• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Ekspresi Cinta dalam Sebuah Panggilan Nama

Ekspresi cinta dengan tidak menyebut nama bahkan memiliki nama panggilan khusus ini termanifestasi begitu epic dalam relasi yang Allah tunjukkan kepada Nabi Muhammad SAW di dalam Al-Qur’an

Yulinar Aini Rahmah Yulinar Aini Rahmah
05/10/2022
in Hikmah
0
Ekspresi Cinta

Ekspresi Cinta

465
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam sebuah relasi suami istri, memanggil pasangan dengan namanya tentu tidak lazim kita lakukan. Meskipun ada, pasti itu hanya segelintir saja. Yang lazim terjadi, setiap pasangan memiliki panggilan khas tersendiri kepada setiap pasangannya. Sebut saja panggilan yang-say, beb, dik-kak, dan masih banyak lagi.

Terlepas dari sebuah ekspresi cinta, panggilan-panggilan sayang itu merupakan refleksi dari sebuah keintiman hubungan setiap pasangan. Mengutip dari laman klikdokter, panggilan sayang kepada pasangan (pet name) tidak merupakan keharusan, namun hal tersebut memiliki manfaat di antaranya memunculkan rasa nyaman yang dapat semakin mempererat relasi.

Selain menunjukkan sebuah keintiman relasi, keengganan dalam menyebutkan nama secara langsung bisa  karena adanya sosok yang kita agungkan. Kita bisa mengambil contoh relasi kita dengan orang tua. Sering di momen lebaran, saat berkunjung dari satu rumah ke rumah, lalu penghuni rumah entah itu saudara atau tetangga menanyakan, “anak siapa ini?”

Saya masih merasa kelu jika harus menjawab dengan nama ayah/ibu secara langsung. Saya tentu akan menjawab dengan nama sandang sebelumnya . Ada keengganan berselimut kecanggungan yang karena orang tua sebagai “sosok agung” di sana.

Dari kedua gambaran tersebut kita bisa menarik benang merah bahwa keengganan penyebutan nama seseorang secara langsung merupakan ekpresi cinta yang begitu menggelora. Kepada yang kita cinta, tak hendak sampai menyebutkan nama, begitulah kiranya.

Baca Juga:

Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

Najwa Shihab dan Ibrahim: Teladan Kesetaraan dalam Pernikahan

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Ekspresi Cinta Allah pada Nabi Muhammad

Ekspresi cinta dengan tidak menyebut nama bahkan memiliki nama panggilan khusus ini termanifestasi begitu epic dalam relasi yang Allah tunjukkan kepada Nabi Muhammad SAW di dalam Al-Qur’an. Bagaimana Al-Qur’an merekam Allah dengan cinta kasih-Nya kepada Nabi Muhammad, memanggilnya dengan banyak nama-nama sanjungan seperti Taha atau Yasin.

Beberapa waktu lalu, saya mendapatkan keterangan rinci tentang bagaimana Allah memanggil Nabi Muhammad dalam video berpengantar bahasa Arab yang Gus  Maulana Miftahuridlo  Al Arief bawakan. Beliau adalah pengasuh Ponpes Anta Ya Maulana, Boyolali Jawa Tengah.

Dalam video tersebut, Gus Maulana menyebutkan bahwa Allah jarang memanggil Nabi Muhammad dengan ismun mujarradun, nama (panggilan) langsung. Berbeda dengan utusan-utusan lain yang dipanggil dengan nama secara langsung.

Hal ini terekam dalam Al-Qur’an secara jelas. Bagaimana Allah memanggil Nabi Adam dalam QS. Al-Baqarah ayat 35; وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ Alllah memanggil Nabi Nuh dalam QS. Hud ayat 48; قِيلَ يَٰنُوحُ ٱهْبِطْ بِسَلَٰمٍ مِّنَّا atau kepada Nabi Ibrahim dalam QS. As-Shaffat ayat 104; وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ dan beberapa panggilan kepada nabi-nabi lainnya dalam Al-Qur’an.

Sedangkan kepada Nabi Muhammad, Allah memanggil dengan tanpa menyebut nama secara langsung. Sebagaimana terekam dalam QS. Al-Ahzab ayat 1; يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللّٰهَ dan QS. Al-Ahzab ayat 45; يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَرْسَلْنٰكَ شَاهِدًا وَّمُبَشِّرًا وَّنَذِيْرًاۙ

Jikalau memanggil dengan nama Muhammad, Allah selalu sertakan dengan tittle jabatan Nabi Muhammad sebagaimana tertuang dalam QS. Ali Imran ayat 144; وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ  atau pada QS. Al-Ahzab 40; مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّنَۗ

Ekspresi cinta kepada Nabi Muhammad sering kita jumpai di kalangan kita melalui sematan ‘Sayyidina’ pada nama Muhammad. Dalam tulisan berjudul “Menambahkan Kata ‘Sayyidina’ di Depan Muhammad yang dipublish oleh alif.id, terdapat pembahasan panjang dengan berbagai referensi menyimpulkan kebolehan penggunaan sematan sayyidina dalam rangka pengagungan kepada Nabi Muhammad.

Dari ayat-ayat yang terekam dalam Al-Qur’an yang telah kita bahas, semakin menguatkan bagaimana Allah mengajarkan kepada kita ekspresi kecintaan kepada Nabi Muhammad melalui pemanggilan dengan nama-nama sematan yang indah.

Ekspresi Cinta Para Sufi pada Allah

Ekspresi cinta yang begitu intim dengan tidak menyebut nama yang kita cinta ketika memanggil juga para Sufi praktikkan. Dalam tradisi di kalangan para Sufi, untuk mengingat Tuhan maka dzikir dengan menyebut nama Allah merupakan ibadah yang sangat kita utamakan. Bagi orang awam, lafal dzikir pengingat Allah yang sering kita gunakan adalah nama-nama Allah, seperti Ya LatiF, Ya Rahman atau menggunakan lafal Allah itu sendiri.

Berbeda di kalangan sufi, dalam tingkatan tasawuf, dzikir menggunakan lafal “Hu” merupakan dzikir dengan tingkatan paling tinggi (Dzikir “Hu”, ltnujabar.or.id). Lain halnya jika dzikir menggunakan nama-nama Allah, semisal menggunakan lafal Ya Rahman  maka ada kecondongan untuk merayu dan mengharapkan sifat yang sedang dilafalkan untuk dzikir. Bagi Sufi, ini belum merupakan wujud dzikir yang totalitas.

Dzikir menggunakan lafal “Hu” merupakan manifestasi puncak kemakrifatan. Lafal “Hu” mengandung dhomir ghaib tak tersentuh yang suci dari segala sifat apapun. Proses tanzih sifat-sifat Allah melalui dzikir lafal “Hu” ini menghasilkan pancaran cahaya yang dihasilkan dari ekspresi cinta mendalam meski tak jarang dzikir ini masih dianggap sesuatu yang melanggar syari’at. Jika Allah dan Para sufi begitu asyik-masyuk dengan yang ia cintai, bagaimana dengan kita? []

 

 

Tags: CintaEkspresi CintaSelf LoveSufitasawuf
Yulinar Aini Rahmah

Yulinar Aini Rahmah

Terkait Posts

KDRT

3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

7 Juni 2025
Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

Islam Berikan Apresiasi Kepada Perempuan yang Bekerja di Publik

6 Juni 2025
Wuquf Arafah

Makna Wuquf di Arafah

5 Juni 2025
Kritik Asma Barlas

Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat Perempuan

Dalil Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jam Masuk Sekolah

    Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 7 Langkah yang Dapat Dilakukan Ketika Anda Menjadi Korban KDRT
  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID