• Login
  • Register
Senin, 30 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

Sudah saatnya umat Islam meninjau ulang cara pandangnya terhadap orang yang berbeda keyakinan. Agama mestinya menjadi sumber rahmat bagi semesta, bukan alat menebar ketakutan apalagi kekerasan.

Redaksi Redaksi
30/06/2025
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Beda Keyakinan

Beda Keyakinan

4
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Salah satu persoalan paling krusial yang dihadapi umat Islam masa kini adalah cara memandang orang yang berbeda keyakinan. Mereka kerap dilabeli dengan istilah kafir, musyrik, bahkan murtad.

Padahal, di era modern saat ini, pandangan dunia mayoritas bangsa telah bergeser. Identitas kebangsaan dan kepentingan bersama menjadi fondasi utama hidup bernegara. Sehingga pembedaan atas dasar agama sering kali dianggap diskriminatif.

Bahkan konsep negara kebangsaan menuntut adanya kesetaraan warga negara dalam segala aspek, tanpa memandang agama apa yang masyarakat anut. Berbeda halnya jika suatu negara berdiri atas dasar satu agama tertentu.

Penganut agama mayoritas sering diposisikan sebagai warga negara utama, sedangkan yang lain dipandang sebelah mata. Cara pandang eksklusif semacam ini bisa menimbulkan persoalan serius, bahkan terhadap sesama penganut agama itu sendiri.

Dalam sejarah peradaban Islam, kita dapat melihat bagaimana tuduhan murtad atau penyimpangan ajaran agama kerap menimpa ulama-ulama besar hanya karena perbedaan pendapat atau penafsiran.

Diskriminasi atas dasar keyakinan bukan hanya membungkam perbedaan, tetapi juga mematikan kreativitas berpikir dan berkarya. Ujungnya, cara pandang yang merasa hanya ia yang benar, akan menjadi bumerang di dalam komunitas sendiri.

Baca Juga:

Cara Mengatasi Rasa Jenuh dalam Kehidupan Rumah Tangga

Ajarkan dan Latih Anak untuk Berperilaku Baik dan Menghargai Orang Lain

Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Cirebon Meningkat? Begini Cara untuk Meminimalisirnya

Bagaimana Cara Penyandang Disabilitas Wicara Membaca Dua Kalimat Syahadat?

Di Indonesia

Di Indonesia, isu ini menemukan relevansinya ketika wacana formalisasi syariat Islam terus bergulir tanpa rekonstruksi pemahaman yang komprehensif. Kasus Aceh bisa menjadi contoh. Saat ini, daerah istimewa tersebut tengah merancang Qanun Jinayah yang memasukkan sejumlah tindak pidana dalam fikih Islam. Termasuk murtad dengan ancaman hukuman mati.

Prof. Muslim Ibrahim, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Nanggroe Aceh Darussalam, misalnya, secara tegas menyatakan bahwa hukuman bagi orang murtad menurut fikih adalah hukuman mati. Bila Qanun ini benar-benar mereka sahkan, Aceh berpotensi menjadi daerah pertama yang menghadapi konflik internal akibat penerapan hukum murtad.

Dampaknya bisa jadi lebih dahsyat dibandingkan masa DOM, sebab label “Islam” atau “murtad” sering kali akan dipegang kelompok mayoritas atau pihak yang sedang berkuasa. Setiap pemikiran keagamaan yang tidak sejalan dengan arus utama berpotensi dianggap menyeleweng dan dicap murtad.

Di Malaysia

Di negeri jiran Malaysia, situasinya juga serupa. Partai Islam Se-Malaysia (PAS) terus mendesak pemerintah federal untuk mengesahkan hukuman mati bagi murtad, setidaknya mereka memulai uji coba di Negara Bagian Kelantan.

Dalam sejarah perdebatan pemikiran Islam di Malaysia, PAS tak segan menuntut hukuman mati negara bagi tokoh-tokoh yang dianggap menyimpang, seperti Kassim Ahmad dan Othman Ali.

Mengutip Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah, persoalan-persoalan ini muncul akibat cara pandang yang terlalu tekstual, menutup ruang ijtihad dan tidak membuka diri terhadap perbedaan. Jika hal ini terus kita biarkan, bukan tidak mungkin konflik atas nama agama akan terjadi di depan mata kita sendiri.

Sudah saatnya umat Islam meninjau ulang cara pandangnya terhadap orang yang berbeda keyakinan. Agama mestinya menjadi sumber rahmat bagi semesta, bukan alat menebar ketakutan apalagi kekerasan. Negara pun wajib memastikan kesetaraan warga tanpa diskriminasi keyakinan, agar semua bisa hidup damai dalam bingkai kebangsaan. []

Tags: Berbeda KeyakinanCaraMeninjau UlangorangPandang
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Taman Eden

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

30 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

29 Juni 2025
Sakinah

Tafsir Sakinah

28 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Mari Hentikan Pengontrolan Seksualitas Perempuan

28 Juni 2025
Fiqh Kesetaraan

Menggeser Fiqh Fitnah Menuju Fiqh Kesetaraan

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID