”
Jawaban Ahmad bin Hanbal, ini ingin menunjukkan bahwa andaikata saja Bisyr menikah, maka dia akan lebih unggul daripada Amir. []
*)Diambil dari Buku Ulama dan Intelektual Yang Memilih Menjomblo.