• Login
  • Register
Minggu, 13 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Inara Rusli Melepas Cadar Demi Pekerjaan Part III (Tamat)

Berempati  menjadi jalan yang bisa kita tempuh, guna memutus mata rantai cibirisme terhadap apapun keputusan mandiri seseorang (perempuan)

Ainun Jamilah Ainun Jamilah
14/06/2023
in Personal
0
Melepas cadar

Melepas cadar

889
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebelumnya, dalam tulisan-tulisan saya tentang “Inara Rusli Melepas Cadar Demi Pekerjaan” menjelaskan tentang pergulatan seorang perempuan yang memilih menggunakan atau melepaskan cadar. Saya sendiri punya pengalaman sama. Yakni melepas cadar selama kurang lebih tiga tahun, selama menjadi  tenaga pengajar (bekerja) di sekolah.

Nyatanya, memberi  banyak pembelajaran tentang  menasehati ego untuk tidak merasa paling tangguh memegang prinsip untuk tetap bercadar (memaksakan diri). Setelah bercadar selama 5 tahun, merasa sudah begitu kuat dan tidak tergoyahkan. Akhirnya, perjalanan hidup membawa saya pada pilihan berat yaitu, meneruskan atau  mengkompromikan cadar saya.

Pengalaman Melepas Cadar Membuat Saya Lebih Berempati

Sempat terpikir untuk  melepas cadar sepenuhnya, karena rasa lelah untuk terus-menerus bunglon (menjalankan dua  identitas yang  berbeda). Tetapi, setelah saya pikir lagi, melepas cadar sepenuhnya tidak membikin saya nikmat.

Tentu, perasan itu muncul bukan karena keyakinan terhadap narasi–narasi yang menganggap ketika seseorang melepas cadarnya, lalu ia kita anggap  kurang iman, meninggalkan jalan ketaatan dan berbagai tuduhan lainnya.

Hanya saja, saya masih memegang dan kuat mengimani  beberapa alasan yang cukup personal dan itu cukup menyentuh ranah spiritualitas saya secara pribadi. Dan, urunglah rencana saya untuk benar-benar melepas cadar layaknya Inara Rusli.

Baca Juga:

Merebut Kembali Martabat Perempuan

Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

Saya tetap memilih untuk menjalankan keduanya. Di mana, saya meneruskan identitas berpakaian saya sebagai perempuan bercadar dan sekaligus mengkompromikan itu dengan pekerjaan yang saya jalani saat ini. Ketika di lingkungan sekolah saya perlu menanggalkan cadar saya untuk  sementara dan memerankan identitas yang berbeda, tanpa  kehilangan diri  saya sepenuhnya (pola pikir, keberpihakan, dan idealisme yang  saya imani tetap sama).

Dan, jalan  yang saya pilih  ternyata menjadi  titik  balik dari berbagai  hal  yang kemudian bisa saya kompromikan (komunikasikan). Dari sini,  saya juga banyak  belajar untuk lebih  mendengar dan berempati. Karena tidak sekali dua kali, saya dipertemukan dengan cerita-cerita serupa (terpaksa melepas cadar demi pekerjaan).

Menjalankan Peran dengan Dua Identitas

Beberapa perempuan bercadar yang saya kenal juga mengalami hal serupa. Ia harus menjalankaan dua identitas yang berbeda, karena lingkungan pekerjaan yang ia pilih tidak cukup ramah dengan cadar yang ia kenakan.

Dengan berbagai perenungan akhirnya mereka memutuskan untuk melepas cadar sepenuhnya. Dan saya tentu tidak pada posisi yang menyalahkan pilihan tersebut. Meskipun di awal, teman-teman saya ragu untuk  menyampaikan keputusan ini, ada ketakukan, dan rasa malu. Apalagi memikirkan hujatan beberapa orang yang cukup tajam menusuk perasaan mereka, tentu aku maklumi.

Mereka pun  sempat  berpikir, jika saya bisa begitu kuat untuk  menjalankan dua peran sekaligus. Sedang mereka menyerah dan terpaksa memilih salah satu. Tetapi, di saat yang sama, sayalah yang justru  menganggap  mereka lebih kuat karena mampu menanggung cibiran dan pandangan sinis orang-orang yang menganggapnya telah kehilangan iman. Hanya karena melepas cadar.

Kiranya hal serupa kini Inara Rusli rasakan. Ketika memutuskan untuk melepas cadar, ia telah mengalami pergumulan panjang dengan diri sendiri. Menyiapkan mental  untuk  menerima hujatan. Dan di saat yang sama, ia mungkin saja masih berkeinginan untuk tetap mengenakan cadar.

Tetapi, menafkahi keluarga pasca perceraian dengan suami, menjadi hal  yang jauh lebih penting untuk ia jalani. Sehingga, bagi saya sendiri. Peristiwa ini dapat menjadi pembelajaran berharga di mana, setiap  keputusan yang diambil oleh perempuan semisal, melepas jilbab atau melepas cadar sama sekali tak dapat kita anggap sebagai tindakan ceroboh.

Menuduh orang tersebut tersebut secara serampangan, tanpa memikirkan pergumulan berat yang sudah, dan akan terus-menerus Inara Rusli hadapi. Tentu saja, berempati  menjadi jalan yang bisa kita tempuh, guna memutus mata rantai cibirisme terhadap apapun keputusan mandiri seseorang (perempuan). []

Tags: HijabInara RusliMelepas CadarMuslimahperempuan
Ainun Jamilah

Ainun Jamilah

Co Founder Cadar Garis Lucu Makassar

Terkait Posts

Kesalingan

Kala Kesalingan Mulai Memudar

13 Juli 2025
Harapan Orang Tua

Kegagalan dalam Perspektif Islam: Antara Harapan Orang Tua dan Takdir Allah

12 Juli 2025
Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mas Pelayaran

    Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kala Kesalingan Mulai Memudar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merebut Kembali Martabat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Perspektif Keadilan Gender dalam Memahami Tafsir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kidung Reksabumi; Sebuah Ajakan Umat Beragama untuk Saling Jaga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Perspektif Keadilan Gender dalam Memahami Tafsir
  • Merebut Kembali Martabat Perempuan
  • Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan
  • Kala Kesalingan Mulai Memudar
  • Hancurnya Keluarga Akibat Narkoba

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID