• Login
  • Register
Jumat, 18 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Gus Dur, Pembawa Warisan Pesantren ke Istana

Warisan pesantren yang Gus Dur bawa ke istana mencerminkan integrasi antara tradisi keagamaan dan modernitas.

Ibnu Fikri Ghozali Ibnu Fikri Ghozali
07/11/2024
in Personal
0
Warisan Pesantren

Warisan Pesantren

786
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Gus Dur, atau Abdurrahman Wahid, adalah sosok yang tak hanya terkenal sebagai mantan Presiden Republik Indonesia. Tetapi juga sebagai seorang ulama, pemikir, dan aktivis yang membawa warisan pesantren ke dalam dunia politik dan pemerintahan. Perjalanan hidupnya dari pesantren ke istana mencerminkan semangat perjuangan dan nilai-nilai yang diusung oleh tradisi pesantren dalam konteks modernitas.

Gus Dur lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur, dari keluarga pesantren yang terkemuka. Ia merupakan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Asy’ari, dan dibesarkan dalam lingkungan yang kuat akan nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan Islam. Pendidikan awalnya di pesantren memberikan fondasi yang kokoh bagi pemikirannya. Gus Dur terkenal sebagai sosok yang cerdas dan kritis, dengan pandangan yang progresif tentang Islam dan demokrasi.

Setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren, Gus Dur melanjutkan studinya ke luar negeri, termasuk ke Universitas al-Azhar di Mesir, University of Baghdad hingga Mc Gill di Canada. Pengalaman ini memperluas wawasannya dan membentuk perspektifnya tentang hubungan antara agama dan politik, serta pentingnya hak asasi manusia.

Lalu setelah kembali ke Indonesia, Gus Dur aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama dan kemudian terlibat dalam politik. Ia menjabat sebagai Ketua Umum PBNU dan memainkan peran penting dalam perjuangan demokrasi di Indonesia. Terutama setelah era Orde Baru. Gus Dur mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tahun 1998 sebagai wadah perjuangan politik bagi warga NU.

Menjadi Presiden Indonesia ke-4

Puncak dari karier politiknya adalah ketika ia terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia ke-4 pada tahun 1999. Selama masa jabatannya, Gus Dur berkomitmen untuk mempromosikan pluralisme, toleransi, dan hak asasi manusia. Ia mengedepankan pendekatan dialogis untuk menyelesaikan konflik dan mendorong pengakuan terhadap keberagaman yang ada di Indonesia.

Baca Juga:

Nurhayati Subakat, Perempuan Hebat di Balik Kesuksesan Wardah

Pentingnya Menanamkan Moderasi Beragama Sejak Dini Ala Gus Dur

Humor Kritis di Layar Televisi: Menjaga Ruang Demokrasi

Hifdh An-Nafs, Al-‘Aql dan An-Nasl dalam Interpretasi Gus Dur

Gus Dur membawa nilai-nilai pesantren ke dalam pemerintahan dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip Islam yang moderat dan toleran. Ia percaya bahwa pesantren bukan hanya tempat untuk belajar agama, tetapi juga untuk mengembangkan karakter dan intelektualitas. Melalui pendekatan ini, Gus Dur berusaha mengubah stigma negatif terhadap pesantren, yang sering dianggap sebagai tempat konservatif.

Selama kepemimpinannya, Gus Dur melakukan berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang inklusif. Ia menghapuskan diskriminasi terhadap kelompok minoritas, memperjuangkan hak-hak perempuan, dan menentang kekerasan berbasis agama. Komitmennya terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan membuatnya dihormati. Tidak hanya di kalangan warga NU, tetapi juga oleh masyarakat luas.

Warisan Gus Dur

Salah satu warisan penting Gus Dur dalam mempromosikan toleransi dan hak asasi manusia yang berakar pada budaya pesantren adalah pengakuan dan peresmian agama Konghucu di Indonesia. Tindakan ini mencerminkan semangat inklusif yang selalu dijunjung tinggi dalam tradisi pesantren. Di mana nilai-nilai keberagaman dan saling menghormati merupakan bagian integral dari ajaran Islam.

Dengan meresmikan Konghucu sebagai salah satu agama yang terakui, Gus Dur tidak hanya membuka ruang bagi penganutnya untuk menjalankan keyakinan mereka secara bebas, tetapi juga menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang menghargai pluralisme.

Langkah ini menjadi simbol penting bahwa dalam masyarakat yang beragam, semua agama dan kepercayaan memiliki hak untuk terakui dan kita hormati. Yakni menciptakan harmoni di tengah perbedaan yang ada. Keberanian Gus Dur dalam mengambil langkah ini seharusnya menjadi teladan bagi generasi mendatang untuk terus mendorong dialog antaragama dan memperjuangkan hak asasi manusia bagi semua warga negara, tanpa memandang latar belakang agama atau budaya.

Meskipun masa jabatannya penuh tantangan dan kontroversi, warisan Gus Dur tetap hidup hingga kini. Pemikiran dan prinsip yang ia tanamkan menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama generasi muda. Gus Dur menunjukkan bahwa pemimpin dapat berasal dari latar belakang pesantren dan tetap mampu menjalankan tugasnya dengan baik di dunia politik.

Inspirasi bagi Generasi Masa Depan

Warisan pesantren yang Gus Dur bawa ke istana mencerminkan integrasi antara tradisi keagamaan dan modernitas. Ia telah membuktikan bahwa nilai-nilai Islam yang moderat, toleran, dan humanis dapat menjadi dasar yang kuat untuk membangun bangsa yang lebih baik.

Gus Dur adalah simbol pergerakan yang menggabungkan kearifan pesantren dengan tuntutan zaman. Sebagai pembawa warisan pesantren ke istana, ia tidak hanya meninggalkan jejak sebagai seorang presiden, tetapi juga sebagai ulama dan pejuang hak asasi manusia.

Melalui kepemimpinannya, Gus Dur mengajarkan bahwa dengan iman yang kuat dan komitmen terhadap keadilan sosial, setiap orang, termasuk mereka yang berasal dari pesantren, dapat memainkan peran penting dalam membentuk masa depan bangsa. Warisannya akan terus kita kenang dan menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya dalam memperjuangkan nilai-nilai toleransi, dan kebebasan. []

 

Tags: Bapak Pluralismegus durinspirasiPresiden RI ke-4Warisan Pesantren
Ibnu Fikri Ghozali

Ibnu Fikri Ghozali

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Prince of Songkla University, Thailand.

Terkait Posts

eldest daughter syndrome

Fenomena Eldest Daughter Syndrome dalam Drakor When Life Gives You Tangerines, Mungkinkah Kamu Salah Satunya?

17 Juli 2025
Love Bombing

Love Bombing: Bentuk Nyata Ketimpangan dalam Sebuah Hubungan

16 Juli 2025
Disiplin

Ketika Disiplin Menyelamatkan Impian

15 Juli 2025
Inklusivitas

Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku

15 Juli 2025
Kesalingan

Kala Kesalingan Mulai Memudar

13 Juli 2025
Harapan Orang Tua

Kegagalan dalam Perspektif Islam: Antara Harapan Orang Tua dan Takdir Allah

12 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • eldest daughter syndrome

    Fenomena Eldest Daughter Syndrome dalam Drakor When Life Gives You Tangerines, Mungkinkah Kamu Salah Satunya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Harmoni Iman dan Ekologi: Relasi Islam dan Lingkungan dari Komunitas Wonosantri Abadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mu’adzah Al-Adawiyah: Guru Spiritual Para Sufi di Basrah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mu’adzah Al-Adawiyah: Guru Spiritual Para Sufi di Basrah
  • Lampu Sirkus, Luka yang Disembunyikan
  • Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?
  • Disabilitas dan Kemiskinan adalah Siklus Setan, Kok Bisa? 
  • Perempuan Menjadi Pemimpin, Salahkah?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID