Mubadalah.id – Islam dan kebencian adalah dua kata yang berhadapan secara diametral. Islam seratus delapan puluh derajat berlawanan dengan kebencian apalagi menyiarkannya.
Islam hadir untuk membawa pesan-pesan dan mengajak manusia untuk mewujudkan perdamaian, menjalin kasih dan menuntun manusia menuju kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan hidup akhirat.
Sementara “siaran kebencian” atau hate speech sebaliknya, menciptakan kekacauan, permusuhan dan bahkan bisa pembunuhan. Jadi, secara prinsip, Islam meminta umat Islam meninggalkan segala bentuk permusuhan karena sebagai bentuk moralitas tercela menuju persaudaraan sebagai moralitas terpuji.
Bahkan kata “siaran kebencian” mengandung di dalamnya sejumlah terma atau problem yang seluruhnya dan sepenuhnya mengandung ide-ide permusuhan manusia atas manusia, baik antar individu maupun antar kelompok manusia.
Beberapa terma itu di antaranya adalah perendahan martabat, menggunjing (ghibah), caci-maki dan provokasi atau adu domba (namimah) dan istilah lain dengan konotasi serupa. Ini semuanya adalah perilaku dan moralitas buruk, rendah dan anti kemanusiaan.
Oleh karena itu, “siaran kebencian” bukan hanya haram dalam Islam, melainkan juga oleh agama-agama lain dan dunia kemanusiaan. Islam hadir untuk mengalihkan manusian dari moralitas tercela, seperti merendahkan orang lain, mencaci maki, menggunjing, dan mengadu-domba. Beralih ke moralitas mulia dan terpuji, seperti saling menghormati, menghargai, bekerja sama dan saling menolong satu sama lain.
Apa teks Islam yang menolak kebiasaan menghina?
Islam dengan tegas melarang umat Islam dari perilaku menghina, menjelekjelekkan atau merendahkan orang lain. Al-Qur’an menyebut beberapa istilah, antara lain: “taskhir” dan “istihza”. Mengenai masalah ini kitab suci al-Qur’an menyatakan:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain. Boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka yang merendahkan. Dan jangan pula kaum perempuan merendahkan kaum perempuan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik daripada yang merendahkan. Dan janganlah suka mencela kamu sendiri dan jangan memanggil dengan gelar yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-Hujurat ayat 11).
Ayat al-Qur’an di atas secara jelas melarang orang-orang yang beriman kepada Allah, baik secara individual maupun kelompok untuk merendahkan, meremehkan, melecehkan dan menghina martabat manusia yang lain, dengan cara apapun.
Perendahan terhadap manusia merupakan pelanggaran terhadap kehormatan manusia. Para pelaku tindakan tersebut adalah perbuatan orang-orang yang zalim. []