• Login
  • Register
Sabtu, 12 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Belajar Toleransi dari Kasus TOA Masjid

Toleransi aktif mensyaratkan adanya komunikasi, kebersamaan dan kerjasama. Dari syarat tersebut, sesungguhnya sikap toleransi tidak terlepas dari adanya unsur kesalingan yang dilakukan secara timbal balik (resiprokal) dan terus menerus

Yulinar Aini Rahmah Yulinar Aini Rahmah
26/02/2022
in Publik, Rekomendasi
0
Ibu Kota Negara Baru: Maslahat atau Mafsadat?

Toa Masjid

223
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kasus protes terhadap penyalahgunaan toa masjid pernah terjadi pada tahun 2021 lalu. Meski hanya sedikit kasus, namun  kasus tersebut diblow up sedemikian rupa hingga informasi dan kronologinya menjadi simpang siur.

Pelakunya adalah seorang sopir pribadi warga perumahan yang meminta DKM (Dewan Kemakmuran Masid) yang berada di luar kompleks perumahan tersebut untuk mengecilkan volume dan mengubah letak toa. (https://www.liputan6.com/news/read/4562943/protes-suara-toa-masjid-warga-di-tangerang-minta-maaf).

Sebelumnya juga, ramai kasus artis Zaskia Adya Mecca mengkritik tetangganya yang membangunkan sahur menggunakan toa dengan cara yang menurutnya kurang baik. (https://news.detik.com/berita/d-5543815/kritik-bangunkan-sahur-teriak-di-toa-masjid-viral-zaskia-mecca-buka-suara).

Pada tahun 2018 silam, pernah juga terjadi kasus pemrotesan volume azan dalam toa masjid yang terlalu keras oleh  soerang warga di Sumatera Utara (https://www.suara.com/partner/content/kriminologi/2018/08/22/195159/meiliana-dihukum-karena-protes-suara-masjid-amnesty-itu-represif).

Yang menjadi menarik, pelaku protes dalam kasus tersebut tidak satu pihak (non muslim) saja tapi juga dari pihak muslim. Ini artinya, penggunaan toa masjid memang perlu dilakukan evaluasi ulang mengapa hingga menimbulkan protes dari banyak kalangan.

Baca Juga:

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Merawat Toleransi, Menghidupkan Pancasila

Pentingnya Menanamkan Moderasi Beragama Sejak Dini Ala Gus Dur

Peraturan tentang penggunaan toa masjid telah ada sejak tahun 1978 yang tertuang dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No.KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushola.

Namun beberapa hari yang lalu, Menteri Agama mengeluarkan edaran tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Keluarnya surat edaran Menteri Agama tersebut bertujuan untuk memperkuat peraturan yang pernah ada. Hal ini disampaikan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag RI pada zoominar Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI (Selasa, 22 Februari 2022).

Surat Edaran Menteri Agama NO SE 05 TAHUN 2022 berisikan 5 poin penting. Pertama, tentang penjelasan umum terkait jenis pengeras suara dalam masjid atau musala dan tujuan penggunaannya. Kedua. tentang bagaimana prosedur pemasangan pengeras suara yang benar. Ketiga, tentang tata cara penggunaan pengeras suara. Keempat tentang persyaratan kualitas dan kelayakan suara yang akan disampaikan melalui pengeras suara. Kelima tentang pembinaan dan pengawasan.

Dalam pengantarnya, Menteri Agama melalui surat ini menyebutkan bahwa penggunaan pengeras suara di masjid atau musala merupakan kebutuhan umat Islam sebagai media syiar. Namun dalam waktu yang bersamaan umat Islam hidup berdampingan dengan umat lain.  Dalam hal ini diperlukan adanya upaya harmoni sosial. Membaca pengantar tersebut, sekilas kita dapat membaca bahwa arah tujuan dari dikeluarkannya edaran ini adalah dalam rangka menumbuhkan sikap toleransi terhadap umat lain.

Dari topik ini, saya teringat tentang definisi toleransi yang menarik dari seorang Stand Up Comedy kontroversial, Coki Pardede.  Dalam podcast Deddy Corbuzier, Coki menyampaikan, “Pada saat kita membiarkan orang lain menjalankan haknya, ini bukan toleransi tetapi hal yang sudah sewajarnya namun pada saat seharusnya itu hak kita dan kita berhak menolak tapi kita dengan sengaja membiarkan itu dan memberikan hak kita, inilah toleransi”.

Secara teoritis, definisi toleransi yang dikemukakan oleh Coki sejalan dengan definisi toleransi pasif dan toleransi aktif yang dirumuskan oleh Kementerian Agama dalam buku berjudul “Moderasi Beragama”. Apa yang disebut Coki sebagai sesuatu hal yang sewajarnya merupakan toleransi pasif dalam terminologi teoritis Kementerian Agama.

Toleransi pasif adalah sebuah sikap sekadar menghargai dan menghormati seseorang yang berbeda. Sedangkan apa yang disebut Coki dengan toleransi merupakan definisi toleransi aktif dalam terminologi teoritis Kementerian Agama.

Dalam buku “Moderasi Beragama” tersebut juga ditekankan bahwa toleransi aktif merupakan toleransi sejati yang perlu diupayakan. Toleransi aktif mensyaratkan adanya komunikasi, kebersamaan dan kerjasama. Dari syarat tersebut, sesungguhnya sikap toleransi tidak terlepas dari adanya unsur kesalingan yang dilakukan secara timbal balik (resiprokal) dan terus menerus.

Menahan dan merelakan, setidaknya dua kata kunci bagi dua “yang berbeda”. Bagi mereka yang keperluan, sebaiknya sekuat tenaga mampu menahan diri agar keperluannya tersebut tidak sampai harus menganggu hak mereka yang lain. Bagi mereka yang haknya harus dikorbankan demi keperluan mereka yang lain, maka jalan terbaik adalah merelakan hak tersebut. Kesalingan inilah yang selanjutnya akan menumbuhkan harmonisasi antar dua yang berbeda.

Melalui edaran ini, saatnya umat muslim bertoleransi dengan menahan diri untuk tidak mengakuisisi keperluannya sebagai keperluan yang selalu harus diutamakan dengan tidak memandang hak yang lain. Bagaimanapun, kebebasan manusia terbatasi oleh kebebasan manusia yang lain.

Selama ini umat lain yang hidup ditengah umat Islam telah merelakan hak ruang dengar mereka diisi dengan suara-suara toa untuk kepentingan umat Islam. Menteri Agama barangkali ingin mengajak umat Islam untuk menyudahi toleransi sepihak yang selama ini terjadi.

Maka dimulai dari diedarkannya surat Menteri Agama ini, mari kita bersama-sama berusaha merubah kebiasaan yang selama ini dianggap sebuah permakluman di kalangan internal umat Islam sendiri. Jika umat lain bisa bertoleransi dalam kasus toa masjid ini, maka mengapa kita tidak juga berinisiatif membalas toleransi mereka dengan cara ini? []

 

 

 

Tags: Moderasi BeragamaToa Masjidtoleransi
Yulinar Aini Rahmah

Yulinar Aini Rahmah

Terkait Posts

Perempuan dan Pembangunan

Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

12 Juli 2025
Isu Disabilitas

Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

12 Juli 2025
Negara Inklusi

Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Humor Kepada Difabel

Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

10 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Negara Inklusi

    Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam dan Persoalan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama
  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan
  • Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas
  • Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID