• Login
  • Register
Kamis, 21 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Kerentanan Psikologis, Kekerasan dan Peran Media Terhadap Citra Perempuan

Dampak paling sulit teridentifikasi dari kekerasan adalah kerentanan psikologis. Hingga saat ini masalah psikologis masih tabu masuk dalam pembahasan

Anita Maria Supriyanti Anita Maria Supriyanti
14/08/2023
in Personal
0
Kerentanan Psikologis

Kerentanan Psikologis

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Psikologis sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan pola hidup, salah satu faktor yang sangat berdampak terhadap psikologis adalah Kekerasan. Kekerasan apa pun bentuknya pasti berdampak terhadap fisik dan psikologis korbannya.

Kabar buruknya, dampak paling sulit teridentifikasi dari kekerasan adalah kerentanan psikologis. Hingga saat ini masalah psikologis masih tabu masuk dalam pembahasan. Padahal masalah psikologis memberi dampak luar biasa terhadap keberlangsungan hidup baik secara pribadi maupun sosial.

Selama ini pemahaman mengenai kekerasan selalu dipandang sebagai suatu hal yang keras, kasar dan menyakiti secara fisik. Cara pandang seperti ini mengesampingkan bentuk kekerasan lainnya yang tidak terlihat secara nyata. Sehingga anggapan terhadap kekerasan psikologis dan verbal bukanlah sebuah kekerasan dan hal ini dianggap biasa atau normal.

Akibatnya kekerasan non fisik tidak pernah menjadi perhatian khusus. Selain itu rendahnya pemahaman terhadap kesehatan mental, berdampak pada kesalahan tafsir terhadap masalah mental. Sehingga menganggap persoalan kerentanan psikologis sebagai suatu hal yang lekat dengan spiritualitas dan kekuatan supranatural.  Dengan kata lain masalah gangguan mental dianggap bukan kondisi medis yang memerlukan pertolongan profesional.

Dampak Kekerasan Terhadap Psikologis

Tidak jarang, korban kekerasan mengalami yang kerentanan psikologis akibat kekerasan yang terjadi justru menjadi pribadi yang semakin rentan. Hal ini terjadi karena korban tidak mendapat dukungan sosial dari orang terdekatnya terutama keluarga. Jika sudah demikian korban kekerasan berpotensi besar mengalami kejahatan lainnya.

Baca Juga:

Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga

Perempuan Bukan Bidadari Surga

Pada Masa Nabi Muhammad Saw Banyak Perempuan yang Ikut Jihad Bela Negara

Artificial Intellegence dalam Perspektif Gender

Mbak Kalis Mardiasih dalam diskusi virtualnya pernah mengatakan “anak yang menjadi korban kekerasan sejak dini baik secara verbal, fisik, psikologi apalagi kekerasan seksual. Setelah dewasa akan menjadi pribadi yang merasa rendah diri, tidak berharga dan krisis jati diri dan konsekuensi buruk lainnya.”

Kekerasan tidak hanya menimpa kaum perempuan , hal ini juga terjadi pada laki-laki dengan persentase yang lebih kecil. Mengutip data dari website resmi KEMANPPPA setidaknya ada sekitar 16.150 perempuan yang menjadi korban kekerasan tahun 2022.

Data ini mungkin tidak setinggi data tahun 2021 yang mencapai 21.753 jiwa korban perempuan. Namun dari pengamatan sejak tahun 2017 angka kekerasan yang terjadi melesat tinggi dan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Dari data ini menunjukkan bahwa persoalan kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak  semakin menghawatirkan. Beberapa tahun lalu, di Medan terungkap kasus  pemerkosaan yang mengakibatkan seorang anak kecil terinfeksi HIV. ini menjadi satu dari sekian banyak tragedi kekerasan berbasis gender.

Kabar Pilu Tragedi Kekekerasan

Kasus kekerasan yang terjadi pada JS seolah mengulang kembali ingatan atas berbagai tragedi kekerasan seksual yang pernah terjadi terhadap anak dan perempuan. Berapa banyak pemberitaan mengenai kasus kekerasan dan pemerkosaan yang terjadi terhadap perempuan dan anak. Mulai dari ranah domestik hingga publik, seperti lembaga pendidikan bahkan juga tempat umum  seperti angkutan umum dan lain sebagainya.

Dari data yang tersaji sebelumnya itu merupakan kasus yang  terdata atau terungkap, entah bagaimana dengan korban-korban lainnya yang kasusnya tidak dilaporkan. Tidak sanggup rasanya jika harus mengingat kembali berbagai tragedi kekerasan dan pemerkosaan yang menimpa perempuan dan anak. Tapi yang jelas efek luar biasa yang timbul akibat perlakuan yang demikian jelas merusak secara psikis hingga sosial.

Berbagai upaya untuk mengatasi masalah kekerasan tentunya telah dilakukan salah satu kebijakan paling seksi yang dikeluarkan adalah dengan pengesahan UU TPKS. Kebijakan ini merupakan bentuk kebijakan yang berpihak kepada korban, hanya saja tinggal bagaimana implementasinya. Bicara kekerasan bukan saja perihal bagaimana memberi sanksi yang setimpal terhadap pelakunya ataupun bagaimana mencegah kekerasan dan membantu atau memulihkan korban.

Lebih dari pada itu, urgensi yang perlu kita paham adalah mengapa kekerasan masih terus terjadi? Mengapa begitu sulit untuk memutus rantai kekerasan? Entah itu bentuk kekerasan verbal, seksual, psikis, fisik dan lain sebagainya yang korbannya sudah pasti mayoritas perempuan.

Data dari KEMENPPPA menunjukkan bahwa bentuk kekerasan yang terjadi dominasinya adalah kasus kekerasan seksual dengan 7534 kasus, kekerasan psikis 6074 kasus dan kekerasan fisik  dengan 5817 kasus.

Data ini juga menunjukkan bahwa  angka kekerasan paling tinggi  justru terjadi dalam ranah privat atau dalam rumah tangga yang pelakunya ternyata adalah orang-orang terdekat dari korbannya seperti orang tua, keluarga, tetangga dan lain sebagainya.

Tempat ini yang seharusnya menjadi ruang paling aman bagi anak dan perempuan ternyata bukanlah ruang aman. Ada apa dengan perempuan sehingga selalu menjadi objek dan sasaran kekerasan?

Peran Media Dalam Membangun Citra Perempuan

Kabar terburuknya adalah bagaimana masyarakat dengan atau tanpa sadar menormalisasi tindak kekerasan untuk menjaga nilai dan norma yang berlaku. Inilah alasan paling sederhana mengapa kekerasan sulit terdeteksi dan menjadi kasus yang tidak terselesaikan.

Selain budaya kekerasan yang masih mengakar, faktor utama langgengnya kekerasan  terhadap perempuan adalah bagaimana  nilai  yang melekatkan terhadap perempuan melalui media.

Bagaimana peran media massa menggambarkan perempuan dalam televisi melalui sinema hiburan, surat kabar, tabloid dan sebagainya dengan karakter yang memunculkan streotipe tertentu. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung telah berperan untuk membentuk dan mensosialisasikan kekerasan dan nilai-nilai tertentu terhadap perempuan.

Contoh paling dekat  adalah bagaimana perempuan dalam film digambarkan secara berlebihan sebagai sosok yang tidak mempunyai pilihan, lemah, tidak berdaya. Sehingga perempuan selalu menjadi objek korban kekerasan bahkan juga dengan karakter sebaliknya. Di sinilah perempuan selalu menjadi karakter yang paling tersorot atau menjadi objek dan korban kekerasan ataupun sebagai pelaku dari tindak kejahatan.

Bagaimana media melalui film menggambarkan kehidupan perempuan kota dan desa yang tentunya saling bertolak belakang. Jika kehidupan kota identik dengan perempuan penggoda, PSK atau eksploitasi perempuan, narkoba, perampokan, pemerkosaan dan lain sebagainya.

Lalu desa sebagai lingkungan yang kental akan adat dan agamanya, kemiskinan, ketidakberdayaan dan berbagai ciri khas desa lainnya. Tanpa sadar ini menjadi paradigma dan nilai yang melekat terhadap perempuan, sehingga menimbulkan batas-batas tertentu dan citra diri tertentu terhadap perempuan.

Selain itu, ketika ada kasus kejahatan yang pelakunya perempuan, kebanyakan media lebih menyorot objek perempuannya, seolah tindak kejahatan adalah milik kaum laki-laki. Sehingga jika ada perempuan yang melakukannya menjadi trending topik yang cukup menghebohkan.

Sedangkan dalam kasus perempuan sebagai korban, perempuan tetap tersorot dengan kondisinya. Misalnya pada pemberitaan soal kasus pemerkosaan. Beberapa media yang menyorot dengan pemberitaan “perempuan cantik yang diperkosa..”. dengan demikian kesimpulannya adalah bahwa seorang perempuan mengalami perkosaan akibat kecantikannya.

Rendahnya Pemahaman yang Berperspektif Korban

Meski maksud dari informasi berita bermaksud untuk membangun simpati terhadap korban perempuan, tetapi secara tidak sadar ini justru melemahkan perempuan. Hal ini terjadi karena perempuan fokus menjadi objek dan melupakan si pelaku kejahatan. Untuk itu perlunya pemilahan diksi yang tepat dan berpihak kepada korban kekerasan.

Media sebagai sarana yang paling efektif untuk menyebarkan informasi yang mengandung nilai tertentu. Seharusnya media mampu menjadi ruang untuk membangun kesadaran dan melawan kekerasan yang secara nyata bahkan yang abstrak sekalipun.

Namun realitanya hingga sekarang tidak semua media yang menyadari bahwa mereka terlibat membangun stereotipe terhadap perempuan. Entah karena kepentingan komersial atau memang minimnya pengetahuan tentang kekerasan berperspektif korban. []

Tags: kekerasanKerentanan PsikologisKesehatan MentalLiterasi Media Sosialperempuan
Anita Maria Supriyanti

Anita Maria Supriyanti

Anita Maria Supriyanti panggil aja An biar ga repot, kadang suka nulis tapi lebih sering malas nulis. punya cita cita jadi penulis yang sok misterius.

Terkait Posts

Bidadari Surga

Perempuan Bukan Bidadari Surga

21 September 2023
Anak Perempuan Jawa

Anak Perempuan Jawa: Beban Orang Tua?

20 September 2023
Petugas SPBU Perempuan

Perempuan yang Meringkuk di Balik Regulasi

19 September 2023
Salat Perempuan

Mukenah Bukan Syarat Wajib Salat Perempuan

18 September 2023
Gotong Royong Warga

Gotong Royong: Upaya Membangun Solidaritas dan Kebersamaan Para Warga di Desa

18 September 2023
Alasan bertahan Hidup

Selalu Ada Alasan untuk Bertahan Hidup

16 September 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jihad Rumah Tangga

    Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Selamat Jalan Pejuang Nahdlatul Ulama Prof Dr Sri Mulyati MA

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bukan Bidadari Surga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Etika Sufi Ibn Arabi (2): Mendekati Tuhan dengan Merawat Alam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Artificial Intellegence dalam Perspektif Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Mubadalah dalam Hadis Jihad Perempuan di Dalam Rumah Tangga 
  • Selamat Jalan Pejuang Nahdlatul Ulama Prof Dr Sri Mulyati MA
  • Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga
  • Etika Sufi Ibn Arabi (2): Mendekati Tuhan dengan Merawat Alam
  • Jihad di Dalam Rumah Tangga Bersifat Resiprokal

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist