Mubadalah.id – Saya tinggal di Komplek Telkom Griya Satwika sejak Februari 2003. Setahun setelahnya, Bapak mertua saya meninggal dunia di komplek perumahan itu. Sebagai pengontrak rumah, saya kebingungan mengenai tempat di mana jenazahnya harus kami kuburkan.
Bapak mertua ber-KTP Cimahi, padahal keluarga memutuskan untuk menguburkannya di kuburan terdekat. Kesulitan itu akhirnya teratasi berkat bantuan tetangga yang sangat berjasa dalam pengurusan jenazah. Sebagai Ketua RT 06, Pak Yusuf begitu sigap mendatangi ketua makam Legoso dan langsung memberikan uang secara tunai agar jenazah bisa segera dikuburkan. Dari sini cerita cinta tak berbatas itu bermula.
Cerita cinta tak berbatas tentang kebaikan Pak Yusuf seakan terukir di batu; saya tidak akan pernah melupakannya. Tidak hanya berhenti di situ, urusan pengurusan jenazah lainnya juga dibereskan oleh Pak Agoes Soewarno, Pak Ariza Pasha, dan Pak Widodo, tetangga terdekat saat itu. Sholat jenazah di masjid pun sudah diurus oleh Pak H. Paney dan H. Jefri, Ketua DKM saat itu.
Saya tidak akan pernah melupakan peristiwa yang sangat mengharukan itu. Pagi-pagi sekali, Ibu Yunus sudah naik motor keluar komplek, memboyong nasi dan makanan untuk sarapan para pelayat yang berkunjung ke rumah kontrakan saya. Tradisi guyub rukun di perumahan ini memang sudah terjalin sejak komplek ini berdiri.
Pasangan Egaliter
Cerita dan kesan baik tentang Pak Yusuf tidak berhenti pada peristiwa itu. Ada cerita kepahlawanan lain yang disempurnakan oleh Ibu Yunita, istri Pak Yusuf. Pasangan berdarah Jawa-Betawi ini unik. Pak Yusuf yang berdarah Jawa, tetapi karakternya lebih mirip orang Sumatera—terbuka dan apa adanya.
Pasangan ini sangat egaliter, melampaui budaya Jawa atau Betawi pada umumnya. Hal itu tampak dari cara Ibu Yunita yang memanggil suaminya dengan panggilan “Cup…”. Tidak ada awalan Bang, Mas, atau Pa.
Begitu juga panggilan sayang untuk sang istri, cukup dengan “Nit…”. Kata “lu & gua” sering ia lafalkan dengan logat Jawa medok, menjadi ciri khas mereka. Pasangan ini selalu merawat kemesraan dengan cara yang asik, jujur, dan apa adanya, tanpa berlebihan seperti cerita sinetron.
Pada tahun 2015, Pak Yusuf sakit. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa fungsi ginjalnya menyusut akibat hipertensi yang tidak ia sadari. Singkat cerita, Ibu Yunita hadir sebagai pahlawan, bak malaikat penyambung nyawa. Ia merelakan salah satu ginjalnya untuk ia cangkokkan ke tubuh Pak Yusuf.
Keputusan berani itu membuahkan hasil yang baik. Proses cangkok ginjal dari Ibu Yunita kepada Pak Yusuf berhasil dengan sukses. Beberapa tahun kemudian, Pak Yusuf mulai beraktivitas kembali. Ia rajin berjamaah di masjid, ikut kerja bakti, bersilaturahmi, dan melibatkan diri dalam semua kegiatan sosial lainnya.
Selamat Menikmati Keabadian
Hari ini, ALLAH telah memanggilnya pulang ke rumah keabadian. Maka hilanglah semua rasa sakit dan lelahmu, Pak Yusuf. Terampunilah semua kekhilafan yang mungkin pernah ada. Selamat menikmati keabadian dan kebahagiaan sejati. Saya tidak akan pernah melupakan semua kebaikanmu.
Saya kehilangan seorang guru yang telah memberikan teladan tentang cinta tulus, perjuangan hidup, kesabaran, dan kepasrahan paripurna. Terima kasih Ibu Yunita, Anda telah membumikan makna kesetiaan, cinta tulus kepada pasangan yang tidak akan pernah berbatas.
Maaf saya tidak bisa hadir di pemakaman, karena sedang berada di Makassar. Inna Lillahi wa Inna Ilahi Rajiun. []