Mubadalah.id – Hampir setiap orang menyukai obrolan seputar pernikahan, dan memang selalu menarik. Mari kita melihat sekeliing, beberapa pasangan yang pastinya mempunyai masalah yang beragam. Dari permasalahan sederhana seperti “komunikasi” bisa menjadi besar dan rumit.
Suara istri tak didengarkan, masalah ceplok atau telur dadar, masalah handuk digantung dimana atau istri ngambil banyak kreditan dan masih banyak lagi yang apabila di tulis akan menjadi sebuah cerpen.
Lantas, bagaimana jika seorang perempuan yang sudah bersuami masih mempunyai hasrat ingin berpergian? Alasan klisenya sederhana, hanya untuk melepaskan penat yang mendesak. Mungkin tidak mengapa untuk sekali atau dua kali. Namun, bagaimana jika dilakukan setiap hari?
Sebagai seorang teman yang notabene single, aku tidak tega jika sewaktu-waktu temanku yang sudah menikah ingin mengeluh mencurahkan keresahan karena urusan rumah tangganya. Berkali-kali aku menolak mendengarkan, sebab aku tahu hal itu bersifat personal bahkan rahasia. Tapi ternyata ia memaksa dengan membuat karangan cerita, padahal aku tahu isinya tentang kehidupannya.
Beberapa waktu ia juga sering mengajakku makan di luar, mengunjungi tempat wisata atau tempat menarik lainnya. Jika waktuku senggang, sepulang kerja aku selalu menyempatkan.
“Nanti jika ada waktu luang coba deh jalan-jalan sama paksu, asik kayaknya,” kataku riang
“Justru kalau suami di rumah bawaannya males dan nggak mood,” jelasnya dengan ekspresi sedih.
Tak Betah di Rumah
Perkataanku tadi sebernanya hanya memancing. Ingin tahu juga apa penyebabnya ia bisa tak bisa tahan di rumah sendiri. Bahkan, akhir-akhir ini semakin tak terkendali. Hampir setiap hari ia mengajak aku keluar rumah hanya itu menikmati semangkuk bakso yang jaraknya lumayan jauh.
Aku pernah membaca penggalan kalimat dari sebuah buku, kira-kira bunyinya begini
“Bila keinginan kita masih tentang diri kita sendiri, habiskanlah”
Kalimat itu sangat relevan dengan kenyataan yang sedang aku lihat ini. Bahkan kalimat itu terngiang-ngiang hingga aku menyadari banyak hal.
Dari kisahnya aku belajar bahwa penting sekali mengabiskan ego sebelum menikah. Karena jika sudah menikah, urusan kita bukan lagi tentang diri sendiri, tapi tentang berdua, bertiga atau bahkan berempat.
Bila kita masih banyak inginnya, ingin pergi jalan-jalan, ingin beli ini dan itu atau ingin keliling Indonesia. Maka segera habiskanlah ketika masih sendiri. Sebab nanti setelah menikah urusannya akan berbeda.
Sangat ditakutkan apabila mempunyai keinginan tapi tidak mampu mengkomunikasikannya kepada pasangan, akan berdampak negatif bagi hubungan. Terlebih apabila keinginan bersebrangan kita merasa pasangan tidak mendukung.
Habiskan Ego Sebelum Menikah
“Kalau kau dijodohkan nanti, harus tahu dulu tabiat aslinya. Jika tidak, takut menyesal kemudian,” nasihat temanku lagi.
“Jika menolak perjodohan bagaimana?” tanyaku penasaran
“Itu lebih baik dari penderitaan,” jawabnya tanpa ragu dan menghela nafas panjang.
Sebenarnya aku tidak ingin melanjutkan percakapan karena ujungnya menjadi curahan hati yang mestinya tidak ingin aku dengar. Kisahnya mengharukan, tapi bagiku menjadi pelajaran yang sedikit membuatku takut.
Dari kisahnya aku belajar, dalam sebuah hubungan penting sekali kita merasa dicintai dan merasa ada. Karena setiap orang itu berbeda, maka bentuk cinta pun akan lahir dalam bentuk yang berbeda. Yang aku pahami dari ceritanya adalah sang suami tidak mampu mengeskpresikan rasa cinta kepada istrinya, dan sang istri tidak mampu membaca bahasa cinta yang tersirat.
Ah, betapa pernikahan adalah perjalanan panjang untuk selalu belajar memahami pasangan. Menikah bukan tentang siapa yang tercepat, tapi tentang kesiapan, bukan? Alangkah baiknya kita mempersiapkan diri, salah satunya dengan menghasbiskan ego sewaktu masih sendiri.
Memutuskan segala sesuatu dengan diri sendiri memang menyenangkan karena tidak perlu persetujuan siapapun untuk melakukannya. Tapi katanya hidup berdua lebih menarik. []