Mubaadalahnews.com,- Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) telah sepakat untuk menaikan batas usia minimal perkawinan untuk perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Hal ini berarti batas usia minimal perkawinan untuk perempuan dan laki-laki menjadi sama.
Sekretaris Wilayah (Sekwil) Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Barat (Jabar), Darwini menyambut gembira hasil keputusan tersebut. Ia juga memberikan apresiasi kepada DPR yang sependapat dengan usulan pemerintah soal batas usia minimal perkawinan 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.
“Saya sangat senang dan mengapresiasi kerja DPR, karena telah mengesahkan batas usia perkawinan menjadi 19 tahun untuk perempuan dan laki-laki. Dengan usia perempuan dinaikan menjadi 19 tahun, maka tidak ada lagi yang didiskriminasi,”ujar perempuan yang akrab disapa Winy, saat di hubungi Mubaadalahnews, belum lama ini.
Winy mengatakan, keputusan pemerintah menaikkan batas usia minimal perkawinan laki-laki dan perempuan menjadi 19 tahun tersebut dinilai telah matang secara jiwa raga dan pendidikannya.
“Hal ini sangat memberikan pengaruh yang besar untuk anak-anak Indonesia. Dengan usia 19 tahun, mereka bisa bebas, tumbuh, bermain, belajar dan berkembang sesuai dengan usianya, dan dalam pendidikan mereka juga sudah menyelesaikan wajib belajar 19 tahun,” katanya.
Oleh sebab itu, KPI akan mendorong revisi Peraturan Daerah (Perda) perlindungan anak agar memasukan point tentang penghentian perkawinan anak, dengan menyesuaikan dengan revisi UU Perkawinan.
Lebih lanjut lagi, di tingkat kabupaten/kota se-Jabar, KPI juga akan mengikuti untuk membuat perda atau merevisi perda yang sudah ada. Kemudian ditindak lanjuti sampai ke pembuatan Peraturan Desa (Perdes) di tingkat desa.
Winy berharap dengan adanya revisi UU mengenai batas minimal usia perkawinan menjadi 19 tahun. Maka semua stakeholder yang ada, baik pemerintah, organisasi masyarakat sipil, organisasi keagamaan dan organisasi keremajaan berkomitmen untuk mengimplementasikan dan memberi pemahaman aturan yang sudah disahkan kepada masyarakat.
“Saya berharap supaya tidak ada lagi perkawinan anak dan anak-anak Indonesia bisa menikmati haknya sebagai anak, untuk bertumbuh, berkembang dan berkreasi sesuai harapan dan cita-citanya. Dan yang terpenting jangan kasih buku nikah ke anak-anak Indonesia, tapi kasihkan dulu ijazah kepada mereka,” jelasnya.
Ia pun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terkait yang telah berjuang untuk merevisi UU perkawinan.
“Terima kasihku untuk pemohon UU Perkawinan. Mbak Rasminah, Mbak Endang Wasrinah, dan Mbak Maryati, karena mereka yang membukakan pintu, sehingga UU Perkawinan direvisi. Juga untuk kawan-kawan jaringan koalisi, organisasi masyarakat sipil dan media yang konsisten mengawal revisi UU Perkawinan,” tandas. (RUL)