Mubadalah.id – Sekalipun banyak perempuan pintar, sukses, dan kaya dari hasil kerja mereka sendiri, tetap saja masih banyak orang yang berpikir, bahwa kapasitas mereka lebih rendah dari laki-laki.
Banyak narasi dibangun dan disebarkan untuk menyatakan bahwa perempuan lebih banyak dikuasai emosi, akalnya rendah, dan agamanya tidak kuat.
Tafsir dan pemaknaan terhadap teks Hadis juga tidak luput dari cara pandang ini. Hal ini tentu saja tidak selaras dengan perspektif mubadalah tidak sesuai dengan fakta, dan bertentangan dengan visi misi Islam itu sendiri. Agama rahmah lil al-‘alamin dan akhlak mulia.
Sejarah
Dalam sejarah, kita memiliki Khadijah bint Khuwailid r.a. (555-619 M), istri Nabi Muhammad Saw, yang sukses berbisnis, perempuan kaya raya, orang pertama yang masuk Islam, dan menyediakan seluruh hartanya untuk dakwah Nabi Saw.
Kemudian ada Asma bint Abi Bakr r.a. (595-692 M) yang memastikan Nabi Saw hijrah ke Madinah aman di jalan dan cukup bekal, dengan menghapus jejak perjalanan dan mensuplai seluruh kebutuhan di perjalanan.
Aisyah bint Abi Bakr ra. (w. 678 M) perempuan pintar, meriwayatkan lebih dari 2000 Hadis, dan sering memberi fatwa secara otoritatif, serta sering berdebat mengalahkan banyak sahabat laki-laki.
Rabi’ah al-Adawiyah (713-801 M), seorang wali Allah Swt., dan banyak dirujuk ulama dalam hal kecintaannya kepada Allah Swt. Sayyidah Nafisah bint al-Hasan (763-817 M) guru Imam Syafi’i (767-820 M).
Karimah al-Marwaziyyah (w.1070 M) yang bertanggungjawab dan yang paling sukses menyebarkan naskah Shahih Bukhari yang paling valid dan otoritatif. Dan masih banyak lagi yang lain.
Nusantara
Dalam panggung sejarah politik Nusantara, kita mengenal Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat (1641-1674 M). Lalu Ratu Sinuhun Palembang (w.1642 M) dan Ratu Aisyah We Tenri Olle Ternate (1855-1910 M).
Dalam karier intelektual, ada Fatimah al-Banjari, Tengku Fakinah, Nyai Siti Walidah, Rohana Kudus, dan Rasuna Said. Kemudian ada Rahmah El Yunusiyah, Nyai Khoiriyah Hasyim, Zakiyah Darajat, dan banyak lagi yang lain.
Di tengah data dan fakta ini masih banyak orang yang mengatakan bahwa pada dasarnya otak perempuan itu lemah. Jika ada yang kuat, itu sedikit dan pengecualian.
Abu Syuqqah memandang hal ini justru sebaliknya. Bahwa data yang sedikit itu hebat karena muncul pada kondisi sosial yang merendahkan perempuan, menghalangi mereka dengan berbagai beban.
Bahkan tidak memberikan fasilitas, bahkan menghalangi mereka untuk bisa mengakses fasilitas publik dan bisa ikut tampil di ranah publik.
Menurut Abu Syuqqah, kesuksesan itu sering kali juga diukur dengan menggunakan standar laki-laki. Jika menggunakan standar hidup dan pengalaman perempuan, bisa jadi perempuan akan lebih banyak yang sukses, baik secara spiritual, intelektual, maupun sosial.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah.