• Login
  • Register
Rabu, 8 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Apa Saja Bekal Anak Sebelum Mondok di Pesantren?

Mengirim anak ke pesantren bukan perkara mudah. Perlu dialog dua arah dengan anak dalam mengambil keputusan

Lizza Laelatul Izzah Zaen Lizza Laelatul Izzah Zaen
22/10/2021
in Keluarga
0
Mondok

Mondok

123
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – 22 Oktober menjadi momentum perayaan Hari Santri Nasional. Banyak orang ikut memperingati Hari Santri ini dengan beragam cara. Mulai dari memasang twibon Hari Santri Nasional hingga rangkaian acara seperti khatmil qur’an, sholawatan dan beragam kegiatan lainnya. Saya sendiri mencoba merayakannya dengan menulis pengalaman saya mondok, dan sebagai alumni pesantren.

Perayaan Hari Santri tidak hanya diucapkan oleh kalangan santri saja. Maksud saya di sini, orang yang tidak pernah mondok di pesantren pun banyak yang menyambut hangat peringatan Hari Santri ini, dan ikut memasang twibon Hari Santri Nasional. Sejatinya, siapa saja memang bisa menjadi santri tanpa harus mondok di pesantren bertahun-tahun.

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), santri merupakan orang yang mendalami agama Islam. Selain itu, santri juga didefinisikan sebagai orang yang beribadat sungguh-sungguh atau orang yang saleh. Jadi, kalau merujuk pada KBBI, sebenarnya siapapun orang yang mendalami agama Islam melalui media apapun, entah ngaji online, pengajian rutinan (mingguan, bulanan hingga tahunan) juga bisa dikatakan sebagai santri, tidak melulu mondok di pesantren. Perkembangan zaman saat ini mempermudah masyarakat belajar dengan beragam media.

Namun, memang tidak dipungkiri, belakangan banyak sekali lembaga pendidikan yang memasukkan unsur agama Islam sebagai kurikulum pendidikannya, selain madrasah. Banyak sekolah berlabel IT (Islam Terpadu) mulai bermunculan. Hal ini seolah merespon kebutuhan masyarakat akan pendidikan agama Islam untuk anak-anak.

Masyarakat di kampung saya juga cukup banyak yang mengirimkan anak-anak mondok di pesantren. Beberapa waktu yang lalu, anak-anak di kampung saya dikirim ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur dengan rombongan bis para santri lainnya. Ini menandakan memang keberadaan pesantren di tengah era modern masih diminati masyarakat.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Kaum Santri; Ashabul Kahfi Masa Kini
  • Menjawab Problem Ekologi Melalui Konsep Baiti Jannati
  • Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan
  • Bermubadalah, Perspektif Baru Tata Kelola Sampah

Baca Juga:

Kaum Santri; Ashabul Kahfi Masa Kini

Menjawab Problem Ekologi Melalui Konsep Baiti Jannati

Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

Bermubadalah, Perspektif Baru Tata Kelola Sampah

Sayangnya, tidak semua anak yang pergi mondok di pesantren bisa bertahan lama. Hal ini disebabkan oleh tidak kerasan, masalah ekonomi keluarga dan kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru dan faktor lainnya. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk membekali anak sebelum pergi ke pesantren.

Pertama, orangtua perlu sounding atau menyuarakan kepada anak jauh-jauh hari terkait tawaran mengirim anak pergi mondok ke pesantren.  Sampaikan juga apa tujuan orangtua mengirim anak ke pesantren serta keuntungan yang bisa didapat oleh anak. Jangan menawarkan secara mendadak, karena anak butuh ruang dan waktu untuk berpikir.

Kedua, mempersiapkan pengetahuan dasar untuk anak seperti, baca tulis Al-Qur’an. Apabila anak hendak dikirim ke pesantren salaf, maka hendaknya anak sudah dibekali kemampuan menulis abjad pegon. Apabila anak hendak dikirim ke pondok pesantren modern, maka penting sekali membekali anak dengan kemampuan berbahasa Arab dan Inggris level dasar.

Hal ini perlu dipersiapkan agar anak mudah beradaptasi dengan kurikulum yang tersedia di pesantren. Apabila pengetahuan dasar yang dimiliki masih belum cukup. Hendaknya pilihlah pesantren dengan jumlah santri tidak melebihi 100 agar anak tersebut mendapatkan bimbingan intensif dari para ustad/za secara langsung.

Pengalaman saya mondok dulu, ada teman saya pindahan dari SMA, waktu itu ia tidak bisa baca tulis Al-Qur’an. Teman saya akhirnya harus satu kelas dengan anak-anak SMP yang masih belum lancar baca tulis Al-Qur’an. Walhasil, teman saya merasa malu dan sulit beradaptasi dengan kurikulum pesantren. Di sisi lain, jumlah santri yang banyak membuat teman saya sulit mendapatkan perhatian secara khusus untuk meningkatkan kemampuan belajarnya.

Ketiga, mempersiapkan finansial orangtua untuk biaya mondok anak di pesantren. Perihal keuangan ada biaya SPP, Uang Gedung dan biaya bulanan untuk kebutuhan sehari-hari anak selama di pesantren. Orang tua sudah harus mulai melakukan riset beberapa pesantren yang ingin dituju. Dengan demikian, orangtua bisa mengetahui berapa uang pendidikan yang dibutuhkan.

Perihal biaya hidup sehari-hari, orang tua juga bisa bertanya-tanya kepada wali santri atau pengurus pondok pesantren berapa rata-rata biaya pengeluaran santri sehari-hari. Hal ini penting dilakukan agar orang tua dari jauh-jauh hari bisa menyiapkan biaya serta mempertimbangkan pesantren mana yang akan dipilih sesuai kemampuan finansial orang tua.

Tidak dipungkiri biaya mondok beberapa pesantren memang tidak murah. Beberapa pesantren besar dan maju ada baiknya mulai gencar membuka program beasiswa untuk santri yang kurang mampu. Hal ini sebagai upaya memberikan akses pendidikan berkualitas yang merata untuk anak-anak kurang mampu. Dengan demikian, santri-santri berprestasi tidak hanya dari kalangan orang berada saja dan tidak hanya bisa dinikmati ‘keluarga pesantren’ saja.

Keempat, penting sekali membekali anak dengan life skill yang dibutuhkan untuk kemandirian anak. Life skill tersebut diantaranya kemampuan beradaptasi dengan lingkungan baru dengan beragam latar belakang. Hal ini karena di pesantren, ada santri dari beragam daerah dan karakter. Anak harus diajarkan berbagi ruang dengan orang lain serta menyikapi perbedaan yang terjadi. Biasakan anak di rumah berbaur dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Bekali anak kemampuan menyampaikan pendapat agar anak mampu menyampaikan keluh kesah selama hidup di pesantren. Baik anak laki-laki dan perempuan juga diajarkan bagaimana mencuci baju, piring dan menjaga kebersihan. Termasuk mengatur keuangan sedini mungkin. Hal ini perlu dilakukan agar selama anak di pesantren tidak boros dalam menggunakan uang.

Kelima, kesiapan hati orang tua melepas anak mondok juga penting. Hal ini perlu dilakukan agar orangtua tidak goyah dan mampu menguatkan hati anak ketika merasa tidak kerasan di pesantren. Orang tua tidak boleh mudah goyah mendengar tangisan anak. Sekali, dua kali anak mengeluh ingin pulang, tidak harus menuruti keinginan anak saat itu juga. Beri jeda beberapa waktu, karena bisa jadi anak masih butuh waktu untuk beradaptasi.

Keenam, tanyakan kembali kepada anak apakah anak menerima tawaran untuk mondok di pesantren dengan sukarela. Pastikan anak menerima dengan sepenuh hati tanpa tekanan dan murni kemauan sendiri, bukan paksaan. Jika anak menolak tawaran, jangan kecewa. Bagaimanapun anak punya kehendak sendiri.

Mengirim anak mondok ke pesantren bukan perkara mudah. Perlu dialog dua arah dengan anak dalam mengambil keputusan. Sebagai orang tua, kita tidak boleh egois, perlu mendengarkan terlebih dahulu apa yang dibutuhkan dan diinginkan anak.

Apapun pilihan anak, orang tua perlu mendukungnya. Cara anak dalam memilih merupakan proses belajar anak dalam mengambil keputusan dan kita perlu mengapresiasinya. Bagaimanapun anak punya kehidupan sendiri, apalagi anak remaja butuh didengarkan dan dimengerti, apalagi jika anak sudah tumbuh dewasa, kita perlu menghargai segala keputusannya. []

Tags: dialogHari Santri NasionalparentingPondok PesantrenSantriSantriwatiTradisi Pesantren
Lizza Laelatul Izzah Zaen

Lizza Laelatul Izzah Zaen

Ibu rumah tangga anak satu, alumni Antropologi 2011, Universitas Brawijaya. Aktif sebagai anggota komunitas Wadon Dermayu Menulis (Waderlis) tercinta. Alumni Workshop Kepenulisan di Puan Menulis.

Terkait Posts

Baiti Jannati

Menjawab Problem Ekologi Melalui Konsep Baiti Jannati

5 Februari 2023
Kehidupan Rumah Tangga

Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga

4 Februari 2023
Peran Ayah bagi Anak Perempuan

Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya

2 Februari 2023
Kesehatan Calon Pasangan

Pentingnya Mengetahui Kesehatan Calon Pasangan Sebelum Menikah

31 Januari 2023
Makanan Penambah Darah

Makanan Penambah Darah untuk Ibu Hamil Berdasarkan Kearifan Lokal Indonesia

26 Januari 2023
Toxic Parents

Toxic Parents dan Akibatnya pada Pengasuhan Anak

26 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Childfree

    Childfree: Hukum, Dalil, dan Penjelasannya dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lagu We Will Rock You dalam Satu Abad NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bagaimana Hukum Suami Mengasuh Anak?
  • Kampung Adat Kranggan, Masih Eksis di Pinggiran Ibu Kota
  • Umm Hisyam Ra Menghafal Al-Qur’an Langsung dari Lisan Nabi Saw
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber
  • Kisah Saat Nabi Muhammad Saw Memuji Orang Kafir Karena Karyanya

Komentar Terbaru

  • Pemikiran Keislaman di Malaysia dan Indonesia pada 6 Tips Berdakwah Ala Nyai Awanilah Amva
  • Menghidupkan Kembali Sikap Saling Melindungi pada Impak Islamisasi di Malaysia: Tudung sebagai Identiti Muslimah Sejati dan Isu Pengawalan Moraliti Perempuan
  • Harapan Lama kepada Menteri PPPA Baru - Mubadalah pada Budaya Patriarki Picu Perempuan Jadi Mayoritas Korban Kekerasan Seksual
  • Menjadi Perempuan Pembaru, Teguhkan Tauhid dalam Kehidupan pada Bagaimana Hukum Menggunakan Pakaian Hingga di Bawah Mata Kaki?
  • Wafatnya Mbah Moen Juga Dirasakan Semua Umat Beragama - Mubadalah pada Fahmina Institute Terapkan Prinsip Mubadalah dalam Organisasi
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist