Mubadah.id – berikut 4 penyebab rusaknya pernikahan dalam Islam. Di dalam sebuah perkawinan, setiap pasangan suami dan istri, pasti akan dihadapkan dengan banyak tantangan, salah satunya adalah sikap penghancur hubungan perkawinan.
Penyebab rusaknya pernikahan ataupun penghancur hubungan perkawinan ini berawal dari tidak berhasilnya suami dan istri dalam mengelola perkawinan.
Sehingga perkawinan yang mereka bangun menjadi beban dan bahkan menjadi sumber masalah.
Berikut empat sikap penghancur hubungan perkawinan seperti dikutip dari buku Fondasi Keluarga Sakinah yang ditulis oleh Adib Machrus dkk.
Pertama, kritik pedas (sikap menyalahkan), di mana suami istri tidak dapat melihat kebaikan dan keunggulan dari pasangan, dan tidak melihat kesalahan diri sendiri yang menyebabkan terjadinya pertengkaran.
Misalnya, suami menganggap istri tidak becus menjadi ibu sehingga anak mereka menjadi bandel dan suka berkelahi. Ia lupa bahwa tanggung jawab menjadi orang tua jatuh kepada baik suami maupun istri.
Kedua, sikap membenci dan merendahkan, di mana suami/istri menunjukkan bahwa pasangannya bukan pasangan yang baik, membandingkannya dengan orang lain, dan menunjukkan kebencian dengan mengungkit berbagai kelemahan pasangan.
Misalnya, istri mengatakan “aku menyesal menikah dengan kamu, kalau dulu aku memilih menikah dengan si Anu pasti hidupku sudah kaya-raya dan bahagia.”
Ketiga, sikap membela diri dan mencari-cari alasan, di mana suami/ istri menganggap bahwa sikap dan perilakunya yang salah adalah karena sebab lain di luar dirinya. Misalnya suami yang terlalu sibuk di luar rumah membela dirinya dengan menyalahkan istri yang membuatnya tidak kerasan di rumah.
Keempat, sikap mendiamkan (mengabaikan), di mana suami/istri memilih untuk mendiamkan pasangannya. Biasanya dengan alasan tidak ingin bertengkar, suami/istri justru bersikap pasif-agresif yaitu menyerang dalam diam. Di sini suami/istri melawan dengan melakukan hal yang berbeda dengan apa yang diharapkan pasangan.
Misalnya suami meminta istri untuk menerima Ibu sang suami yang akan tinggal bersama pasangan suami-istri. Sang istri tidak menentang, tetapi selama sang Ibu Mertua di rumah, ia mengabaikan kebutuhan si Ibu Mertua. (Rul)