Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Imam Malik dalam al-Muwaththa’ tentang wali nikah perempuan, maka Aisyah Ra pernah yang menjadi wali yang menikahkan seorang perempuan dengan seorang laki-laki.
Dari Abdurrahman bin al-Qasim, dari ayahnya al-Qasim bin Abi Bakr al-Shiddiq Ra bahwa Aisyah r.a menikahkan Hafshah bint Abdurrahman dengan seorang laki-laki bernama al-Mundzir bin al-Zubair.
Saat itu, Abdurrahman (ayah Hafshah) sedang tidak ada, karena berada di Syam. Ketika ia datang dari Syam, dia mengeluh, “Orang sepertiku diperlakukan seperti ini? Orang sepertiku dilangkahi untuknya begitu saja?”
Lalu Aisyah r.a berbicara dengan al-Mundzir bin alZubair. Dan al-Mundzir kemudian berkata, “Semua ini (keputusannya berada) di tangan Abdurrahman.”
Lalu Abdurrahman pun menjawab, “Saya tidak bermaksud membatalkan akad yang telah kamu langsungkan, (wahai Aisyah)” Dan Hafshah pun tetap hidup serumah bersama al-Mundzir. (Muwaththa’, no. 1167).
Di samping untuk menolak larangan perempuan dewasa yang menikahkan sendiri. Teks ini juga mengindikasikan bahwa perempuan bisa menjadi wali nikah dan melangsungkan akad nikah bagi orang lain.
Teks lain yang digunakan Mazhab Hanafi adalah atsar bahwa Abdullah bin Mas’ud r.a. telah mengizinkan istrinya melangsungkan akad nikah bagi putrinya.
Di dalam Mazhab Hanafi, perempuan tidak hanya boleh dan sah menikahkan sendiri, tetapi juga boleh dan sah. Ketika tidak ada wali yang laki-laki, untuk menjadi wali nikah bagi perempuan yang menjadi keluarganya.
Fondasi Moral Hukum Perwalian
Indonesia memilih pandangan mayoritas ulama fikih yang mewajibkan perempuan menikah melalui walinya dari kerabat dekat yang berjenis kelamin laki-laki, mulai dari ayah, kakek, paman, atau saudara kandung.
Perwalian ini secara sosial dimaksudkan juga untuk memberi dukungan dan perlindungan bagi perempuan sehingga tidak dianggap remeh oleh laki-laki calon mempelainya.
Karena dalam benak banyak masyarakat, perempuan masih sering kerap kita anggap rendah, dan tersia-siakan.
Untuk memperkuat dukungan sosial terhadap perempuan, kehadiran wali nikah bagi perempuan itu penting dan wajib dalam akad nikah.
Kecuali jika perempuan tidak memiliki wali atau terjadi pertengkaran dengan walinya. Maka Islam juga memberi jalan melalui wali hakim dari pihak negara. Dalam Islam, wali hadir untuk mendukung dan melindungi perempuan.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan (Bukan) Makhluk Domestik.