Mubadalah.id – Manusia diciptakan Allah di muka bumi terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, adat, dan ras yang berbeda-beda. Oleh karena itu, manusia dianjurkan untuk saling mengenal diantara mereka agar dapat mengetahui tipikal serta kebiasaan yang mereka jalani selama hidup di dunia. Bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan dan harta. Sesuai dengan firman Allah dalam Qs. al-Hujurat ; 13;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Qs. al-Hujurat ayat 13.
Penggalan lafadz terakhir pada ayat tersebut adalah sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah swt. Definisi taqwa adalah orang yang menjalani segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Tidak semua manusia dapat melaksanakan ketaawaan tersebut secara sempurna, karena faktor kesibukan dunia. Baik dari faktor pekerjaan, terpapar pergaulan beresiko, serta beberapa kesenangan dan kesibukan dunia lainnya yang menyebabkan lalai terhadap kewajiban yang diperintahkan oleh sang Pencipta.
Lantas apakah bisa manusia menjalankan kewajiban di tengah-tengah kesibukan duniawi? Tentu saja bisa, cukup kita renungkan dengan cara introspeksi ke diri kita masing-masing, apakah iman kita mulai goyah, atau masih setengah-setengah, dan atau sudah mulai runtuh secara perlahan? Karena untuk menuju surga Allah ialah dengan cara bertaqwa. Firman Allah dalam Qs.as-Syu’ara’;90; Artinya; “dan surga didekatkan kepada orang-orang yang bertaqwa”.
Merupakan rukun iman yang kelima dalam Islam adalah iman kepada hari kiamat/hari akhir. Makna rukun itu sendiri adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan. Sedangkan iman adalah suatu keyakinan atau kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa (Allah Swt) dan segala qadrat dan iradatNya. Rukun Iman adalah suatu keyakinan yang harus dipenuhi dalam sebuah pekerjaan ataupun amaliah wajib didalam sebuah agama.
Semua manusia kelak di hari akhirat akan dimintai pertanggungjawabannya selama hidup di dunia. Beberapa ulama ada yang berpendapat bahwa mereka semua akan datang dengan bentuk rupa yang berbeda-beda sesuai dengan amal kebaikan dan keburukan selama di dunia. Kita semua mengharapkan agar bisa berkumpul di surga Allah bersama dengan baginda Nabi Muhammad saw.
Maka kita dianjurkan untuk selalu berdoa kepada Allah untuk selalu diberikan hati yang selamat, hati yang bersih tanpa ada sifat iri, dengki dan bentuk perbuatan keji lainnya. Selama ini kita selalu meminta agar di dalam perjalanan kita selamat, meminta agar harta, keluarga serta anak cucu kita selamat, dan lain sebagainya, kita kadangkala lupa untuk selalu meminta diberikan hari yang bersih dan selamat.
Jika hati kita bersih, hati kita selamat maka Insyaallah semuanya akan selamat, karena segala bentuk perbuatan yang kita lakukan di dunia semuanya sesuai dengan kata hati, bila ada yang tidak sesuai dengan hati maka orang tersebut adalah orang yang Munafik. Sebagaimana firman Allah yang termaktub dalam Qs. asy-Syu’ara’:88-89.
(٨٩)سَلِيْمٍبِقَلْبٍاللّٰهَاَتَىمَنْاِلَّا
(٨٨)بَنُوْنَ وَّلَا مَالٌ يَنْفَعُ لَا يَوْمَ
“(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna (88), kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (89).”
Dan sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw;
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasadmu, dan tidak kepada tampangmu. Tetapi Allah melihat kepada hatimu.”
Pada Qs. asy-Syu’ara’ ayat 88 dan 89, seorang mufassir Indonesia M. Quraish Shihab menafsirkan bahwa makna pada Qs. asy-Syu’ara’ ayat 88 yakni; “ pada hari (kiamat) ketika harta yang dikeluarkan dan pertolongan anak keturunan tidak berguna lagi”, dan makna pada ayat 89 yakni; “kecuali bagi mereka yang beriman dan mengharap Allah dengan jiwa yang bersih dari kekufuran, kemunafikan dan sikap pamer”.
Sikap Qalbun Salim dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat. Sikap rendah diri dan saling menghargai antar sesama akan berlangsung damai dan tentram. Kadang, manusia bersikap semaunya sendiri tanpa melihat keadaan sekitar merasa terganggu atau tidak. Seolah-olah hanya dirinya yang paling benar tanpa introspeksi terhadap dirinya sendiri.
Islam mengajarkan untuk menerapkan tiga nilai yang dijadikan pedoman dalam berinteraksi sosial. Pertama hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah). Hubungan tersebut dapat diimplementasikan dengan cara bertaqwa kepada Allah swt, dengan cara melaksanakan apa yang diperintah dan menjauhi apa yang menjadi larangannya.
Kedua adalah hubungan antar manusia satu dengan manusia lainnya (hablum minannas). Nilai tersebut harus dijaga dan dijadikan pedoman hidup dalam bermasyarakat untuk muwujudkan hubungan yang damai dan rukun tanpa adanya perpecahan ditengah-tengah masyarakat.
Ketiga adalah hubungan antar manusia dengan alam (hablum minal alam). Dimana manusia harus menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi adalah makhluk Allah swt. Salah satu bentuk hubungan kita dengan alam ialah tidak merusak lingkungan sekitar secara paksa yang dapat merusak ekosistem tidak tumbuh dan berkembang biak secara maksimal. []