Mubadalah.id – Tiap hari kita membaca ruang sosial kita sarat caci maki, kata-kata kasar, menuduh, stigmatisasi sesat dan sejenisnya. Semuanya masih terus meluncur dari mulut ke mulut dan berhamburan dari mimbar ke mimbar, seakan-akan tak bisa berhenti saling menghasut, atau dihentikan bagai busur (anak panah) yang dilepaskan ke arah sasarannya.
Banyak hati yang terus membara, mendidih dan menyala-nyala yang, seakan, terlampau sulit untuk padam. Diantara mereka ada yang seperti amat senang memprovokasi, menghasut, mengadudomba dan menyulut api permusuhan antar umat seagama atau berbeda agama atau antar warga negara.
Akal intelektual sebagai unsur khas manusia yang karena itu ia menjadi terhormat, tak lagi digunakan. Ia telah disingkirkan dari ruang percakapan sosial. Yang menguasai diri adalah emosi yang siap membuncah dan meledak-ledak.
Tetapi satu hal yang sungguh tidak dapat dimengerti adalah bahwa mereka yang terlibat dalam pusaran saling mengumbar marah dan menghasut itu menganggap diri paling mengerti tentang agamanya sambil membodoh-bodohkan lawannya.
Situasi kejiwaan ini mengingatkan kita pada hadits Nabi :
“الأرْواحُ جُنُودٌ مُجَنَّدةٌ، فما تَعارَفَ منها ائْتلَف، وما تَناكَرَ منها اخْتَلَفَ”.
“Ruh-ruh (jiwa-jiwa) bagaikan prajurit-prajurit yang siap (untuk damai atau untuk perang). Jiwa-jiwa yang saling mengenal akan bersatu saling mengasihi. Dan jiwa-jiwa yang tak saling mengenal, akan bertengkar (bermusuhan)”.
Aku pikir hadits ini agaknya ingin mengatakan sekaligus mengusik kesadaran kita: jika (jiwa) kalian saling mengenal, kalian akan damai. Tetapi jika kalian saling mengingkari (tak mau saling mengenal), kalian akan bermusuhan. Nah, jadinya tergantung pada pilihan kita.
“Sekarang kita kembali ke atas. Jadi kita harus bagaimana? Bagaimana sejatinya kata al-Qur’an dan kata Nabi? Begitu tanya seseorang. Aku bilang seharusnya kita atau mereka segera menyadari bahwa tindakan mengadu domba, menghasut atau memfitnah merupakan kejahatan moral, perilaku tercela, (al-akhlaq al-madzmumah) yang akan menghancurkan diri sendiri dan kehidupan bersama. Ia masuk dalam katagori dosa besar. Al-Qur’an sudah mengatakan :
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلاَّفٍ مَهِينٍ , هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ
“Dan janganlah kamu ikuti siapapun yang mengobral sumpah lagi berkarakter rendah, yang suka mencela yang senang mengadudomba (memfitnah)”.(Q.S. Al-Qalam, 10-11).
Nabi Muhammad Saw bersabda :
ألا أخبركم بشراركم؟”. قالوا: بلى. قال:” المشَّاؤُون بالنميمة، المفسدون بين الأحبة، البَاغُون البُرَآءَ العنت “. أخرجه البخاري في الأدب المفرد
“Maukah kalian aku beritahu tentang orang-orang yang paling buruk di antara kalian. Yaitu orang-orang yang kerjanya mengadu domba (menghasut), yang gemar menceraiberaikan orang-orang yang saling mengasihi/bersahabat, dan yang suka mencari kekurangan pada manusia.” (HR.Al-Bukhari).
Nabi juga bersabda bahwa para penghasut tidak akan masuk surga:
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَجُلاً يَنِمُّ الْحَدِيثَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ ».
“Dari Hudzaifah, beliau mendapatkan laporan tentang adanya seseorang yang suka melakukan adudomba maka beliau mengatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda, “Pelaku adu domba tidak akan masuk surga” (HR Muslim no. 303).
قال الحافظ المنذري أجمعت الأمة على تحريم النميمة، وأنها من أعظم الذنوب عند الله
Al-Hafizh (Ahli hadits besar), Ibn Mundzir mengatakan : Ulama sepakat (ijma’/konsensus) bahwa menghasut atau mengadu domba antar manusia (provokasi) adalah haram dan ia termasuk dosa besar dalam pandangan Allah.” []