Mubadalah.id – Dalam warisan tradisi dan khazanah peradaban Islam inilah yang pasti kita pilih. Dan pilihan apa pun adalah tanggung jawab kita sendiri. Apakah pilihan kita ini untuk melayani nafsu amarah kita, membenci, memusuhi, agresi, dan melegitimasi kekerasan kita sendiri.
Ataukah untuk mengembangkan jiwa kita yang muthmainnah, mencintai, menyayangi, menyatukan, menghidupkan, dan memberdayakan.
Tentu saja, visi dan misi Islam adalah mentransformasikan kita semua, baik sebagai individu maupun umat, dari kondisi pertama yang buruk, zalim, dan jahat ke kondisi berikutnya yang baik, rahmat, dan maslahat.
Transformasi inilah yang menjadi tanggung jawab etis kita semua, berlandaskan visi rahmatan lil ‘alamin dan akhlak mulia. Serta, dengan inspirasi dari tradisi yang kita warisi.
Visi etis ini ada dalam tanggung jawab kita dan menjadi kompas pemandu pilihan kita, baik atau buruk, rahmat atau laknat, bijak atau sewenang-wenang, adil atau zalim, dan bermanfaat atau sia-sia.
Makna
Banyak ulama menyatakan bahwa ayat al-Qur’an, bahkan satu kata saja, memiliki berbagai makna. Dan makna-makna ini, seperti kata Ali bin Thalib ra, dikeluarkan dan dibicarakan oleh manusia itu sendiri, Kita lalu memilih salah satu makna yang sudah kita keluarkan.
Dan kita harus mempertanggungjawabkannya. Makna yang asli, yang sesuai kehendak Allah SWT, hanyalah Allah lah yang Maha Mengetahui (wallahu a’lam).
Makna asli ini dari Allah SWT turun ke Jibril as, lalu turun ke Nabi Muhammad SAW. Lalu menyebar di kepala dan pemahaman para sahabat yang jumlahnya banyak.
Lalu lebih banyak lagi menyebar di kepala-kepala para ulama, sepanjang zaman, terekam dalam ribuan jilid tafsir, fiqh, tasawuf, bahkan kamus-kamus bahasa.
Kata Ibn ‘Arabi (w. 638/1240), bisa saja semua makna ini benar dan Allah SWT kehendaki, selama secara metodologis bisa kita pertanggungjawabkan.
Namun, kita pasti akan memilihnya dan kita harus mempertanggungjawabkannya. Apakah yang kita pilih akan mendekatkan diri kita kepada-Nya sekaligus membuat kita berakhlak mulia kepada sesama.
Atau sebaliknya malah menjauh dari-Nya, atau merasa mendekat, tetapi melakukan berbagai keburukan kepada sesama dan kerusakan kepada semesta.
Kita yang memilih dan kita yang harus mempertanggungjawabkan pilihan kita ini. Bukan dengan melempar kepada tradisi kita, apalagi kepada al-Qur’an dan Hadis. Atau bisa jadi, berlindung pada tradisi atas segala kerusakan yang kita timbulkan kepada sesama manusia dan semesta. []