• Login
  • Register
Minggu, 8 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Siapa Berkata Apa

Kematangan Diri Memelihara Hubungan Perkawinan

Napol Napol
08/12/2021
in Siapa Berkata Apa
0
Hubungan Perkawinan

Hubungan Perkawinan

40
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Masih menyoal fenomena nikah muda. Salah satu alasan mengapa banyak pasangan usia muda yang rentan mengalami KDRT hingga berakhir pada perceraian adalah karena penguasaan emosi dan komunikasi mereka yang belum matang. Fakta ini memperjelas bahwa salah satu hal dasar yang menentukan awet tidaknya suatu hubungan perkawinan adalah kematangan diri.

Kematangan diri terkait dengan kemampuan kita untuk menyeimbangkan antara kebutuhan kita dengan kebutuhan pasangan kita. Keseimbangan ini diharapkan akan memberikan rasa adil kepada kedua belah pihak. Bila salah satu pihak terlalu agresif dan hanya menuntut kebutuhannya dipenuhi, sementara ia tidak mempertimbangkan kebutuhan pasangan, bisa dipastikan hubungan yang tercipta pun menjadi hubungan yang tidak matang dan rentan kegagalan.

Dalam buku panduan yang berjudul Fondasi Keluarga Sakinah Bacaan Mandiri Calon Pengantin (Kemenag RI: 2017), kematangan dalam komunikasi digambarkan ke dalam bentuk rumus sebagai berikut:

  1. Keberanian tinggi x Tenggang Rasa rendah = Menang/Kalah
  2. Keberanian rendah x Tenggang Rasa tinggi = Kalah/Menang
  3. Keberanian rendah x Tenggang Rasa rendah = Kalah/Kalah
  4. Keberanian tinggi x Tenggang Rasa tinggi = Menang/Menang

Keberanian yang dimaksud di sini adalah keberanian untuk menyampaikan apa yang menjadi pendapat dan kebutuhan suami/istri.

Tenggang rasa yang dimaksud di sini adalah kemampuan suami/istri untuk memperhatikan pendapat atau kebutuhan pasangan.

Baca Juga:

Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Luna Maya Menikah, Berbahagialah!

Kontroversi Nikah Batin Ala Film Bidaah dalam Kitab-kitab Turats

Kematangan ditandai dengan kemampuan pasangan suami/istri untuk menjaga agar keberanian dan tenggangrasa dapat berjalan dengan seimbang. Dengan mempergunakan rumus-rumus tersebut, berikut beberapa bentuk komunikasi yang terjadi di antara pasangan suami-istri:

  1. Keberanian tinggi x Tenggang Rasa rendah = Menang/Kalah

Kita menang karena kita berani memperjuangkan keinginan kita, dan pasangan kita kalah karena ia tidak mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Pihak yang menang tidak mempertimbangkan kebutuhan pasangannya.

Contoh: Suami melarang istri bekerja, tanpa mempertimbangkan kebutuhan istri untuk mengamalkan ilmunya.

  1. Keberanian rendah x Tenggang Rasa tinggi = Kalah/Menang

Kita kalah karena kita tidak berani menyampaikan kebutuhan kita, karena kita tahu pasangan kita menginginkan hal yang berbeda. Kita memiliki tenggangrasa yang terlalu tinggi dan mengabaikan kebutuhan kita sendiri.

Sebagian besar korban KDRT berada dalam kondisi ini. Mereka tidak ingin menjadi korban, namun tidak berani memperjuangkan haknya. Mereka juga sangat bertenggangrasa dan bahkan membela perilaku pasangannya dengan alasan-alasan seperti “maklum suami/istri saya sedang banyak masalah di kantor.”

  1. Keberanian rendah x Tenggang Rasa rendah = Kalah/Kalah

Di sini, pasangan suami istri tidak memiliki keberanian untuk menyampaikan kebutuhannya sekaligus juga tidak mampu bertenggangrasa kepada kebutuhan pasangannya. Kondisi yang tercipta adalah kondisi di mana kedua belah pihak tidak terpenuhi kebutuhannya tanpa bisa memahami kebutuhan pasangannya. Pasangan dikuasai rasa tidak puas kepada pasangannya.

Contohnya, suami/istri yang sama-sama tidak membuka diri mengenai penghasilan pribadinya tetapi pada saat yang sama keduanya berprasangka bahwa pasangannya egois dan mau menang sendiri.

  1. Keberanian tinggi x Tenggang Rasa tinggi = Menang/Menang

Inilah inti dari prinsip musyawarah dan perdamaian (ishlah). Bentuk komunikasi yang paling ideal, di mana kedua belah pihak menunjukkan sikap terbuka untuk menyampaikan pendapat dan kebutuhannya, sekaligus menimbang kebutuhan pasangannya. Kedua belah pihak siap mencari titik temu dari kebutuhan-kebutuhan yang berbeda. Pasangan suami-istri meninggalkan sikap siapa benar siapa salah. Mereka memilih mencari jalan agar tidak ada yang dikorbankan dari keputusan yang akan diambil.

Contohnya, suami dan istri sama-sama ingin bekerja untuk mengamalkan ilmu, maka keduanya mencari titik tengahnya. Pasangan suami-istri memilih dari berbagai alternatif, semisal bekerja paruh waktu, atau bekerja dari rumah, dan seterusnya.

Dari gambaran rumus-rumus di atas, jelas bahwa yang dibutuhkan pasangan suami istri adalah kematangan diri dalam menyeimbangkan keberanian dan tenggang rasa.  Berani dalam menyampaikan kebutuhan pribadi, juga bertenggangrasa terhadap kebutuhan pasangan. Sehingga keduanya dapat menentukan titik tengah, tak ada yang merasa terus mengalah demi pasangan. Suami istri sama-sama menang.[]

Tags: perkawinan anakpernikahanPernikahan mudausia pernikahanUU perkawinan
Napol

Napol

Terkait Posts

Sosok Nyai Hj. Hindun Anisah; Sosok Ulama Perempuan

Sosok Nyai Hj. Hindun Anisah; Sosok Ulama Perempuan

30 Desember 2022
Visi Gus Dur tentang Islam, Demokrasi, dan HAM

Visi Gus Dur tentang Islam, Demokrasi, dan HAM

24 Desember 2022
Kunci Sukses Berbisnis Bersama Pasangan

Kunci Sukses Berbisnis Bersama Pasangan

27 Oktober 2022
Hakikat Pernikahan Menurut Islam

Hakikat Pernikahan Menurut Islam Bukan Soal Kepemilikan

27 Oktober 2022
Menjamak Shalat Saat Resepsi Pernikahan

Bolehkah Menjamak Shalat Saat Resepsi Pernikahan?

21 Oktober 2022
Adab Menggelar Resepsi Pernikahan

Niat dan Adab Menggelar Resepsi Pernikahan Menurut Islam

21 Oktober 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Masyarakat Adat

    Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Walid; Membaca Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Spirit Siti Hajar dalam Merawat Kehidupan: Membaca Perjuangan Perempuan Lewat Kacamata Dr. Nur Rofiah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Jam Masuk Sekolah Lebih Pagi Bukan Kedisiplinan, Melainkan Bencana Pendidikan
  • Iduladha: Lebih dari Sekadar Berbagi Daging Kurban
  • Masyarakat Adat dan Ketahanan Ekologi
  • 3 Faktor Sosial yang Melanggengkan Terjadinya KDRT
  • Dari Sapi Hingga Toleransi : Sebuah Interaksi Warga Muslim Saat Iduladha di Bali

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID