Mubadalah.id – Seperti yang telah saya singgung sebelumnya, bahwa tidak akan ada pesantren jika tidak ada peran kiai di dalamnya. Sebagai seorang yang kita segani karena memiliki ilmu agama yang tinggi, seorang kiai memelopori pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren.
Menurut Hasbullah, sebagai pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kiai. Dalam konteks ini, pribadi kiai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantren.
Dalam realitas, besar kecilnya sebuah pesantren tidak lepas dari peran kiai dan kharisma elit sentralnya yang kita sebut kiai. Kiai pada dasarnya merupakan konstruk sosiologis di kalangan komunitas Muslim yang banyak kita temukan di pulau Jawa. Mereka adalah sebutan lain dari ulama yang dianggap mempunyai ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang agama. Secara sosiologis, mereka inilah yang menjadi tokoh penting bagi para santri, alumni, dan masyarakat luas. Karena pengaruh yang sedemikian besar di hadapan mereka (Djakfar, 2010)).
Peran Kiai dalam Kehidupan Masyarakat
Menurut penelitian yang Zulkifli lakukan, Survey yang dilakukan oleh PPIM UIN Jakarta tahun 2004 menemukan fakta bahwa hanya 12,8% saja (dari 1.880 responden) yang menyatakan bahwa, mereka tidak pernah berhubungan dengan ulama/kiai untuk beberapa kepentingan.
Sedangkan selebihnya atau 87,2%, menyatakan mereka terkadang bahkan juga sering menemui ulama untuk memperoleh informasi dan tuntunan yang berhubungan dengan ajaran dari para ulama/kiai. Setidaknya untuk dua kepentingan, yaitu kepentingan agama (60%), dan kepentingan sosial-politik (40%).
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa peran Kiai memiliki karisma yang luar biasa di mata pada santri dan masyarakat secara umum. Sebagaimana pendapat Dhofier, Kiai adalah symbol kekuatan kelimuwan, top figure, dan top leader untuk menentukan keputusan. Kharisma tersebut meletak kuat dalam diri seorang Kiai. Ini adalah potensi besar yang pesantren miliki untuk menebarkan nilai-nilai kecintaan terhadap lingkungan melalui himbauan dan dakwah Kiainya.
Menurut Farid, Kiai bisa menjadi legitimasi kebenaran dalam semua aspek kehidupan masyarakat. Melihat keunggulan kiai sebagaimana tersebut di atas, maka seruan menanam 1000 pohon dari Kiai, akan lebih diterima di masyarakat dibanding dengan program pemerintah. Apalagi jika Kiai mengeluarkan statemen bahwa sebaik manusia adalah yang tidak merusak lingkungan. Maka segala aktifitas perekonomian yang bersumber dari perusakan lingkungan akan dapat berkurang.
Pesantren melalui peran kiai berpotensi dan berpeluang kuat untuk melakukan perubahan sosial. Salah satunya adalah mengubah lingkungan menjadi sumber pahala bagi seluruh masyarakat. Lingkungan bukan objek yang bisa kita ekspolitasi sedemikian rupa oleh manusia.
Posisi manusia dan alam adalah setara sebagai penyeimbang kehidupan. Mengelola dan melestarikan lingkungan masuk dalam kerangkan ta’abbudi (ibadah) yang seharusnya kita orientasikan untuk memaksimalisasi maslahah. Jika kiai di seluruh Indonesia menerapkan paradigma ini, maka solidaritas untuk menyelamatkan lingkungan akan terbangun.
Memanfaatkan Religious Centimen Untuk Menggugah Kesadaran Ekologi
Seiring dengan meningkatnya religious centimen di masyarakat kita dewasa ini, pesantren sebagai corong dakwah utama di Indonesia, harus dengan cepat memanfaatkan potensi tersebut. Yakni untuk membumikan dakwah-dakwah berperspektif konservasi lingkungan. Mengingat saat ini, isu-isu ekologi masih jauh dari jangkauan ulama dan pesantren. Padahal kerusakan lingkungan sudah sangat fatal sedangkan kelestarian lingkungan sangat berkaitan dengan kesejahteraan dan kehidupan manusia.
Salah satu yang bisa pesantren lakukan untuk menghadapi isu ekologi adalah dengan Islam Rahmatan Lilalamin melalui pendekatan eco pesantren. Untuk mewujudkannya, ada beberapa peluang dan tantangan yang pesantren hadapi. Tantangan tersebut antara lain; mengubah paradigma teosentris menuju ecoteologis, dan menciptakan fikih berpendekatan lingkungan untuk melawan sistem kapital. Sedangkan peluang yang pesantren miliki untuk menerapkan eco pesantren antara lain; Basis masyarakat yang luas, dan Kharisma Kiai di Lingkungan santri.
Untuk dapat mewujudkan pendekatan eco pesantren, ada kebutuhan kerjasama dan sinergi berbagai pihak untuk memaksimalkan dan memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Serta meminimalisir tantangan yang ada. Sinergi yang baik dari berbagai pihak tersebut harapannya mampu menjadi salah satu jalan untuk memasifkan dakwah Islam Rahmatan Lilalamin untuk semua makhluk termasuk lingkungan. []
,