Inna lillahi wa inna ilaihi raajiun. Telah kembali dalam pelukan rahmat Allah, perempuan salihah, ahli illmu, pejuang Nahdlatul Ulama dan pemakmur masjid, Ibunda Prof. Dr. Sri Mulyati, MA.
Mubadalah.id – Beliau menuju Allah dari berbagai penjuru: pengembaraan ilmu, tharikat, jamiyah dan masjid.
Melihat Ibu Sri yang biasa aku panggil Umi seperti sedang melihat sosok Emak. Secara fisik beliau mirip dengan emak, tubuhnya sama-sama berisi, dan langkah kaki mereka sama-sama berat. Begitupun dalam semangat beragama, aku mendapati Umi sebagai versi unggulnya emak. Jika emak mewakili beragama ala orang awam, maka Umi adalah wujud dari beragama orang Alim.
Keduanya memiliih jalur tharikat untuk mencapai jalur cepat menuju Kekasih sejati, Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bedanya Umi meniti jalan tharikat tidak hanya dengan ritual dan laku tetapi dengan pengetahuan. Laku tharikat Umi tidak perlu kita ragukan lagi, di mataku orang-orang yg mengutamakan Cinta pada Gusti Allah dia akan mengesampingkan kesenangan dunia.
Begitupun Umi, meski seorang dosen hingga guru besar di Universitas mentereng Umi tetap sangat sederhana. Salah satu yang paling membuatku geleng kepala, meski fisiknya tidak seprima orang lain, tapi Umi ke mana-mana tidak bersama supir pribadi. Beliau ke mana-mana bersama orang-orang yang ia temui di public transportasi.
Ahli Thariqat
Banyak ahli tharikat tetapi sedikit yang menggelutinya sebagai pengetahuan. Maka Umi adalah sedikit dari orang-orang pilihan itu. Pengembaraan pengetahuannya hingga dianugerahi guru besar adalah menelusuri kajian-kajian tasawuf, pengetahuan-pengalaman para pengamal jalan cinta di jalan tharikat qodariyah-naqsabandiyah.
Umi seperti juga emak adalah pecinta ilmu. Jika emak mengais pengetahuan di majlis-majlis taklim sejak kecil hingga kini menjalang usia 80. Maka Umi mendapatkan keistimewaan mengarungi bahtera ilmu di meja sekolah. Sejak lulus dari IAIN Syarif Hidayatullah – Jakarta, Umi meniti jalan pengetahuan hingga tingkat tertinggi dari Master hingga doktor di McGill University – Canada.
Tidak kurang-kurang orang berpendidikan tinggi, tapi sangat jarang kita temui mereka yang pengetahuannya merasuk kedalam relung jiwa dan terpancar menjadi laku kesehariannya. Jika Umi di suatu kesempatan menyebutkan salah satu doa Imam Ghazali agar ketika diberi kekayaan harta maka letakkan saja di tangan bukan di hati.
Begitupun Umi, sebagai ahli tasawuf, ahli tharikat, Umi mengambil jarak dengan keduniawian. Selain kesederhanaan yg kasat mata sangat tampak, Umi aku saksikan orang yang sangat jauh dari ‘kegelapan’ hati ; riya, takabbur, apalagi menggunjing orang lain. Lisannya hanya mengeluarkan peringatan untuk mengingat Allah (lisanun dzakir), dan hatinya dipenuhi rasa syukur sehingga merasa cukup dengan sudah ada (qalbun syakir).
Mengabdi di NU
Pengetahuan-pengetahuan yang Umi juga emak dapatkan tidak hanya berhenti untuk dirinya sendiri, untuk memperbaiki laku menyelematkan diri menuju surga. Tetapi keilmuannya mereka sebarkan kepada siapa saja, kapan saja tanpa kenal lelah. Jika emak menyebarkan hasil ngaji kitab rutinnya dari mursyid tharikat dan pengajian lainnya kepada jamaah masjid dan muslimat juga anak-anak ngajinya.
Maka Umi mengamalkan ilmunya salah satunya dengan menjadi pengajar di universitas almamaternya, UIN Jakarta hingga tutup usia. Selain itu Umi juga sangat aktif menyebarkan keilmuannya dengan menjadi pembicara baik di mimbar ilmiah maupun di majlis-majlis ilmu Nahdlatul Ulama atau komunitas muslim lainnya.
Selain jalan ilmu, Umi dan emak sama-sama menempuh jalan menuju ridla Allah dengan menyiarkan Islam menjadi pejuang Nahdlatul Ulama. Yakni melalui perjuangan di Nahdlatul Ulama serta menjadi aktifis memakmurkan masjid.
Jika emak mengabdi di NU sejak muda hingga kini di level desa paling banter di tingkat cabang/kabupaten. Maka Umi yang memulai berNU sejak IPPNU menapaki karir pengabdian NU tertinggi di pimpinan pusat. Umi tercatat dua periode menjadi ketua umum Fatayat NU periode 1989-2000. Kemudian beliau istiqamah di jalur pejuang Nahdlatul Ulama di struktural NU dengan menjadi pengurus Pimpinan Pusat Muslimat NU dan juga di LP. Maarif -PBNU.
Selain di NU, seperti halnya emak yang semua orang melekatkan emak dengan masjid karena keaktifan emak menyeremakkan masjid: tidak hanya karna tidak pernah absen jamaah di dalamnya, tetapi juga karna selalu menjadi garda depan aktifitas sosial masjid : dari pengajian rutinan hingga peringatan hari besar yg dilaksanakan di masjid.
Thariqat sebagai Jalan Menuju Tuhan
Demikian juga Umi, beliau tercatat sebagai Wakil Kepala Bidang Sosial dan Pemberdayaan Umat di Masjid Istiqlal- Jakarta. Selain terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial masjid, Umi juga aktif mengisi tausiyah rutin dengan tema-tema tasawuf di Masjid Istiqlal yang juga disiarkan melalui kanal youtube resmi masjid nasional ini.
Seperti yang Umi selalu bilang di beberapa kesempatan bahwa tharikat sebagai jalan menuju Tuhan. Makan semua laku Umi sepertinya dengan sadar didedikasikan untuk menyiapkan jalan indah menuju Cinta Sejatinya, Allah Azza Wa jalla.
Dari Umi dan Emak kita bisa belajar, bahwa perempuan memiliki kemerdekaan untuk menyiapkan sebaik-baik jalan menuju Tuhan. Perempuan punya banyak penjuru untuk mendapatkan kemuliaan dan keridlaan dari Pengeran (Tuhan, red). Seperti Umi, Prof. Dr. Sri Mulyati, MA, yang menempuh jalur ilmu, ibadah, dan amal salih menuju keabadian.
Selamat berbahagia Umi, kembalilah dengan riang, dengan tenang. Sambutlah bekal yang telah Umi persiapkan yang akan menerangi jalan Umi menuju Allah yang selalu Umi rindukan. Husnul khatimah, lahal fatihah. []