• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Etika Media dalam Menggali dan Memberitakan Kasus Kekerasan Seksual

Dalam kasus kekerasan seksual, normalisasi ini bekerja dengan menggambarkan korban sebagai objek pasif yang lemah, namun dihasrati

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
02/09/2022
in Publik
0
Kasus Kekerasan Seksual

Kasus Kekerasan Seksual

388
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Media merupakan sarana untuk menggali informasi yang memiliki tanggung jawab sangat besar dalam perlindungan korban kejahatan, tak terkecuali korban kasus kekerasan seksual. Ada tuntutan pada awak media untuk bertanggungjawab dari mulai berburu data sampai memberitakannya. Bagaimana etika media dalam memberitakan kekerasan seksual?

Tak jarang media membombardir masyarakat dengan pemberitaan yang tidak memanusiakan korban dan tidak memperdulilan kode etik jurnalistik contohnya dengan memberikan judul atau tajuk berita secara klickbait. Alih-alih menginformasikan pengungkapan identitas ini malah membuat korban kasus kekerasan seksual malah mengalami trauma karena masyarakat semakin mengetahui permasalahan yang ia hadapi.

Menjadi korban atau penyintas kasus kekerasan seksual saja sudah menyakitkan, oleh sebab itu media perlu menginplementasikan penggalian data yang tidak menyakiti korban secara langsung maupun tidak langsung dengan memastikan pendekatan, pertanyaan dan sikap ketika menggali informasi kepadanya terkesan peduli, mencerminkan rasa hormat, dan menjunjung martabat dan hak asasi korban.

Daftar Isi

    • Langkah-langkah Memberitakan Kasus Kekerasan Seksual
  • Baca Juga:
  • Perayaan IWD 2023: Media Alternatif Perempuan Sepakat Perjuangkan Media Ramah Gender
  • Berkah Bertetangga dengan Sikap Saling, Bukan Paling
  • Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber
  • ‘Iddah Dalam Etika Mubadalah
    • Perlindungan Data Korban
    • Memilih Judul Berita
    • Stop Normalisasi Kekerasan

Langkah-langkah Memberitakan Kasus Kekerasan Seksual

Hal yang pertama adalah memastikan penggalian data dengan korban. Untuk menggali data dari kasus tersebut dengan memikirkan penggalian secara langsung atau tidak langsung dengan mempertimbangkan rasa trauma korban. Bahkan ketika dinyatakan sudah tidak trauma, masih perlu kita pikirkan matang agar tidak terjadi retraumatisasi akibat cerita yang penuh penggambaran.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu adanya persetujuan dari korban atau penyintas. Dengan mempertimbangkan keamanan dan kenyamanannya termasuk privasi, dan bagian mana saja yang tidak terungkapkan dalam pengambilan data.

Dengan mempertimbangksn hal tersebut, dapat menghindari ancaman keselamatan jika kemungkinan ada pihak yang merasa rugi. Akibat munculnya pengakuan korban ke ranah publik. Dengan demikian ia akan merasa terlindungi dan merasa berdaya kembali setelah berbagi kisahnya.

Baca Juga:

Perayaan IWD 2023: Media Alternatif Perempuan Sepakat Perjuangkan Media Ramah Gender

Berkah Bertetangga dengan Sikap Saling, Bukan Paling

Mengenal Party Pooper, Melihat Perilaku Para YouTuber

‘Iddah Dalam Etika Mubadalah

Perlindungan Data Korban

Pentingnya perlindungan privasi korban kejahatan seksual pun sudah tertuang dalam kode etik jurnalistik. Salah satu pasal di dalamnya berbunyi “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”. (pasal 5).

Jika masih belum jelas akan pasal tersebut, ada tafsirannya mengenai maksud identitas dalam pasal tersebut, bahwa “Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.”  Artinya, identitas itu bisa berupa foto wajah, alamat rumah, nama  sekolah, nama kantor atau nama orang tuanya. Lain halnya jika mendapat perdetujuan.

Setelah mempertimbangkan itu semua, dalam mewawancarai korban hindari pertanyaan yang melukai atau menyudutkan korban seperti :

– Mengapa anda tidak melakukan perlawanan? Seharusnya bla bla bla
– Bagaimana anda berpakaian pada saat itu?
– Bagaimana perasaan anda sebagai perempuan yang terenggut kesuciannya?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut sungguh menimbulkan kesesatan cara berpikir. Hilangkan mindset bahwa korban tidak berusaha untuk melawan saat ia terlecehkan secara seksual. Karena bisa saja korban mengalami tonic immobility.

Jangan menggali informasi tanpa bersikap peduli, pertanyaan yang memanusiakan korban dapat berupa :
– “Apakah anda bisa menceritakan yang sebelumnya terjadi dan sesudah terjadi kekerasan tersebut?”
– “Lalu apa yang anda lakukan setelah mengalami hal tersebut?”
– “Bantuan apa yang anda butuhkan?”
– “Adakah harapan yang ingin anda sampaikan setelah mengalami hal tersebut?”

Memilih Judul Berita

Selanjutnya yang sama pentingnya adalah pemilihan judul berita, Judul berita yang seharusnya mencerminkan bagaimana media mendeskripsikan pelaku, korban, serta pemerkosaan tak jarang ditampilkan secara vulgar dan sensasional.

Seperti yang ditemukan dalam berita Palapanews.com dengan judul, “Gadis 14 Tahun Digagahi Empat Pria Secara Bergilir”. Di sini, kata “digagahi” menunjukkan bahwa perkosaan adalah suatu tindakan yang menunjukkan kejantanan maskulin. Tambahan lagi kata “gadis” usia 14 tahun dan “secara bergilir”, membangkitkan imaji pembaca pada suatu bayangan cabul tentang hubungan seksual beramai-ramai.

Fenomena tersebut sejalan dengan pendapat Michael Foucault, bahwa memahami bahasa atau teks sebagai alat kekuasaan. Kekuasaan dalam hal ini bukan milik raja, presiden, negara adikuasa, atau oleh pemimpin media sekalipun. Dia menjelaskan bahwa kekuasaan adalah strategi, ia tidak bekerja melalui penindasan atau represi, melainkan melalui bahasa dan budaya. Strategi ini berupa “normalisasi” nilai-nilai dominan atau dengan melekatkan citra tertentu pada realitas sosial.

Stop Normalisasi Kekerasan

Dalam kasus kekerasan seksual, normalisasi ini bekerja dengan menggambarkan korban sebagai objek pasif yang lemah, namun dihasrati. Seperti contohnya pada judul berita di atas. Penggambaran tersebut dengan melekatkan predikat seperti “cantik”, “gadis”, atau atribut yang korban kenakan, seperti “pakaian seksi”, “baju terbuka” bahkan “berhijab” sekalipun.

Predikat-predikat ini menempel untuk menggambarkan bahwa korban “mengundang secara seksual” dan biasanya pelaku tergambarkan sebagai subjek aktif yang dominan, dan hasrat yang mengendalikannya.

Hal-hal tersebut jangan sampai mendarah daging dan beranak pinak dalam media, yang khawatir nanti menghasilkan budaya yang mewajarkan kasus kekerasan seksual. Bahwa nafsu birahi laki-laki adalah sesuatu yang normal, sehingga apabila laki-laki memperkosa perempuan, maka itu adalah kenormalan seksualnya.

Tags: EtikaJurnalistikKasus Kekerasan SeksualKode Etikmediapenyintas
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Sepak Bola Indonesia

Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

1 April 2023
Keberkahan Ramadan, Kemerdekaan Indonesia

Kemerdekaan Indonesia Bukti dari Keberkahan Ramadan

31 Maret 2023
Konsep Ekoteologi

Konsep Ekoteologi; Upaya Pelestarian Alam

30 Maret 2023
Kasih Sayang Islam

Membangun Kasih Sayang Dalam Relasi Laki-laki dan Perempuan Ala Islam

29 Maret 2023
Ruang Anak Muda

Berikan Ruang Anak Muda Dalam Membangun Kotanya

29 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Prinsip Kasih Sayang Itu Timbal Balik

28 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sarana Menikah

    Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist