Kamis, 16 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hak Milik dalam Relasi Marital

    Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    Media Alternatif

    Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    Disabilitas intelektual

    Melatih Empati pada Teman Disabilitas Intelektual

    Alam

    Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem

    Diplomasi Iklim

    Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

    Korban Kekerasan Seksual

    Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

    Rumah Tangga atas

    Teladan Rasulullah Saw: Rumah Tangga Dibangun atas Dasar Saling Berbuat Baik

    Menjaga Lingkungan

    POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

    Akhlak Mulia dalam

    Bakti Suami dan Istri: Akhlak Mulia dalam Relasi Rumah Tangga

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

    Keluarga sebagai Pertama dan Utama

    Menjadikan Keluarga sebagai Sekolah Pertama dan Utama

    Memperlakukan Anak Perempuan

    Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

    Akhlak Mulia

    Ketika Akhlak Mulia Menjadi Fondasi Relasi Suami Istri

    Taat dan Berbakti

    Bukan Hanya Istri, Suami Pun Harus Taat dan Berbakti

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Hak Milik dalam Relasi Marital

    Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    Media Alternatif

    Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    Disabilitas intelektual

    Melatih Empati pada Teman Disabilitas Intelektual

    Alam

    Menjaga Alam, Menyelamatkan Ekosistem

    Diplomasi Iklim

    Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

    Korban Kekerasan Seksual

    Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

    Rumah Tangga atas

    Teladan Rasulullah Saw: Rumah Tangga Dibangun atas Dasar Saling Berbuat Baik

    Menjaga Lingkungan

    POV Islam dalam Menjaga Lingkungan

    Akhlak Mulia dalam

    Bakti Suami dan Istri: Akhlak Mulia dalam Relasi Rumah Tangga

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

    Keluarga sebagai Pertama dan Utama

    Menjadikan Keluarga sebagai Sekolah Pertama dan Utama

    Memperlakukan Anak Perempuan

    Rasulullah, Sosok Tumpuan Umat Manusia dalam Memperlakukan Anak Perempuan

    Akhlak Mulia

    Ketika Akhlak Mulia Menjadi Fondasi Relasi Suami Istri

    Taat dan Berbakti

    Bukan Hanya Istri, Suami Pun Harus Taat dan Berbakti

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah

Puncak Intelektual Seorang Muslim

Ulama adalah keheningan mutlak. Sisiri jarak. Keagungan akhlak. Suaranya, adalah air wudhu semesta. Ilmunya adalah rahasia alif ba ta tsa —Fauz Noor, Berpikir Seperti Nabi

Rizki Eka Kurniawan Rizki Eka Kurniawan
8 Maret 2021
in Khazanah, Personal
0
Puncak Intelektual

Puncak Intelektual

746
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Seorang pembelajar (muriddin) ketika telah mencapai puncak intelektual, maka ia akan mendapati dua pilihan—pilihan pertama, menaruh kepalanya tepat berada di bawah telapak kakinya, sebagaimana kata Rumi: “Tangga menuju langit adalah kepalamu, maka letakkan kakimu di atas kepalamu. Untuk mencapai Tuhan injak-injaklah pikiran dan kesombongan rasionalmu.”

Pilihan kedua dari puncak intelektual seorang manusia yakni, menaruh kepalanya pada kedudukan yang tertinggi dan menjadi sombong, angkuh dan merasa telah menguasai segalanya, layaknya Nimrod yang membangun menara babel untuk menentang Tuhan sehingga ia akhirnya binasa.

Pikiran memang berada di dalam kepala, dan kepala letaknya paling atas di antara anggota tubuh lainnya. Tapi meskipun kedudukannya secara fisik ada di atas, sejatinya pikiran hanya kaki bagi hati untuk berjalan menuju kesempurnaan. Kedudukan pikiran tidak boleh lebih tinggi dari hati.

Perumpamaan puncak intelektual seperti sebuah koin emas yang ditaruh di bawah koin logam, meskipun koin emas berada di bawahnya tapi koin emas tetap lebih bernilai daripada logam biasa dan kedudukan koin emas tetap lebih tinggi darinya. Berada di atas ataupun di bawah tak akan mempengaruhi nilai dan kedudukan koin emas.

Syeh Abdul Qodir Al-Jailani pernah berkata: “Aku lebih menghargai orang-orang yang beradab daripada yang berilmu. Kalau hanya berilmu, Iblis-Iblis pun lebih tinggi ilmunya dibandingkan manusia.”

Dalam Al-Futuhat Al-Makkiyah Jilid 12, Ibnu Arabi menulis “Berhati-hatilah agar kamu tidak bersikap sombong atau tinggi hati di muka bumi. Biasakanlah bersikap rendah hati. Jika Allah meninggikan kata-katamu, maka sebenarnya tidak ada yang lebih tinggi kecuali Al-Haqq (Allah). Jika Dia menganugerahkan kepadamu ketinggian di dalam hati mahluk-Nya, maka hal itu kembali pada-Nya. Kerendahan hati, kehinaan, dan ketidakberdayaan melekat pada dirimu. Karena kamu berasal dari tanah. Jangan merasa lebih tinggi dari tanah. Karena tanah adalah ibumu, siapa yang sombong dan angkuh kepada ibunya dia telah durhaka.”

Ini menjelaskan bahwa puncak intelektual dari seorang muslim dalam memahami ilmu bukanlah tujuan utama di kehidupan, ilmu hanyalah sarana untuk manusia bisa menyempurnakan ahlak. Semakin sempurna ilmunya maka seharusnya semakin sempurna akhlaknya. Orang berakhlak sudah tentu berilmu tapi orang berilmu belum tentu berahlak.

Rasionalitas, realisme, naturalisme, empirisme apapun yang melibatkan akal sehat (common-sense explanation) dan membuahkan sebuah pemikiran jika dijalankan tanpa moralitas itu bahaya. Buku The Prince karya Machiaveli memang sangat rasional jika diterapkan secara praktis untuk kepemimpinan sehingga bisa melahirkan pemimpin besar seperti Napoleon, Stalin, Hitler, dan Benito Mussolini.

Namun apa yang dikatakan oleh Dalam The Prince karya Machiaveli hanya tentang rasionalitas tanpa disertai moralitas, tak heran ada banyak darah yang mengalir di tangan pemimpin besar dunia yang menjadikan buku ini sebagi pedoman dalam kepemimpinannya.

Meskipun Napoleon lebih bijak dalam menerapkan buku ini sehingga ia tidak menjadi pemimpin yang brutal tapi empat abad kemudian para pemimpin yang membaca buku ini seperti Hitler mempelopori PD II yang membunuh puluhan juta orang. Musolini berkoalisi dengan Hitler, sementara Stalin membunuh jutaan rakyatnya.

Jadi tidak semua yang masuk akal itu benar dan tidak semua yang kamu anggap benar itu baik. Moralitas atau etika itu sangat penting dalam puncak intelektual seseorang untuk merumuskan suatu pemikiran. Baik Adam Smith, Karl Marx dan Max Webber ketika membuat buku tentang ekonomi mereka tak sekedar berbicara mengenai teori-teori ekonomi yang sifatnya praktis dan pragmatis.

Namun mereka juga membumbui bukunya dengan pembahasan mengenai filsafat etika. Bahkan Max Webber sangat menekankan etika dalam karya sehingga ia menamai bukunya dengan judul The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism.

Filsuf besar Yunani  Aristoteles  sangat menekankan epirisme dan realisme, juga memiliki perhatian besar terhadap etika, bahkan ia menulis salah satu buku khusus membahas tentang etika yang sekarang lebih kita kenal dengan judul “Etika Nikomakea”. Salah satu mottonya yang paling terkenal adalah “Menjadi orang baik itu baik”

Menurut Aristoteles tujuan dari adanya etika dalam puncak intelektual, adalah agar bisa merasakan kenyamanan dan kebahagiaan (eudamonisme). Tindakan berbuat baik akan membuat seseorang menjadi lebih baik dan membangun watak yang lebih baik pula. Di al-Qur’an dijelaskan dalam QS. Al-An’am 6: Ayat 160

مَنْ جَآءَ بِا لْحَسَنَةِ فَلَهٗ عَشْرُ اَمْثَا لِهَا ۚ وَمَنْ جَآءَ بِا لسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزٰۤى اِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

mang jaaa`a bil-hasanati fa lahuu ‘asyru amsaalihaa, wa mang jaaa`a bis-sayyi`ati fa laa yujzaaa illaa mislahaa wa hum laa yuzhlamuun

“Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi).”

هَلْ جَزَآءُ الْاِ حْسَا نِ اِلَّا الْاِ حْسَا نُ ۚ

hal jazaaa`ul-ihsaani illal-ihsaan

“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman 55: Ayat 60)

Di al-Qur’an kita akan menemukan banyak sekali ayat yang menjelaskan bahwa Allah sangat menyukai orang-orang yang berbuat baik.

KH. Husein Muhammad pernah bercerita tentang Khalifah Al-Ma’mun yang bertemu dengan Aristoteles di dalam mimpinya, sekiranya begini:

Khalifah Abasiah Al-Makmun bin Harun al-Rasyid bertemu dalam mimpi seseorang berkulit putih, berambut merah, berdahi lebar, alisnya tebal menyatu, berkepala botak, bermata biru dan perangainya bagus. Dia sedang duduk di atas permadani, di hadapanku dia sangat berwibawa.

Aku bertanya : “Siapakah anda?” Dia menjawab : “Aku Aristo (Aristoteles)”. Aku senang. Lalu aku berkata:”Wahai sang bijak bestari; “apakah aku boleh bertanya? Dia menjawab : “Silakan, dengan senang hati”. Apakah baik itu?” Dia menjawab : “Apa yang dipandang baik oleh akal” Lalu? “Apa yang dipandang baik oleh aturan agama”. Lalu? “Apa yang dipandang baik oleh mayoritas”. Lalu? “Tidak ada lagi dan tidak ada lagi.”

Di sini bisa kita pahami bahwa tolak ukur suatu tindakan bisa dikatakan sebagai kebaikan ada tiga, yaitu kebaikan yang baik dipandang oleh akal, kebaikan yang dipandang baik oleh agama, dan kebaikan yang dipandang baik oleh semua orang.

Ketiga tolak ukur puncak intelektual tersebut tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, semuanya terikat dan saling melengkapi. Suatu kebaikan yang dipandang baik oleh akal jika bertentangan dengan agama tak akan bisa disebut kebaikan. Karena, kebaikan yang dipandang oleh akal manusia barulah berupa spekulasi, hasil dari penalarannya terhadap realita.

Itu mengapa kebaikan akal harus selaras dengan kebaikan agama. Kebenaran Tuhan yang ada dalam ajaran agama adalah pembanding utama untuk seorang mengoreksi pemikirannya. Dan sesuatu yang baik dipandang oleh agama harus bersifat universal, menyeluruh kepada semua mahluk.

Karena sifat dasar agama adalah rahmatal lil alamin (ramat bagi seluruh alam) maka kebaikan-kebaikan yang dipandang baik oleh agama niscaya harus baik kepada semua pihak. Jika kebaikan yang dipandang oleh agama menimbulkan kerugian di salah satu pihak kemungkinan besar ada yang salah dalam pemaknaannya.

Ibnu Rasyd menawarkan motode takwil untuk memaknai kebenaran Tuhan yang dimuat dalam lembaran-lembaran teks kitab suci, menurutnya kitab suci seperti al-Qur’an memiliki keaneragaman makna secara lahiriah maupun batiniah sesuai dengan kapasitas kemampuan dan perbedaan bakat pembacanya.

Setiap orang bisa menghidupkan makna al-Qur’an sesuai versinya, itu mengapa metode takwil ditawarkan agar ada kesadaran akan keberagaman makna dalam al-Qur’an, sehingga para pembacanya bisa saling membuat interpretasi untuk memkompromikan pertentangan makna.

Selain itu al-Qur’an juga memiliki sifat yang sangat persuasif dan mampu diterima oleh semua orang. Akan lebih baik lagi jika sekiranya dalam memaknai al-Qur’an kita mempunyai semacam double movement (gerakan ganda) yaitu merumuskan visi al-Qur’an yang utuh kemudian menerapkan prinsip umum tersebut dalam situasi sekarang.

Maka, Itu sebabnya puncak intelektual seorang pembelajar (muridin) harus bisa menyeleksi kebaikan secara selektif. Akalnya harus selalu aktif sebelum melakukan tindakan. Hingga akhirnya ia bisa memilih salah satu dari kedua pilihan tersebut dengan benar. []

 

 

 

 

Tags: CendekiawanFilosofisIlmu PengetahuanIlmuwan MuslimpemikiranTokoh Inspiratif
Rizki Eka Kurniawan

Rizki Eka Kurniawan

Lahir di Tegal. Seorang Pembelajar Psikoanalisis dan Filsafat Islam

Terkait Posts

Konferensi Pemikiran Gus Dur
Aktual

Merawat Warisan Gus Dur: Konferensi Pemikiran Pertama Digelar Bersama TUNAS GUSDURian

20 Agustus 2025
Sejarah Perempuan dan
Hikmah

Mengapa Sejarah Ulama, Guru, dan Cendekiawan Perempuan Sengaja Dihapus Sejarah?

17 Juli 2025
Seksualitas Perempuan
Pernak-pernik

Membongkar Konstruksi Seksualitas Perempuan dalam Pemikiran Keagamaan

23 Juni 2025
Kekerasan Seksual di Dunia Akademik
Publik

Refleksi Filosofis atas Kekerasan Seksual di Dunia Akademik

18 April 2025
Menulis
Pernak-pernik

Menulis, Sebuah Pilihan Bagi Kita yang Bukan Anak Raja atau Anak Ulama Besar

21 Februari 2025
Riba
Personal

Menyingkap Pemikiran KH. Marzuki Wahid tentang Riba dalam Musyawarah Taqrib

17 Januari 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bon Appetit Your Majesty

    Gastrodiplomasi dalam Balutan Drama Bon Appetit Your Majesty

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah
  • Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?
  • Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah
  • Gastrodiplomasi dalam Balutan Drama Bon Appetit Your Majesty
  • Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID