• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Dalam Fikih, Buruh Terbagi Menjadi Dua Jenis

Berbeda halnya dengan ajir am, buruh atau pekerja dalam konteks ini lebih longgar, dengan kata lain diperbolehkan bekerja pada orang lain selama jam atau tugasnya sudah diselesaikan dengan baik

Redaksi Redaksi
05/07/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Buruh

Buruh

844
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jika merujuk pandang fikih, buruh (ajir) dibagi dalam dua bagian, yaitu ajir khas dan ajir am. Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah mendefinisikan ajir khas dan ajir am sebagai berikut:

“Ajir khas adalah orang yang dipekerjakan dengan waktu yang diketahui agar bekerja dalam waktu yang sudah disepakati”.

“Ajir musytarak adalah orang yang bekerja untuk banyak orang dan mereka semua yang membeli jasanya, seperti pencelup kain, penjahit, tukang besi, tukang kayu, dan tukang setrika.”

Perbedaan menyolok antara ajir khas dan am terletak pada masalah “majikan”. Dalam ajir khas, mereka cenderung pada posisikan sebagai buruh yang bekerja hanya pada satu majikan.

Di samping itu, selama rentang waktu yang sudah disepakati, ajir khas tidak diperbolehkan bekerja pada orang lain. Meski hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama fikih.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Mewujudkan Fikih yang Memanusiakan

Berbeda halnya dengan ajir am, buruh atau pekerja dalam konteks ini lebih longgar, dengan kata lain diperbolehkan bekerja pada orang lain selama jam atau tugasnya sudah diselesaikan dengan baik, meski hal ini pun masih debatable di kalangan ahli fikih.

Manusia Terhormat

Jika dipandang dari aspek sosial Islam, buruh merupakan bagian dari alam yang berwujud manusia. Pada sisi ini, manusia adalah obyek penghormatan dari Allah SWT.

Setiap manusia dengan separangkat sifatnya, sama-sama mendapatkan penghormatan dari Allah SWT. Meskipun berbeda warna kulit, etnis, ras, daerah, dan nasabnya. Allah menjelaskan dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 97:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman. Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. an-Nahl ayat 97)

Ayat tersebut menjadi tolok ukur bahwa Islam selalu menempatkan manusia dalam posisi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, ras, bangsa dan suku.

Begitu juga dalam perburuhan, Islam menempatkan posisi majikan dan buruh dalam kedudukan yang setara, tidak membeda-bedakan satu sama lainnya. []

Tags: buruhfikihjenis
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Membebaskan Manusia

Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah

11 Juli 2025
Berkeluarga

Berkeluarga adalah Sarana Menjaga Martabat dan Kehormatan Manusia

10 Juli 2025
Perempuan sebagai Fitnah

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

10 Juli 2025
Film Horor

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

10 Juli 2025
Perempuan sebagai Fitnah

Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

10 Juli 2025
Istri

Kuasa Suami atas Tubuh Istri

10 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kopi yang Terlambat

    Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji
  • Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan
  • Berkeluarga adalah Sarana Menjaga Martabat dan Kehormatan Manusia
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID