Mubadalah.id – Di dalam ajaran Islam, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bukan hanya sebatas tindakan kekerasan terhadap seorang perempuan. Tetapi merupakan kejahatan yang menodai harkat dan martabat kemanusiaan.
Kejahatan seperti ini mengancam dan merusak nilai-nilai yang dibangun ajaran agama, yaitu keadilan, kesetaraan, kemaslahatan, dan kerahmatan.
KDRT dengan demikian bukan saja melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia, hukum dan aturan perundangan-undangan yang berlaku, norma dan tata kesusilaan, tetapi juga melanggar prinsip, nilai, dan hukum ajaran Islam.
Semua umat muslim yakin Islam tidak hadir untuk merestui kekerasan yang dilakukan siapapun dalam rumah tangga, dalam bentuk dan dengan alasan apapun.
Tetapi semua orang juga melihat betapa banyak kekerasan terjadi di kalangan masyarakat muslim, dan tidak sedikit juga yang meligitimasi dengan teks dan ajaran keagamaan.
Dalan kondisi ini, penguatan kesadaran keadilan harus dilakukan dan disebarkan secara terus menerus dengan berbagai media pendidikan dan penyadara publik. Kerja kerja institusi hukum seringkali tidak mencukupi, jika tidak tumbuh kesadaran keadilan dalam kehidupan masyarakat.
Prinsip Keadilan
Keadilan adalah gagasan yang paling mendasar dalam Islam. Keadilan adalah ketakwaan itu sendiri (QS. al-Maidah ayat 8). Prinsip keadilan secara tegas tercatat dalam banyak ayat al-Qur’an. Di antaranya:
Pertama, prinsip keadilan dalam kehidupan keluarga: berupa perintah menegakkan keadilan, kebaikan, berbuat baik kepada keluarga (QS. an-Nahl ayat 90).
Kedua, prinsip keadilan dalam memutuskan suatu perkara (QS. an-Nisa ayat 58), menegakkan keadilan sekalipun terhadap diri sendiri, keluarga maupun orang-orang dekat (QS. an-Nisa ayat 135 dan QS. an-An’am ayat 152).
Ketiga, prinsip keadilan tanpa rasa dendam ketika harus menegakkan keadilan di hadapan orang atau kelompok yang tidak disukai (QS. al-Ma’idah ayat 8).
Keempat, prinsip keadilan dalam memelihara anak-anak yatim dan mengelola harta mereka, khususnya terhadap anak-anak yatim perempuan. (QS an-Nisa ayat 127).
Prinsip keadilan sosial pada tataran praksis harus memfokuskan pada pembelaan mereka yang tertindas, atau mustadh’afin.
Biasanya adalah mereka yang miskin, minoritas dan perempuan. Karena mereka yang selama ini tidak memperoleh dukungan sosial, sistim dan kebijakan. []
Sumber: Buku Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir