Mubadalah.id – Selepas saya membaca novel yang berjudul “Khadijah : Ketika Rahasia Mim Tersingkap” rasanya sangat sayang jika tidak saya review. Novel ini ditulis oleh Sibel Eraslan dalam terjemahan Bahasa Indonesia. Walaupun novel kisah Kha dan Mim ini terbitan tahun 2018, ketika saya membacanya ternyata masih terasa suasana alurnya hingga tahun 2022. Memang benar adanya, sejarah akan mudah kita ingat ketika tersaji dalam bentuk sastra novel ataupun perfilman.
Novel Sibel ini sedang menggoreskan kisah wanita Islam yang hebat dalam menjalani kehidupannya. Dia adalah Siti Khadijah, r.a. yang kita kenal sebagai Ummul Mukminin (Pemuka Wanita Dunia dan Akhirat). Nama lengkapnya, Khadijah binti Khuwailid. Gelarnya ini memang pantas untuk seluruh pengorbanan yang ia lakukan dengan ikhlas berkhidmat. Khadijah adalah suri tauladan bagi seluruh wanita.
Mengenal Lebih Dekat Siti Khadijah
Kita memang tidak pernah tahu bagaimana rupa dan karakter Ibunda Khadijah secara langsung. Namun, semesta memberikan rekam jejak sejarah agar kita dapat mengenalnya lebih dekat. Contohnya saja dengan membaca Novel Sibel Eraslan ini.
Secara keseluruhan, saya sendiri menangkap latar belakang kehidupan Sang Ibunda lewat novel ini. Khadijah adalah seorang wanita yang lahir di antara orang-orang Quraisy pada tahun 555 Masehi. Khadijah mwrupakan putri dari Khuwailid bin Asad. Sehingga nama lengkapnya menjadi Siti Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al Qurasyiyah al Asadiyah.
Khadijah tumbuh menjadi sosok wanita yang rendah hati walaupun hidup di tengah keluarga yang terpandang. Di tahun 578 Masehi, ibunda Siti Khadijah meninggal dunia, lalu menyusul ayahandanya setelah 10 tahun kemudian. Khadijah menjadi yatim piatu dan mewarisi harta dari orang tuanya. Namun, kematian orang tuanya menjadikan ia bertambah mandiri. Ia meneruskan usaha dagang orang tuanya hingga berkembang pesat.
Di Kota Mekkah, siapa saja pasti tertarik untuk meminang Khadijah menjadikannya istri. Para saudagar kaya dan bangsawan berlomba-lomba untuk meminang Khadijah. Namun, Khadijah memilih menikah dengan Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi hingga dikaruniai dua orang anak. Allah Swt berkehendak lain atas pernikahannya ini yang terpisahkan oleh maut. Khadijah menjadi janda sejak suaminya meninggal.
Kondisi ini memang sulit, tapi Khadijah selalu berusaha menerima dengan ikhlas seseorang yang harus pergi. Kepergian suaminya tidak membuatnya patah semangat untuk berkarir dan menghidupi anak-anaknya serta orang-orang yang lemah maupun fakir. Kecerdasan dan kepandaian Khadijah dalam bergaul membuat karirnya cemerlang. Namun, siapa sangka setangguh apa pun Khadijah tetap memiliki fitrah perempuan yang ingin didampingi dalam berjuang.
Khadijah memutuskan untuk menikah kembali dengan seorang laki-laki bernama Atiq bin ‘Aid Al-Makhzumi. Lagi lagi, Allah Swt menguji Khadijah dengan kepergian suami keduanya ini. Khadijah menjadi janda untuk yang kedua kalinya. Kesendirian Khadijah ini fokus untuk mengembangkan bisnisnya dan mendidik anak-anaknya. Ia belum bisa mempercayakan bisnis kepada orang lain, sehingga ia kelola sendiri.
Pertemuan Kha dan Mim
Dalam novel Sibel ini, selain kisah secara detail kehidupan Khadijah juga menceritakan pertemuannya dengan Rasulullah saw. Dalam beberapa bab diceritakan bahwa Khadijah merasa gundah saat menerima mimpi tentang ‘Mim‘.
Isyarat mimpi ini sedang menunjukkan makna nama yaitu Muhammad (Rasulullah saw). Awalnya ia tidak begitu peduli dengan mimpi tersebut. Namun sejak pertemuannya dengan Rasulullah saw, ia mulai membaca makna mimpi itu.
Pertemuan Khadijah dan Rasulullah berawal dari hubungan kontrak kerja di antara mereka. Rasulullah menjadi pemimpin kafilah dagangan Khadijah menuju Syam. Khadijah semakin tertarik dengan kepribadian Rasulullah yang begitu cerdas dan bijaksana. Khadijah mulai merasakan kerinduan terhadap Mim.
Kerinduan Khadijah tersampaikan dan Rasulullah memutuskan untuk menikahinya. Tidak lama setelah kepulangan Rasulullah bersama kafilah dagang, akhirnya pernikahan Kha dan Mim disaksikan oleh jagad raya. Kha di dalam novel ini inisial untuk Khadijah.
Teladan Mubadalah antara Kha dan Mim
Walaupun usia Kha dan Mim terpaut jauh, namun pernikahan itu penuh dengan keberkahan. Pernikahan Kha dan Mim memenuhi pesan dari Al-Qur’an, yakni dalam potongan Surat Al-Baqarah Ayat 187 :
… ۚ هُنَّ لِبَاسٞ لَّكُمۡ وَأَنتُمۡ لِبَاسٞ لَّهُنَّ ۗ …
“…Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka…”
Mereka yang dimaksud adalah istri. Al-Qur’an sedang memberi pesan bahwa tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah antara suami dan istri. Satu sama lain saling membutuhkan dan saling melengkapi. Seperti tauladan pernikahan antara Kha dan Mim. Kehidupan mereka menjiwai prinsip kesalingan (mubadalah) atau kemitraan dalam menegakkan agama Islam.
Inilah beberapa bukti bahwa antara Kha dan Mim tercipta kesalingan dalam pernikahan. Pertama, Rasulullah tetap mendukung Khadijah untuk mengembangkan potensinya dalam berdagang. Kedua, pendidikan yang kita berikan kepada anak terbina secara bersama-sama.
Ketiga, Khadijah selalu menjaga kehormatan suaminya begitu pula sebaliknya. Keempat, Khadijah juga selalu menjadi pendengar yang baik dan memberikan kepercayaan diri kepada Rasulullah dalam menerima wahyu-wahyu dari Allah Swt. Kelima, Khadijah dan Rasulullah bekerjasama dalam menegakkan Islam.
Demikian selayang pandang tauladan pernikahan Kha dan Mim yang menjiwai prinsip mubadalah. Terbukti bahwa kemitraan antara laki-laki dan perempuan dapat terjalin sejak kisah Kha dan Mim yang tertuliskan dalam novel Sibel Eraslan ini. Semoga kisah-kisah seperti ini dapat menjadi motivasi dan semangat kemitraan menjalin relasi yang maslahat, terkhususnya dalam berkeluarga. []