• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Drama The Red Sleeve: Ketika Perempuan Memilih Berdaya

Melihat sisterhood yang terjalin antar sesama tokoh, membuat saya memaknai persaudaraan perempuan takkan lahir begitu saja, tanpa saling berbagi pengalaman hidup satu sama lain

Hilda Fatgehipon Hilda Fatgehipon
10/03/2023
in Film
0
Drama The Red Sleeve

Drama The Red Sleeve

731
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suatu hari, seorang adik perempuan pernah berkata, “Kenapa perempuan tak bisa memilih? Kenapa perempuan harus selalu menjadi pihak yang hanya menerima pilihan yang telah orang lain putuskan, daripada pilihannya sendiri? Toh, rasanya tidak adil, karena terkesan tidak menganggap perempuan sebagai pihak yang punya hak sebagaimana laki-laki untuk menyuarakan pilihan, walaupun dalam hal kecil.”

Kegelisahannya mengenai kebebasan memilih, mengingatkan saya pada sebuah drama Korea berlatar sageuk, yakni drama berjudul The Red Sleeve yang tayang di penghujung 2021 silam, mengisahkan kisah cinta Putra Mahkota Yi San kelak menjadi Raja Jeongjo dengan dayang istana Sung Deok Im. Pelayan putra mahkota sedari menjadi peserta didik dayang di Istana Timur, kediaman putra mahkota. Sebagaimana ciri khas drama sageuk yang seringkali terbumbui dengan beragam intrik politik dalam istana. Segala intrik tersebut menjadi nuansa yang mencerminkan kehidupan Istana Dalam yang penuh prahara antara yang menguasai dengan yang dikuasai.

Namun, hal yang menarik dari drama ini, lebih menyorot kehidupan istana dari sudut pandang seorang dayang istana atau pelayan kerajaan. Tentang suka-duka menjadi dayang istana hingga kegelisahan yang menerpa kehidupan merek. Pasca keluarga kerajaan yang mereka layani tiada. Bukan hanya itu, menjadi dayang istana adalah pengabdian total pada kerajaan. Walaupun selalu menjadi kelompok yang paling sering menjadi tumbal dalam intrik politik.

Relasi Kuasa dan Pembungkaman Pilihan Perempuan

Sepenggal ucapan terlontarkan Kepala Dayang Istana Cho pada Sung Deok Im,yang menyatakan orang-orang tak pernah bertanya apa yang dayang istana rasakan dan pikirkan. Melainkan dituntut untuk tetap bungkam. Padahal itu bukan hanya pengalaman mereka sebagai seorang dayang. Akan tetapi juga yang paling esensial adalah suara mereka sebagai perempuan. Mereka ingin menyampaikan apa yang terasa dan mereka pikirkan tanpa perlu dipaksa untuk diam seumpama patung atas berbagai hal yang mereka hadapi.

Mereka hanya bisa mematuhi segala perintah orang-orang yang memiliki hirarki tertinggi tanpa ada protes. Pengalaman terbungkam atas pilihan yang dipilih, relevan dengan pengalaman perempuan yang masih menghadapi tantangan untuk menyuarakan pilihan atas sesuatu. Termasuk memilih menolak cinta, jika relasi yang terbangun bisa menjadi toxic bagi perempuan.

Baca Juga:

Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo

Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

Film Pendek Memanusiakan Difabel: Sudahkah Inklusif?

Komunikasi Empati dalam Film Aku Jati Aku Asperger

Hal itu yang terpotret secara jelas dalam Drama The Red Sleeve, saat Deok Im memilih mati-matian menolak pernyataan cinta Putra Mahkota Yi San yang memiliki kuasa atas diri dia dalam hirarki. Alasan penolakan itu, karena Deok Im menyadari menjadi seorang selir istana bukan pilihan paling tepat dalam hidupnya. Terlebih penting ia tak ingin kehilangan diri dia sendiri secara fisik dan mental, hanya karena mencintai Putra Mahkota. Sebuah pelajaran penting untuk perempuan untuk berani memutuskan apa yang ia inginkan. Terutama dalam relasi cinta yang terkadang masih menempatkan perempuan sebagai objek daripada subjek.

Sisterhood Sesama Dayang

Persaudaraan perempuan yang terjalin antar tokoh utama dengan peran pendukung yang Deok Im tampilkan bersama dengan empat sahabatnya sesama dayang istana. Antara lain Kim Bok Yeon, Bae Kyung Hee dan Son Young Hee begitu kuat. Antara beragam momen yang menampilkan suka-duka mereka sebagai seorang dayang dan saling membantu dalam hal apapun. Termasuk dalam membantu Deok Im untuk mengatasi masalah yang seringkali menyerang pada Raja Jeongjo, saat masih menjadi Putra Mahkota.

Deok Im bahkan rela mencari Kyung Hee seorang diri, saat peristiwa menghilangnya para dayang istana secara misterius. Begitu pula saat pada akhirnya Deok Im memilih menjadi selir raja, keempat temannya selalu membelanya saat dayang istana lainnya merendahkan Deok Im.

Jika kita melihat sisterhood yang terjalin antar sesama tokoh, membuat saya memaknai persaudaraan perempuan takkan lahir begitu saja, tanpa saling berbagi pengalaman hidup satu sama lain. Ikatan yang terjalin akan semakin menguat, ketika perempuan saling mendukung dan menyadari arti persaudaraan yang terjalin antar sesama. Sebagaimana  Deok Im rasakan dengan teman-temannya memiliki posisi istimewa dalam kehidupannya. Bahkan di detik terakhir kehidupannya ia lebih memilih memanggil teman-temannya daripada Raja Jeongjo.

Melihat Kehidupan dari Kacamata Perempuan

Pada sisi yang lain, Kepala Dayang Cho selalu berusaha untuk melindungi para dayang istana sebagai kelompok paling rentan di istana dalam serta memastikan bawahannya tetap aman di istana. Walaupun kemudian jalan yang ia pilih pertentangan dengan pengabdiannya sebagai seorang dayang istana. Karena doktrin untuk tidak mempercayai raja demi masa depan dayang istana melalui kelompok Istana Gwangan yang terlibat percobaan pembunuhan putra mahkota.

Melalui Dua tokoh Deok Im dan teman-temannya maupun pilihan Kepala Dayang Cho yang keliru tersebut, merepresentasikan karakter perempuan yang kuat dan berdaya atas pilihan mereka masing-masing. Walaupun pada akhirnya, setiap pilihan yang dipilih haruslah berangkat dari kesadaran untuk membela sesama atas dasar kemanusiaan bukan karena kecemburuan bahkan menyakiti sesama.

Pada ujung kisah dalam drama ini, saya menyadari betapa penting untuk melihat kehidupan dari sudut pandang para perempuan. Begitu pula dalam memaknai pilihan yang dibuat oleh perempuan. Karena mencerminkan pergulatan batin yang seringkali terbungkam hanya karena terlahir sebagai perempuan. Seandainya, kisah hidup setiap perempuan diceritakan dan didengarkan dengan empati. Maka, orang-orang akan menyadari betapa setiap perempuan itu berharga satu sama lain tanpa mengenal sekat perbedaan. []

 

 

 

 

Tags: Drama KoreaDrama The Red Sleeverelasi kuasaReview Filmsuara perempuan
Hilda Fatgehipon

Hilda Fatgehipon

Anggota Puan Menulis

Terkait Posts

Film Cocote Tonggo

Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo

31 Mei 2025
Film Cocote Tonggo

Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

28 Mei 2025
Self Awareness

Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

24 Mei 2025
Pengepungan di Bukit Duri

Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

21 Mei 2025
Film Pendek Memanusiakan Difabel

Film Pendek Memanusiakan Difabel: Sudahkah Inklusif?

7 Mei 2025
Film Aku Jati Aku Asperger

Komunikasi Empati dalam Film Aku Jati Aku Asperger

5 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jilbab

    Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreativitas tanpa Batas: Disabilitas dan Seni

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab dan Jilbab dalam al-Qur’an
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID