• Login
  • Register
Kamis, 22 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Monumen

Mubadalah dalam Sorotan; Ekskavasi Gagasan Resiprokal Ahmed An-Na’im (2)

Prinsip universal gagasan resiprokal Ahmed An-Na'im menuntut seseorang untuk memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin diperlakukan

Moh. Nailul Muna Moh. Nailul Muna
13/04/2024
in Monumen, Rekomendasi
0
Gagasan Resiprokal Ahmed An-Na'im

Gagasan Resiprokal Ahmed An-Na'im

857
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Term resiprokal atau dalam bahasa inggris disebut reciprocity memiliki makna “timbal-balik atau pertukaran”. Penyebutan diksi tersebut bersifat umum dan bisa kita terapkan dalam berbagai kajian. Semisal di bidang akuntansi, akun resiprokal bermakna akun-akun yang menggambarkan hubungan transaksi antara parent dan subsidiary.

Adapun di bidang sosial, resiprokal adalah suatu hal yang bersifat saling berbalasan. Oleh karena itu, dikatakan hubungan resiprokal jika hubungan sosial yang terjadi berlaku secara timbal balik.

Gagasan resiprokal di bidang feminisme Al-Quran juga mempunyai wacananya sendiri, terlebih ketika mubādalah disebut mempunyai padanan makna dengan term resiprokal atau reciprocity. Ekskavasi “penggalian secara sistematis” tentang asal muasal resiprokal menjadi menarik di mana term ini sebenarnya sudah dibawakan oleh tokoh sebelumnya yang menjadikan kemunculan term ini merupakan pengulangan.

Hal ini ditambah bahwa Faqihuddin sebagai pencetus gagasan mubādalah juga tidak mengklaim bahwa ia adalah sosok pertama yang membawa gagasan resiprokal dalam kajian Al-Quran yang bernuansa feminis dan tidak pula mengutip dari mana ia menemukan gagasan tersebut. Dengan demikian, ketiadaan perhatian atas kemiripan gagasan dengan tokoh sebelumnya dapat menjadi cacat bacaan literatur dari gagasan mubādalah.

Siapa Abdullah Ahmed An-Na’im?

Abdullah Ahmed an-Nā’im adalah sosok yang sebelumnya telah mewacanakan gagasan reciprocity melalui bukunya yang berjudul: Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Rights, and International Law. Karya ini diterbitkan pada tahun 1990 di Kanada.

Baca Juga:

Jalan Mandiri Pernikahan

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Dalam buku tersebut, an-Nā’im memberikan tawaran pembacaan yang serupa dengan Faqihuddin dari segi pengupayaan adanya timbal balik yang setara antara dua bela pihak, terutama berkenaan dengan hak-hak manusia yang diimplementasikan dalam hukum-hukum Islam. Gagasan tentang reciprocity yang dalam bahasa Faqihuddin menggunakan term kesalingan, pertukaran atau timbal balik memiliki kemiripan dengan gagasan reciprocity milik Abdullahi Ahmed An-Nā’im tersebut.

Dalam pandangan an-Nā’im, gagasan reciprocity dimunculkan sebagai upaya untuk melakukan dekonstruksi syari’ah guna menjawab tantangan kontemporer. Fenomena tersebut juga dapat ditemukan dalam qirā’ah mubādalah. Bagi Nā’im, hukum syariah bukanlah keseluruhan Islam namun hanyalah interpretasi terhadap teks yang dipahami melalui konteks historis tertentu.

Berkenaan dengan hal ini, bukan hanya Faqihuddin, mayoritas penafsir feminis juga memiliki sikap yang sama seperti: Amina Wadud, Asma Barlas, dan Margot Badran. Beberapa tokoh tersebut sengaja melihat fenomena ini dengan mengkaji ulang produk penafsiran klasik dan menyimpulkan adanya ketidaksesuaian antara warisan kajian Islam dengan praktik di era modern.

Gagasan Resiprocity Ahmed An-Na’im

Penerapan gagasan reciprocity Ahmed an-Nā’im dapat ditempatkan di beberapa bagian, semisal ide tersebut dapat ditempatkan dalam pembacaan makna universalitas (prinsip) dari hak-hak manusia. Maksud dari bagian tersebut yakni menyadari bahwa manusia mempunyai hak-hak utama yang perlu diapresiasi dalam kehidupannya.

Sebagaimana kebebasan bagi mereka untuk hidup tanpa membedakan jenis ras, gender, bahasa atau agama. Oleh karena itu, secara aplikatif hal ini bergesekan dengan konsep universalitas mubādalah dalam memandang posisi perempuan di masyarakat di mana mereka layak untuk hidup, dihargai dan diapresiasi di bidang-bidang sosial-kemasyarakatan.

Prinsip universal melalui gagasan resiprokal Ahmed An-Na’im menuntut seseorang untuk memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin diperlakukan. Selain itu, seorang muslim juga harus menjamin hak yang dimiliki oleh orang lainnya.

Sebab, tujuan dari prinsip resiprokal adalah seseorang harus mencoba untuk mencapai taksiran yang paling dekat untuk menempatkan dirinya di posisi orang lain. Hal tersebut mengasumsikan penempatan posisi yang sama terhadap orang lain dalam semua hal, baik berkenaan dengan jenis kelamin, kepercayaan agama, maupun dalam hal-hal yang dianggap memiliki ketimpangan.

An-Nā’im menekankan bahwa prinsip-prinsip resiprokal itu bersifat menguntungkan, sehingga ketika seseorang mengidentifikasi orang lain, maka seseorang hendaknya menggunakan prinsip timbal balik yang sama terhadap sistem kepercayaan orang lain pula.

Standar Universalitas

Meskipun demikian, terdapat perdebatan berkenaan dengan standar-standar universalitas yang menjadi asal penarikan hukum dari gagasan an-Nā’im yakni secara pelaksanaannya masih dianggap memiliki beberapa permasalahan yang serius, seperti apa tolok-ukur yang digunakan an-Nā’im untuk merumuskan batasan-batasan universalitas?

Upaya perumusan yang sama juga para penafsir feminis lakukan, yakni dengan menelusuri ayat-ayat pokok yang dianggap sebagai inti dari ajaran agama Islam. Term-term yang bisa mewakili upaya pencarian makna utama penafsiran feminis seperti worldview, weltanschauung, maqāshīd ayat mabādi’ dan qawā’id. Namun, ke semuanya belum memberikan penjelasan yang memuaskan.

Menghadirkan an-Nā’im dalam diskusi mubadalah bagi penulis adalah penting. Sebab hal tersebut berguna untuk mengetahui sejauh mana kebaruan yang dimiliki oleh mubadalah jika disandingkan dengan gagasan-gagasan kesalingan yang telah ada di periode sebelumnya.

Lebih dari itu, dengan menggali riwayat keilmuan milik seseorang maka kita bisa menemukan ide-ide baru. Ivan Pavlov mengatakan “if you want a new idea, read an old book”. Jika kamu ingin mendapatkan ide baru, maka bacalah buku (ide) lama. []

Tags: Ahmed An-Na'imAmina Wadud MuhsinFaqihuddin Abdul KodirKesalinganMubadalahresiprokal
Moh. Nailul Muna

Moh. Nailul Muna

Penulis berasal dari Lamongan. Ia merupakan alumni PBSB S1 UIN Sunan Kalijaga dan LPDP S2 UIN Syarif Hidayatullah dengan jurusan IAT. Latar belakang pendidikan non-formalnya yakni: PP. Matholi’ul Anwar, LSQ Ar-Rahmah, Sirojut Ta'limil Quran, Al-Munawwir, PPA. Nur Medina, dll. Beberapa kajian yang pernah digeluti penulis antara lain, kepesantrenan, Tafsir, Hadis, dan gender yang menjadi tema tesis. Pada saat ini penulis sedang mengabdi di UIN Saizu, UNU Purwokerto dan PESMA An Najah.

Terkait Posts

Buku Disabilitas

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

22 Mei 2025
Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Jalan Mandiri Pernikahan

    Jalan Mandiri Pernikahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berhenti Meromantisasi “Age Gap” dalam Genre Bacaan di Kalangan Remaja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bolehkah Dokter Laki-laki Memasangkan Alat Kontrasepsi (IUD) kepada Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah untuk Si Bungsu: Budaya Nusantara Peduli Kaum Rentan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud
  • KB dan Politik Negara
  • “Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan
  • 5 Jenis KB Modern
  • Jalan Mandiri Pernikahan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version