Mubadalah.id – Keluarga di dalam Islam selalu diawali dengan sebuah pernikahan. Salah satu hikmah dari disyariatkannya nikah adalah untuk memperoleh keturunan, atau untuk memelihara kelangsungan keturunan manusia (hifzh al-nasl).
Manusia, Allah Swt ciptakan dengan fitrahnya, masing-masing memiliki kebutuhan biologis berupa nafsu seksual. Laki-laki dan perempuan dewasa memiliki hasrat seksual yang membutuhkan penyaluran dan pengendaliannya.
Karena itu, Islam menetapkan syariat nikah sebagai jalan yang halal untuk saling melepaskan kebutuhan seksual bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan.
Sebaliknya, hubungan seksual yang dilakukan di luar pernikahan adalah dilarang atau haram hukumnya menurut Islam.
Para ulama sepakat bahwa pernikahan adalah syariat agama. Dalil yang menunjukkan syariat nikah di antaranya terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nur (24): 32:
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu.” (QS. an-Nur [24]: 32)
Adapun dalam hadis disebutkan, “Wahai sekalian pemuda! Barang siapa di antara kamu sudah mempunyai kemampuan (al-ba’ah), maka menikahlah. Sebab, pernikahan itu akan lebih memelihara pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barang siapa belum mampu untuk menikah, maka hendaklah ia berpuasa. Kareng sesungguhnya berpuasa itu dapat mengalahkan hawa nafsu.”
Pernikahan Ideal
Pernikahan yang ideal tidak hanya berlandaskan cinta, tetapi mensyaratkan adanya kemampuan, yang di dalam Hadis menyebutnya sebagai al-ba’ah. Jika seseorang sudah memiliki kemampuan baik secara fisik, psikis, maupun secara ekonomi, maka ia boleh segera menikah.
Kemampuan dalam arti fisik adalah telah memasuki usia dewasa dan memiliki tubuh yang sehat. Kemampuan dalam arti psikis adalah memiliki emosi yang stabil, mampu membuat keputusan untuk dirinya dan keluarga. Serta dapat bertanggung jawab baik terhadap hidupnya maupun orang lain.
Adapun pengertian mampu secara ekonomi adalah memiliki penghasilan yang dapat membiayai kebutuhan hidup berupa makanan, pakaian, rumah, pendidikan, perawatan kesehatan, dan yang lainnya, baik untuk dirinya maupun keluarga.
Bagi mereka yang tidak memiliki persyaratan-persyaratan tersebut masuk dalam kategorikan “belum mampu”, dan sebaiknya menunda pernikahan sampai saat yang tepat.
Ini sejalan dengan perintah Rasulullah Saw. dalam Hadis tadi, agar seseorang membatalkan niatnya untuk menikah dan mengendalikan dorongan seksualnya dengan cara melakukan ibadah puasa. []