• Login
  • Register
Jumat, 22 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Anne Azza Aly: Perempuan Muslim Pertama di Parlemen Australia

Ini kisah Anne Azza Aly, perempuan muslim pertama di parlemen Australia.

Mubadalah Mubadalah
25/07/2016
in Figur
0
Anne Azza Aly

Foto: thestringer.com.au

45
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ketika dia baru berusia dua tahun, pada tahun 1969 orang tuanya memutuskan untuk hijrah dari Mesir ke Australia, itulah latar belakang sekilas Anne Azza Aly. Terlahir dengan nama Azza Mahmoud Fawzi Hosseini Ali el Serougi, ia adalah perempuan muslim pertama di parlemen Australia. Ibunya seorang perawat sedangkan ayahnya seorang sarjana teknik Tapi memang tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan di negeri asing yang sesuai bidang mereka. Ayahnya terpaksa menjadi supir bis. Potret muram keluarga imigran.

Daftar Isi

    • Belajar di American University Cairo Hingga Jadi Anggota Parlemen
  • Baca Juga:
  • Lubna al-Qurtubi : Budak Perempuan Pejuang Literasi
  • Pahlawan Perempuan di Perang Uhud
  • Memahami Perempuan dalam Filsafat dan Tasawuf
    • Menjadi Pakar Terorisme

Belajar di American University Cairo Hingga Jadi Anggota Parlemen

Setelah tamat SMU, ayahnya memgirimkan dia kembali ke Mesir untuk mengenali akar budayanya. Anne Aly, nama gadis itu, malah memutuskan untuk mengambil kuliah 4 tahun di American University Cairo. Dia menikah dengan lelaki Mesir dan memiliki dua anak lelaki dari pernikahannya itu. Keluarga kecilnya ia bawa ke Australia. Namun setibanya mereka di Australia, kehidupan tidaklah mudah. Pasangan muda ini kemudian bercerai saat usia anak mereka 3 dan 1 tahun. Anne Aly kemudian harus sendirian menghidupi kedua anak kecilnya. Bekerja serabutan siang malam hanya untuk menggenapi $400 agar bisa bertahan hidup selama dua minggu.

Anne Aly mengenang dengan getir masa-masa kelam itu. Kini ia seorang Professor di Edith Cowan University, Western Australia, yang baru saja terpilih sebagai anggora parlemen di Australia. Anne bercerita bagaimana sejarah yang ia baru ciptakan sebagai perempuan muslim pertama di DPR Australia itu diraih dengan susah payah. Tak ada cerita sukses tanpa kepedihan. Sebelum terjun ke dunia parlemen, Anne Azza Aly selain mengajar di kampus juga bekerja di bidang Kebijakan Urusan Pendidikan dan Multikultural untuk Pemerintah Australia Barat.

Di samping menghidupi kedua anak kecilnya itu, kenang Anne, ia memutuskan mengambil program Master. Dasar perempuan cerdas, dia selesaikan tesisnya hanya dalam 9 bulan. Ia sempat menikah kedua kalinya, namun sekali lagi pernikahan itu gagal. Dia mengambil program Ph.D dan menyelesaikan disertasinya kurang dari dua tahun. Anne mengambil tema soal terorisme. Perlahan namanya mulai dikenal sebagai pakar dalam dunia akademik. 4 buku dan puluhan jurnal artikel sudah ia hasilkan. Tahun 2015 yang lalu ia meraih posisi sebagai Guru Besar. Kehidupannya berubah. Kini dalam usia 49 tahun, dia tengah berada di puncak karirnya.

Kedua anaknya kini berusia dua puluhan tahun. Dia meminta maaf karena sebagai single mother, dia mengakui tidak bisa menghadirkan sosok ayah yang ideal untuk kedua anaknya. Kedua anaknya yang tahu benar bagaimana perjuangan sang ibu membesarkan mereka, menjawab :”kami sudah memiliki sosok ideal itu di dalam dirimu, Ibu!”

Baca Juga:

Lubna al-Qurtubi : Budak Perempuan Pejuang Literasi

Pahlawan Perempuan di Perang Uhud

Memahami Perempuan dalam Filsafat dan Tasawuf

Menjadi Pakar Terorisme

Professor Anne Azza Aly terus bepergian ke luar negeri diundang banyak pihak, termasuk Presiden Obama pun pernah mengundangnnya untuk presentasi mengenai terorisme di Gedung Putih. Bagi Anne Aly ini sangat personal. Ia melihat banyak anak imigran Muslim yang termarjinalkan oleh masyarakat barat dan berpotensi menjadi radikal. Ia tak ingin kedua anaknya mengalami hal yang sama. Ia juga memutuskan untuk menikah ketiga kalinya empat tahun yang lalu. Kegagalan masa lalu bukan berarti ia kini tidak berhak bahagia. Kehidupan terus berjalan –apapun komentar negatif orang lain.

Semakin tinggi pohon semakin banyak angin yang menerpanya. Anne Azza Aly dikritik dari berbagai penjuru. Dia misalnya dikritik oleh kelompok Muslim karena ia tidak memakai hijab sehingga tidak dianggap sebagai representasi umat. Sementara kelompok anti Islam mengirimkan ancaman mati kepadanya karena banyak tulisannya yang mengkritisi kebijakan pemerintah menangani masalah Islam dan terorisme. Para kolumnis seperti Andrew Bolt menyerang kredibilitas Anne Aly setelah ia memutuskan bertarung di Pemilu. Setiap jengkal info tentangnya terus digali untuk menghancurkannya. Kursi yang dibidiknya semula milik Luke Simpkins yang sangat negatif memandang Islam. Siapa yang menduga ternyata Luke Simpkins kalah suara dan sekarang kursi DPR itu diduduki oleh Anne Aly.

Kemarin (22 Juli 2016) saya hadir mengikuti presentasi Anne Aly dalam Konferensi Tahunan Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan The Castan Centre for Human Rights Law, Monash University. Ia pembicara yang baik, jernih dan kalem. Dengan jujur Anne mengakui risetnya saat ini lebih banyak mengurai berbagai pertanyaan ketimbang menyajikan jawaban. Persoalan Islam dan terorisme memang sangat kompleks, Tak pelak kehadiran seorang pakar seperti beliau di Parlemen akan membuat perdebatan semakin seru. Paling tidak, kini ada suara seorang perempuan Muslim yang harus didengar oleh semua anggota DPR dan rakyat di Australia.

Anne Aly telah menunjukkan bahwa kita harus menilai gagasan dan prestasi orang lain, bukan malah mempersoalkan latar belakangnya yang seorang perempuan imigran Muslim yang tak berhijab serta kawin-cerai. Suka atau tidak suka, faktanya kini Anne Aly seorang Professor dan anggota Parlemen di Australia. Kontribusi dan gagasannya kini dinanti oleh semua pihak, baik yang membenci atau yang telah memilihnya.

Jauh setelah waktu awal artikel ini ditulis, Anne Azza Aly kini diangkat sebagai Menteri Pendidikan Anak Usia Dini dan Menteri Pemuda di bawah kabinet Perdana Menteri Anthony Albanese.

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School

Tags: Islam dan NegaraPerempuan Muslim
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Dukungan Kiai Sahal

Dukungan Kiai Sahal terhadap Kiprah Nyai Nafisah

22 September 2023
Mahnaz Afkhami

Perjalanan Mahnaz Afkhami dalam Advokasi Hak-Hak Perempuan

22 September 2023
Pejuang Nahdlatul Ulama

Selamat Jalan Pejuang Nahdlatul Ulama Prof Dr Sri Mulyati MA

21 September 2023
Perkembangan Budaya

Putri Ong Tien dan Perkembangan Budaya di Cirebon

18 September 2023
Nyai Hj Dlomroh Lirboyo

Nyai Hj Dlomroh Lirboyo: Bagai Sayyidah Khadijah dari Tanah Kediri

7 September 2023
Prinisp Islam Disabilitas

Prinsip Islam tentang Disabilitas Menurut KH. Afifuddin Muhajir

1 September 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Penari Perempuan Sunda

    Ronggeng Gunung: Hakikat Penari Perempuan Sunda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lagu Satu-Satu: Pentingnya Berdamai dengan Diri Sendiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Mubadalah dalam Hadis Jihad Perempuan di Dalam Rumah Tangga 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Selamat Jalan Pejuang Nahdlatul Ulama Prof Dr Sri Mulyati MA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dukungan Kiai Sahal terhadap Kiprah Nyai Nafisah
  • Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu
  • Ronggeng Gunung: Hakikat Penari Perempuan Sunda
  • Buku Bapak Tionghoa Nusantara: Ini Alasan Gus Dur Membela Orang Tionghoa
  • Perjalanan Mahnaz Afkhami dalam Advokasi Hak-Hak Perempuan

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist