• Login
  • Register
Rabu, 9 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Yuk, Wujudkan Kesantunan Berkomentar di Media Sosial!

Kehidupan media sosial hari ini terasa ‘keras’ karena jempol netizen yang lihai dalam berkomentar. Siapa saja bisa menjadi pelaku dan korban karena komunikasi agresif tidak pandang bulu, umur, harta pun tahta

Fatimah Yusuf Fatimah Yusuf
16/10/2021
in Personal
1
Media Sosial

Media Sosial

537
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Saya masih ingat betapa tidak nyamannya menjadi terpinggirkan. Beberapa waktu lalu di sebuah grup WhatsApp, saya mendapati bahwa bahkan orang terdekat sekalipun bisa menyerang tanpa ampun. Jika penyerangan hanya sekali, maka lumayan mudah untuk ditoleransi. Namun, lain cerita bila hal tersebut kembali dan terus terjadi.

Warna interaksi di media sosial berupa agresi kian marak. Laporan dari Digital Civility Index (DCI) yang pernah rilis menyatakan tingkat kesopanan warganet Indonesia berada di peringkat terbawah se-Asia Tenggara. Seorang pengamat media sosial, Ismail Fahmi, kemudian mengemukakan pendapatnya bahwa masyarakat internet dapat lebih bebas berpendapat karena polarisasi.

Terbentuknya polarisasi disebabkan oleh paparan informasi selama berinternet hanya dari satu arah atau perspektif. Kehadiran media sosial tidak akan membuka wawasan masyarakat sebab diskusi sehat dan santun tidak memperoleh ruang (Wahid dan Fahmi, 2016). Pihak yang melakukan agresi merasa pantas melukai orang lain atas klaim kebenaran yang hanya sepihak.

Komunikasi agresif (verbal aggressiveness) menurut Infante dan Wigley (1986), merupakan komunikasi yang disampaikan seseorang dengan cara menyerang konsep diri orang lain. Tujuannya, agar pihak yang diserang merasakan sakit secara psikologis melalui pesan-pesan verbal. Hal itu dilakukan secara sengaja karena didasari oleh kebencian dan berada pada tataran individu.

Kumpulan individu yang melek internet atau netizen, menginterpretasi kenyataan untuk selanjutnya mengekspresikannya di media sosial. Komunikasi agresif ini bersifat destruktif atau merusak hubungan antarmanusia.

Baca Juga:

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Kehidupan media sosial hari ini terasa ‘keras’ karena jempol netizen yang lihai dalam berkomentar. Siapa saja bisa menjadi pelaku dan korban karena komunikasi agresif tidak pandang bulu, umur, harta pun tahta. Di berbagai platform media sosial, selalu ada individu-individu yang merasa superior untuk beragresi.

Pada umumnya, agresi verbal tidak jauh berbeda dengan agresi fisik. Keduanya sama-sama dilakukan untuk menghina, mengolok-olok dan merendahkan orang lain (Hample, 2008). Sifat destruktif dari komunikasi ini membawa dampak pada terganggunya kesehatan mental. Untuk kasus yang ekstrem, bunuh diri bisa menjadi risiko yang tidak terelakkan.

Walaupun kita tidak bisa mengontrol perilaku orang lain, tetapi tentu saja, setiap orang harus mengupayakan iklim bersosial yang aman dan menentramkan bagi diri sendiri maupun bagi individu lainnya.

Kesantunan berkomentar menjadi ‘rem’ yang perlu ada untuk mengendalikan insting agresi kita yang menghancurkan. Menurut Heri Kusmanto, ada 6 macam strategi kesantunan positif yang dapat dicontoh dalam bermedia sosial. Berikut uraiannya.

  1. Memperhatikan Keinginan Mitra Tutur

Salah satu cara memperbaiki kualitas komunikasi di media sosial adalah memperhatikan keinginan mitra tutur. Upaya ini dilakukan untuk mengembangkan karakter peduli terhadap sesama manusia. Dengan peduli, kita akan menjadi pengguna media sosial yang bijaksana dan akhirnya akan tercipta literasi media dengan basis literasi humanitas.

Contoh perhatian yang bisa diberikan kepada mitra tutur, yakni; menanyakan kabar, mendoakan kesehatan, mendukung kesuksesan, dan berempati pada pengalaman mitra tutur.

  1. Menunjukkan Rasa Percaya Diri

Terkadang, kita juga tidak sadar bila kata-kata yang diketik oleh jempol bisa membuat orang lain kehilangan semangat dan rasa percaya diri. Kita luput mengakui dan menghargai usaha mereka.

Perlunya memberikan komentar yang bermakna percaya diri adalah agar mitra tutur lebih termotivasi ketika melakukan aktivitasnya. Penutur yang mengapresiasi usaha dan mitra tutur yang diapresiasi usahanya, sama-sama mendapatkan semangat. Maka, semoga tuturan ini tidak lazim lagi disepelekan.

  1. Menggunakan Penanda Identitas dalam Berkomentar

Tujuan dari penggunaan penanda identitas yaitu untuk membangun kedekatan antara penutur dengan mitra tutur. Penanda yang biasa digunakan seperti bentuk sapaan, dialek, dan jargon. Dalam aktivitas komunikasi, penanda identitas sebagai strategi untuk memberikan penghargaan dan kesan lebih santun terhadap mitra tutur. Selain itu, strategi ini dapat mewujudkan keakraban dalam berkomunikasi.

  1. Memberikan Pertanyaan yang Tidak Menjebak

Realitas media sosial masa kini merupakan realitas orang-orang yang tidak mampu berhati-hati ketika mengajukan pertanyaan. Seorang figur yang memberi pernyataan atau melakukan sesuatu kerap diserang oleh netizen dengan pertanyaan yang tidak relevan. Banyak yang hanya mengandalkan prasangka sebagai jembatan komunikasi. Akibatnya, terbentuklah mental menuduh, memfitnah, dan menghukum orang lain.

Untuk itu, poin berikutnya yang harus diperhatikan adalah dengan memberikan pertanyaan yang tidak menjebak mitra tutur. Maksud dari memberikan pertanyaan yaitu untuk mendapatkan penjelasan atau klarifikasi mengenai suatu hal kepada yang bersangkutan. Ketika meminta klarifikasi, penutur pun perlu menyertakan bukti-bukti yang akurat.

  1. Melibatkan Mitra Tutur dalam Aktivitas Tuturan

Pelibatan mitra tutur merupakan strategi yang memiliki manfaat yang sama seperti menggunakan penanda identitas; membangun kedekatan di antara penutur dan mitra tutur.

Penggunaan kata kita sebagai bentuk kesantunan yang melibatkan mitra tutur dalam komunikasi yang berlangsung. Mitra tutur tentu merasa senang dan diperhitungkan keberadaannya. Dari sini dapat dipahami bahwa komunikasi yang berlangsung adalah komunikasi dua arah, antara penutur dan mitra tutur. Bukan sebaliknya, komunikasi tunggal atau yang berperan sebagai subjek hanya satu orang.

  1. Mengintensifkan Perhatian kepada Mitra Tutur

Strategi kesantunan terakhir yang dapat diwujudkan yaitu memberikan perhatian yang intensif kepada mitra tutur. Siapa pun pasti ingin diberi perhatian yang sungguh-sungguh tidak hanya sekali atau dua kali. Praktik strategi ini yaitu dengan memberi dukungan kepada mitra tutur terkait sesuatu yang dikerjakannya.

Setelah mengenali berbagai strategi kesantunan tersebut, semoga kita bisa merealisasikan komentar yang sehat dan nyaman bagi semua orang. Mudah-mudahan kita mampu mendahulukan akal dan hati nurani daripada dua ibu jari. []

Tags: IndonesiaKesantunankomunikasimedia sosialWarganet
Fatimah Yusuf

Fatimah Yusuf

Belajar di komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Pernikahan Tradisional

Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

8 Juli 2025
Menemani dari Nol

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

7 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Mencari Nyai dalam Pusaran Sejarah: Catatan dari Halaqah Nasional “Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia”

7 Juli 2025
Hidup Tanpa Nikah

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

5 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nikah Massal

    Menimbang Kebijakan Nikah Massal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sejarah Ulama Perempuan yang Membisu dalam Bayang-bayang Kolonialisme Ekonomi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?
  • Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang
  • Perjanjian Pernikahan
  • Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional
  • Kemanusiaan sebagai Fondasi dalam Relasi Sosial Antar Manusia

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID