• Login
  • Register
Rabu, 25 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Kisah Tragis Rangga, dan Malaikat Pun Murka

Harus ada payung hukum dengan perlindungan dan memenuhi rasa keadilan bagi korban, serta sanksi yang tegas bagi pelaku, yang semua itu sudah termaktub jelas dalam RUU P-KS.

Zahra Amin Zahra Amin
02/11/2020
in Kolom, Publik
0
680
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Dua pekan kemarin, tepatnya di pertengahan Oktober, publik sempat dibuat terhenyak dengan pemberitaan di media massa tentang kasus Rangga, bocah berumur 9 tahun yang tewas mengenaskan dibunuh, karena berusaha membela sang ibu yang diperkosa pelaku. Tindakan keji itu terjadi di Aceh Timur. Miris, dan membuat siapa saja yang mendengar kisah pilu itu akan menangis.

Entah bagaimana kini nasib sang ibu, yang menurut berita di media mengalami kekerasan seksual berulang kali, lalu masih ditambah pula dengan kehilangan anak semata wayang, yang telah mengorbankan nyawa demi kehormatan orang tua.

Kabar terakhir, pelaku tewas dalam sel tahanan karena sakit yang tak diketahui penyebabnya. Mungkin itu tulah, atas perbuatan yang sudah ia lakukan pada perempuan, juga anak tanpa dosa. Bahkan malaikat pun murka menyaksikan perbuatannya yang keji itu, dan kisah tragis yang dialami Rangga.

Kasus yang terjadi di Aceh Timur itu seolah menambah daftar panjang  tentang  mitos perkosaan, yang mempunyai sejarah kelam dan berasal dari hukum-hukum yang berasal dari masa lalu. Sebagaimana yang dikemukakan Yeni Rosa Damayanti dalam “Perkosaan, Suatu Kajian Teoritik Kritis dan Empirik Kasus Tindak Perkosaan”.

Menurut Yeni, pada masa lalu perkosaan adalah sebuah ritual yang dilakukan laki-laki untuk memperoleh istri, yaitu bila laki-laki memperkosa seorang perempuan maka ia akan mendapatkan hak untuk mengambil perempuan tersebut.

Baca Juga:

Kebaikan Yang Justru Membunuh Teman Disabilitas

Difabel dan Kekerasan Seksual: Luka yang Sering Tak Dianggap

Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

Begitu pula sebuah mitos yamg hidup dan berkembang selama ribuan tahun. Seperti yang dijelaskan Mariana Amirudin dalam “Perkosaan Bukan Soal Seks, Tapi Kekuasaan”, yang dimuat di Jurnal Perempuan Edisi November 2011. Bahwa perempuan pada dasarnya adalah penggoda sebagaimana Hawa (Eva) dulu menggoda Adam. Mitos ini diyakini masyarakat sehingga pria tidak sepenuhnya dipersalahkan dalam kasus perkosaan.

Mariana menambahkan, rata-rata profil pemerkosa bukan karena tidak bisa mengendalikan nafsu, bukan karena keinginan seksual yang tidak bisa dikontrol, bukan karena hasrat seksual yang tidak terpenuhi, melainkan karena fantasi kekuasaan untuk menaklukkan tubuh seseorang secara seksual.

Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dipresentasikan Raymond A. Knight, Ph.D Brandeis University, dalam metode Etiologi untuk meneliti para pelaku perkosaan berjudul “Preventing Rape: What the Research Tells Us” pada tahun 2011.

Kesimpulan dari penelitian ini mengatakan bahwa perkosaan bukanlah tentang seks, tapi tentang kekuasaan. Perkosaan bukan karena seorang pria terbawa hasrat dan keinginan dan bukan tentang daya tarik seksual sama sekali, tetapi tentang cara mengontrol korban dan menghapus otonomi dan kemanusiaan mereka.

Dalam studi Etiologi tersebut terdapat hipotesis tentang salah sangka pria dalam memahami tindakan komunikasi perempuan. (Distorted Perception), yakni antara lain;

Pertama, pria cenderung over-perceive (terlalu menganggap) ketika perempuan bersikap friendly atau ramah sebagai sikap menggoda. Kedua, pria mengira perempuan bersikap tegas sebagai tindakan permusuhan. Ketiga, pria mengira perempuan DIAM karena mau atau menginginkan. Keempat, pria mengira bila perempuan menyatakan TIDAK, adalah tindakan permusuhan.

Kesalahan persepsi  di atas ditegaskan Mariana, adalah cikal bakal seorang pria melakukan pelecehan seksual, serangan seksual atau memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan perempuan. Kesalahan yang dilakukan pria ini akibat relasi gender yang timpang di mana pria lebih berkuasa dari pada perempuan.

Setelah memahami bahwa banyak informasi tentang perkosaan tidaklah benar dengan kenyatannya, maka kita dapat membantu mencegah perkosaan dengan menyebarkan informasi seluas-luasnya tentang fakta perkosaan, dan berhenti menyalahkan korban. Dua hal ini, disampaikan Mariana perlu dikampanyekan terus menerus sehingga kasus-kasus perkosaan dapat menjadi perhatian serius.

Karena tidak dapat dipungkiri, korban terbanyak adalah perempuan, maka perlu berulang kali ditekankan bahwa perkosaan terjadi bukan sebab pakaian atau penampilan, melainkan kesempatan (opportunity) dan kerentanan.

Kerentanan di sini termasuk situasi mental, fokus, waspada dan sadar situasi. Dan bahwa “tidak mengenakan pakaian yang mengundang” bukan berarti dapat menghindari perkosaan, karena dari hasil penelitian diketahui bahwa appearance (penampilan) bukan sebab perkosaan.

Sementara itu bagaimana hukum perkosaan sendiri di dalam Islam? Sikap dan pandangan keagamaan dari hasil musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang dilansir dari Dokumen Resmi Proses dan Hasil KUPI yang dihelat pada April 2017 silam, memutuskan bahwa hukum kekerasan seksual dalam segala bentuknya adalah haram, baik dilakukan di luar maupun di dalam perkawinan.

Adapun penjelasannya sebagai berikut, kekerasan seksual baik di luar maupun di dalam perkawinan bertentangan dengan ajaran Islam. Yakni antara lain; pertama penegasan Allah SWT bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah SWT. Oleh karenanya, mesti bersikap mulia dengan saling menjaga kehormatan dan martabat kemanusiannya.

Kedua, prinsip dasar ajaran Islam untuk melindungi kemuliaan, kemerdekaan, keadilan, persaudaraan, tolong menolong dan kesetaraan manusia serta larangan Islam untuk merusak kehormatan dan martabat kemanusiaan, baik muslim maupun non muslim, baik dalam kondisi damai maupun perang, baik pada teman maupun terhadap musuh.

Ketiga, penegasan Allah SWT bahwa laki-laki dan perempuan adalah auliyaa’ (pelindung) satu sama lain sehingga keduanya harus melindungi dan menjaga kedaulatan diri dan menjaga kedaulatan pihak lain atas dirinya.

Keempat, perintah Allah SWT secara khusus kepada pasangan suami istri untuk saling memperlakukan secara baik (mu’assyaroh bil ma’ruf) salah satu dari sikap baik atau ma’ruf adalah tidak bersifat egoistis dalam hal urusan seksualitas dan tidak memaksakan kehendak seksualitas kepada pasangan.

Kelima, penegakan hak asasi manusia, termasuk hak asasi perempuan yang dijamin Islam yaitu, hak dan kemerdekaan untuk hidup (haqq wa hurriyatun nafsi wal hayaah), hak dan kemerdekaan melakukan reproduksi serta membangun keluarga (haqq wa huriyyatun nasl wat tanaasul, wa nasb wal usrah), hak dan kemerdekaan atas kehormatan serta kemuliaan (haqq wa huriyyatul ‘irdl wa karaamah wal insaaniyyah).

Sehingga dengan penjelasan di atas, semoga kita bisa mengambil pelajaran penting dari peristiwa naas yang menimpa Rangga, bocah tanpa dosa beserta ibunya. Pun kehadiran Negara juga penting untuk memberikan rasa aman terhadap warganya, terutama bagi kelompok rentan perempuan dan anak-anak.

Harus ada payung hukum dengan perlindungan dan memenuhi rasa keadilan bagi korban, serta sanksi yang tegas bagi pelaku, yang semua itu sudah termaktub jelas dalam RUU P-KS. Maka kebutuhannya kian mendesak dan penting untuk segera disahkan, agar tidak ada lagi kisah pilu, tentang perempuan korban perkosaan dan pembelaan seorang bocah yang mengharu-biru. []

Tags: Kekerasan seksualkemanusiaanKongres Ulama Perempuan IndonesiaperkosaanRUU PKS
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Hijrah

Tahun Baru Islam, Saatnya Hijrah dari Kekerasan Menuju Kasih Sayang

25 Juni 2025
Menjaga Ekosistem

Apa Kepentingan Kita Menjaga Ekosistem?

25 Juni 2025
Simbol Keadilan

Sebutir Nasi sebagai Simbol Keadilan

25 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Etika Berbagi

Berbagi dan Selfie: Mengkaji Etika Berbagi di Tengah Dunia Digital

24 Juni 2025
Digital

Kasus Francisca Christy: Ancaman Kekerasan di Era Digital itu Nyata !!!

24 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Menemani Laki-laki dari Nol

    Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apa Kepentingan Kita Menjaga Ekosistem?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sebutir Nasi sebagai Simbol Keadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Francisca Christy: Ancaman Kekerasan di Era Digital itu Nyata !!!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berbagi dan Selfie: Mengkaji Etika Berbagi di Tengah Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tahun Baru Islam, Saatnya Hijrah dari Kekerasan Menuju Kasih Sayang
  • Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa
  • Saat Fikih Menjadikan Perempuan Kelompok Paling Rentan
  • Apa Kepentingan Kita Menjaga Ekosistem?
  • Mengurai Bias Fitnah Perempuan dalam Wacana Keislaman

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID