• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

OIAA-Cairo: Mengharamkan Khitan Perempuan Sesuai Syari’ah Islam

Para ulama, secara tegas mengembalikan isu khitan perempuan pada keputusan pertimbangan medis. Ketika medis menyatakan secara jelas dampak buruk dan bahayanya, para ulama tidak segan untuk mengharamkannya

Redaksi Redaksi
19/12/2022
in Hukum Syariat, Rekomendasi
0
Khitan Perempuan

Khitan Perempuan

1.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam situs website Organisasi Internasional Alumni al-Azhar (OIAA) Cairo (al-Munazhzhamah al-‘Alamiyah li Khirrij al-Azhar), ada pernyataan menarik terkait khitan perempuan. Pernyataan ini keluar sebagai penjelasan atas fatwa Dewan Fatwa Mesir dan Desakan Muktamar Ulama Dunia yang melarang khitan perempuan pada tahun 2006. Pernyataan situs tersebut berbunyi demikian:

تحريم ختان الإناث في هذا العصر هو القول الصواب الذي يتفق مع مقاصد الشرع ومصالح الخلق، وبالتالي فإن محاربة هذه العادة هو تطبيق أمين لمراد الله تعالى في خلقه، وبالإضافة إلى أن ممارسة هذه العادة مخالفة للشريعة الإسلامية فهي مخالفة كذلك للقانون، والسعي في القضاء عليها نوع من الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر

“Bahwa pengharaman khitan perempuan pada masa sekarang ini adalah pandangan yang benar  yang sesuai dengan tujuan syari’ah Islam dan kemaslahatan manusia. Karena itu, menghapuskan adat kebiasaan khitan perempuan in adalah implementasi jujur dari kehendak Allah Swt pada makhluk-Nya.

Ditambah lagi, di samping hal ini bertentangan dengan syari’ah Islam, juga bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Sehingga, penghapusan adat kebiasaan ini adalah bagian dari amar ma’ruf dan nahi munkar.”

Selanjutnya disebutkan, dalam situs ini, bahwa pengharaman khitan perempuan sama sekali tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karena semua hadits tentang hal ini adalah tidak valid dan lemah. Pernyataan kelemahan hadits ini, dalam situs ini, merujuk pada pandangan banyak ulama klasik dan kontemporer.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Seperti Ibn al-Munzir asy-Syafi’i (w. 391 H), Ibn ‘Abd al-Barr dalam Kitab at-Tamhid, al-Azhim Abadi dalam Syarh Sunan Abu Dawud, asy-Syawkani dalam Nayl al-Awthar, dan Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah.

 Nabi Saw Tidak Mengkhitan Putrinya

Dengan merujuk pada berbagai pandangan ulama saat menjelaskan hadits-hadits lemah mengenai khitan perempuan, situs ini berpandangan bahwa:

كل هذه النقول تبين أنها عادة وليست عبادة أي أن قضية ختان الإناث ليست قضية دينية تعبدية في أصلها، ولكنها قضية ترجع إلى الموروث الطبي والعادات والتقاليد الاجتماعية. ويكفي في ذلك أن نعلم أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم لم يختن بناته الكرام عليهن السلام، بينما ورد عنه ختان الحسن والحسين عليهما السلام.

“Semua teks-teks yang dikutip ini menjelaskan bahwa khitan perempuan adalah adat tradisi semata, dan bukan merupakan ibadah. Atau, dalam bahasa lain, khitan perempuan bukan persoalan agama yang secara dasar bersifat ta’abbudi (ibadah). Bukan.

Melainkan, ia adalah persoalan medis, adat kebiasaan, dan tradisi sosial saja. Pernyataan ini cukup menjadi kuat dengan melihat kenyataan bahwa Nabi Muhammad Saw sama sekali tidak mengkhitan putri-putri beliau, sementara mengkhitan sang cucu Hasan dan Husein, ‘alaihimassalam”.

Fakta-fakta ini, kemudian, menjadi dasar bagi banyak ulama kontemporer untuk melarang khitan perempuan. Setidaknya, untuk tidak menganggapnya sebagai sunnah, ibadah, atau bahkan tidak juga makrumah. Sejak Syekh Rasyid Ridha, pada tahun 1904, di Majallah al-Manar, menyebutkan bahwa hal ini tidak ada dalam sunnah sama sekali. Majallah al-Azhar pada tahun 1951, juga sudah memulai membahas khitan perempuan. Karena ada pertanyaan dari berbagai dokter, dan memungkinkan pelarangannya jika nyata membahayakan.

Awal Mula Pelarangan

Dalam Majallah Liwa al-Islam (1951), ada pernyataan Syekh Ibrahim Hamrusy, Ketua Komisi Fatwa al-Azhar: “Bahwa sesungguhnya boleh saja meninggalkan khitan perempuan, sekalipun hal ini menjadi tidak makrumah. Jika ingin ada keputusan pelarangan khitan perempuan, maka harus ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa hal tersebut berbahaya. Jika hal ini bisa kita buktikan, maka pernyataan larangan khitan perempuan bisa kita putuskan”.

Profesor Abdul Wahab Khallaf, guru besar hukum Islam, juga menyatakan hal yang sama tentang bukti ilmiah yang bisa menjadi dasar bagi pelarangan khitan perempuan. Jika memang benar ada bukti demikian, pelarangan khitan perempuan sama sekali tidak melanggar syari’ah Islam.

Pada tahun 1953, Majallah al-Azhar, no. 10, tanggal 11 Juni 1953, kembali membahas hal demikian. Editornya, seorang ulama terpandang, Syekh Muhammad ‘Arafah menyatakan bahwa khitan perempuan itu bisa berdampak buruk bagi kehidupan pasutri. Karena itu, meninggalkan praktik ini tidaklah masalah. Justru yang melakukannya harus ekstra hati-hati. Jika pemerintah mau melarangnya, atas dasar dampak buruk ini, juga sama, tidaklah masalah.

Hal serupa juga menjadi pandangan umum dari Syekh Muhammad Makhluf, Sayyid Sabiq, dan Muhammad Syaltut. Inti pandangan mereka bahwa khitan perempuan itu bukan bagian dari syari’ah Islam. Tidak ada yang memandangnya sebagai hal yang penting, apalagi wajib, dari sisi syari’ah, moral, maupun medis. Jikapun ada, ia hanya dari sisi adat kebiasan dan tradisi masyarakat.

Di sinilah makna dari “makrumah” dalam istilah para ulama fikih. Istilah “makrumah” bukan sunnah, apalagi wajib. Istilah “makrumah” basisnya adalah adat dan tradisi. Sementara “sunnah” basisnya adalah syari’ah. Karena basisnya adat dan tradisi, maka khitan perempuan harus kita kembalikan pada tradisi dan kebiasaan. Di mana penelitian medis menjadi niscaya sebagai basis utama dalam menentukan suatu persoalan.

Fatwa Haram Khitan Perempuan

Para ulama, sebagaimana penjelasan di atas, secara tegas mengembalikan isu khitan perempuan pada keputusan pertimbangan medis. Ketika medis menyatakan secara jelas dampak buruk dan bahayanya, para ulama tidak segan untuk mengharamkannya.

Dari pertimbangan ini, keputusan Dewan Fatwa Mesir (Dar al-Ifta al-Mishriyah), pada tanggal 28 Desember 2006, dalam pertemuan Lembaga Penelitian Keislaman (Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah), menyatakan pengharaman khitan perempuan.

Lembaga Penelitian Keislaman ini, pada tahun 2007, juga mengadakan pertemuan kembali untuk membahas hal ini, dan mengeluarkan hasil sebagai berikut:

“في ضوء الجدل المثار حول ختان الإناث، وموقف الشريعة الإسلامية منه، وفي ضوء ما وقع مؤخرًا من وفاة إحدى بناتنا المسلمات نتيجة ممارسة هذه العادة التي ينسبها البعض خطأ إلى تعاليم الإسلام، ناقش مجمع البحوث الإسلامية المسألة من جانبها الفقهي والصحي، وأجمع أعضاؤه على أن التحقيق العلمي يكشف في جلاء عن أنه لا أصل من أصول التشريع الإسلامي أو أحكامه الجزئية يجعل هذه العادة أمرًا مطلوبًا بأي وجه من وجوه الطلب، وإنما هي عادة ضارة انتشرت واستقرت في عدد قليل من المجتمعات المسلمة، وقد ثبت ضررها وخطرها على صحة الفتيات على النحو الذي كشفت عنه الممارسات في الفترة الأخيرة. لذلك وجد المجلس من واجبه أن ينبه إلى هذه الحقيقة العلمية والصحية، وإلى ضرورة تنظيم حملة إرشادية وإعلامية تحذر المواطنين من ممارسة هذه العادة الضارة”.

“Mencermati debat publik tentang khitan peremepuan dan sikap syari’ah Islam tentangnya, dengan melihat kejadian terakhir. Di mana ada salah satu bayi perempuan yang meninggal akibat dari praktik khitan ini yang dianggap sebagaian orang, secara salah, sebagai ajaran Islam. Lembaga Penelitian Keislaman membahas hal ini dari perspektif Islam dan medis.

Dalam pertemuan ini, seluruh anggota Lembaga sepakat bahwa khitan perempuan adalah kebiasaan yang berbahaya, populer dan dipraktikkan sebagian kecil masyarakat Islam. Saat ini, telah nyata bahaya dan dampak buruk dari khitan perempuan sebagaimana penjelasan dalam berbagai penelitian mutakhir mengenai hal ini.

Karena itu, semua anggota Lembaga ini memandang wajib memberi perhatian pada hakikat medis dan ilmiah pada persoalan ini, dan pada pentingnya mengelola gerakan pendidikan publik untuk menghentikan praktik khitan perempuan yang berbahaya ini.”

Muktamar Ulama Dunia

Sebelumnya, pada tanggal 22-23 Nopember 2006, Dewan Fatwa Mesir dan Universitas al-Azhar Cairo Mesir menyelenggarakan Muktamar Ulama Dunia. Di mana dalam pertemuan itu membahas persoalan khitan perempuan. Muktamar ini berakhir dengan delapan rekomendasi. Baca di sini “Ulama Dunia Desak Hentikan Khitan Perempuan”.

Pertama, tentang kemuliaan martabat manusia, baik laki-laki dan perempuan, yang harus dihormati dari segala praktik yang membahayakan.

Kedua, khitan perempuan adalah adat dan tradisi belaka yang tidak terkait langsung dengan ayat Qur’an maupun hadits sahih.

Ketiga, praktik khitan di kalangan umat Islam membahayakan kehidupan perempuan. Sehingga harus dilarang karena bertentangan dengan nilai luhur Islam dan tujuan besar hukum Islam.

Keempat, meminta umat Islam untuk menghentikan praktik khitan perempuan ini sebagai bentuk implementasi ajaran Islam yang melarang segala bentuk praktik yang buruk dan berbahaya.

Kelima, meminta seluruh negara dan lembaga dunia untuk berupaya keras menyebarkan prinsip-prinsip esehatan, terutama yang menyangkut kehidupan perempuan.

Keenam, meminta lembaga pendidikan Islam untuk mensosialisasikan pengetahuan mengenai bahaya khitan perempuan sebagai bagian dari dakwah Islam.

Ketujuh, meminta seluruh lembaga legislatif untuk mengeluarkan undang-undang yang melarang praktik khitan perempuan dan menghukum pelakunya.

Kedelapan, meminta seluruh badan dunia untuk mendukung negara-negara yang berjuang untuk menghentikan praktik yang berbahaya ini (Faqih).

(Tulisan ini merupakan saripati dari artikel dalam website Organisasi Internasional Alumni al-Azhar dalam link berikut ini: https://azhargraduates.org/ar/news_archive1.aspx?id=1083).

Tags: FatwaKhitan PerempuanMuktamar Ulama DuniaUlama Mesirulama perempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Perempuan Fitnah

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

15 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version