Mubadalah.id – Sebagai landasan hukum dan dasar negara Indonesia, Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan sama. Namun dalam realitanya hak-hak tersebut sangat sulit didapatkan, terutama bagi pekerja rumah tangga (PRT).
Dari sekian banyaknya profesi dalam dunia kerja, PRT menjadi kelompok pekerja yang sangat rentan mendapat kekerasan. JALA PRT mencatat bahwa sepanjang tahun 2017-2022 terdapat 1.635 kasus kekerasan terhadap PRT. Bentuk kekerasan tersebut mulai dari kekerasan ekonomi, fisik, psikis dan seksual.
Selain itu, dalam hal statusnya, PRT tidak diakui sebagai kelompok pekerja. Bahkan pemerintah pun tidak mengakomodasi PRT dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan Republik Indonesia.
Padahal selama ini, PRT melakukan pekerjaan dengan memenuhi unsur upah, perintah dan pekerjaan. Dengan demikian, mereka berhak mendapat hak-hak normatif dan perlindungan sebagaimana pekerja pada umumnya.
Hal ini kemudian menyebabkan PRT tidak mendapatkan hak-hak pekerja seperti hak mendapatkan hari libur, jam istirahat, jaminan sosial dan lain sebagainya.
Menyikapi itu, Komnas Perempuan berpendapat bahwa untuk dapat tercipta kondisi HAM yang kondusif bagi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak PRT, pemerintah harus membuat regulasi yang secara khusus mengatur soal perlindungan PRT.
Perjalanan Panjang RUU PPRT
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sudah mulai disusun sejak tahun 2001. Lalu di tahun 2004, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga mengajukan RUU tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Dari sejak diusulkannya ke DPR RI, Komisi IX DPR RI baru membahasnya di tahun 2010. Setelah itu, tahun 2011-2012 Komisi IX Ketenagakerjaan DPR RI melakukan riset di 10 kabupaten/kota. Kemudian melakukan studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina dan uji publik di tiga kota; Malang, Medan dan Makasar.
Setelah melakukan riset, studi banding dan uji publik, tahun 2013 Komisi IX DPR RI menyelesaikan dan menyerahkan RUU PPRT ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Namun, di tahun 2014-2018 RUU tersebut mandeg di daftar tunggu Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Setelah mengantri daftar tunggu prolegnas, di tahun 2019 RUU PPRT berhasil menjadi prolegnas prioritas tahunan. Dan di tahun sekarang, tepatnya tanggal 21 Maret 2023, dalam rapat paripurna RUU PPRT ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR RI.
Akan tetapi, setelah menjadi RUU usul inisiatif DPR RI. Lalu untuk bisa menjadi Undang-undang (UU), perjalanan RUU PPRT masih harus menempuh beberapa tahapan.
Kodinaor JALA PRT, Lita Anggraini, mengatakan bahwa pasca penetapan RUU PPRT sebagai usul inisiatif DPR. Maka DPR harus segera melayangkan surat kepada Presiden terkait pembahasan RUU PPRT.
Kemudian, Presiden segera menindak lanjuti surat DPR itu dengan menerbitkan surat presiden (Supres), dan menunjuk kementerian terkait untuk segera membahas RUU PPRT bersama DPR.
Kedua hal itu menurutnya merupakan hal yang paling krusial dan akan mempengaruhi terhadap percepatan pengesahan RUU PPRT menjadi hukum positif di Indonesia.
Menjadi Payung Hukum bagi PRT
Setelah RUU PPRT menjadi hukum positif di Indonesia, undang-undang ini dapat menjawab persoalan yang selama ini para PRT alami. Karena undang-undang ini akan menjadi payung hukum yang memberikan perlindungan terhadap PRT dari semua bentuk diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan yang mereka alami.
Selain itu, dengan disahkannya RUU PPRT, amanat UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pengakuan. Termasuk pengakuan sebagai pekerja akan didapat oleh PRT.
Ketika PRT sudah mendapat pengakuan sebagai pekerja. Maka hak-hak pekerja seperti hak mendapat hari libur, cuti, jam istirahat, jaminan sosial dan lain sebagainya. Sehingga pemberi kerja, berkewajiban memenuhi dan memberikan itu semua kepada PRT.
Maka dari itu, demi penghormatan dan perlindungan atas hak-hak PRT, mari kita bersama-sama mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU PPRT. Suara kita bersama adalah kekuatan untuk mewujudkan perubahan positif. Mari bergandengan tangan untuk mendukung langkah ini. []