• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Perspektif Mubadalah tentang Sexual Consent dan Safe Behavior

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
21/09/2020
in Keluarga, Rekomendasi
0
perkosaan dalam perkawinan

perkosaan dalam perkawinan

950
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Pagi ini aku dikirimi chat soal penolakan AILA terhadap pendidikan sexual consent atau persetujuan hubungan seksual, yang sedang diarusutamakan para aktivis feminisme di Indonesia. Kampanye ini, dianggap, telah dan akan terus membuka kran kebebasan seks yang diharamkan Islam. Aku pun ditanya soal perspektif Mubadalah tentang sexual consent dan safe behavior?

Di sini, perlu ditegaskan terlebih dahulu, bahwa keharaman semua jenis hubungan seksual di luar pernikahan adalah terang benderang dalam Islam. Tidak ada secuilpun celah pendapat ulama yang berbeda. Kecuali melalui perbudakaan yang sekarang juga sudah dihapuskan. Jadi, apapun jalan yang membuka ke arah seks tanpa nikah, tentu saja, adalah jelas haram.

Dengan ketegasan pilihan ini, selanjutanya perlu ditegaskan juga bahwa konsep “sexual consent”, atau kerelaan hubungan seks, tentu saja diarahkan pada konteks relasi pasangan suami istri. Di sini, setidaknya, ada lima alasan mengapa “sexual consent” adalah baik dan penting diajarkan.

5 Penjelasan Konsep Dasar Sexual Content Sebenarnya Sesuai dengan Ajaran Islam

  1. konsep persetujuan seksual adalah baik dan sesuai dengan ajaran Islam sebagai dasar bagi kesehatan relasi suami istri. Dalam al-Qur’an, pernikahan adalah media untuk menjalin cinta kasih yang saling membahagiakan antara suami dan istri (QS. Ar-Rum, 30; 21). Jalinan ini hanya mungkin jika semua fase relasi pasutri basisnya kerelaan bersama, kesalingan dan kebahagiaan keduanya.
  2. Dalam kaidah hukum Islam, semua relasi antara dua pihak itu basisnya kerelaan mereka berdua (al-ashlu fi al-mubadalah mabniyyun ‘ala at-taradhi). Segala tindakan pemaksaan dianggap mencederai otentisitas relasi yang baik dan benar. Hubungan intim atau seksual, antara suami dan istri, hanya mungkin dipahami sebagai hubungan, jika keduanya rela, setuju, dan saling menikmati satu sama lain. Artinya, keduanya adalah subyek. Tetapi jika salah satunya menjadi obyek belaka, maka ia bukanlah hubungan yang otentik dan melanggar kaidah tersebut.
  3. Dalam surat al-Baqarah (QS. 2: 187) seks antara suami istri diibaratkan sebagai pakaian, yang saling menutupi, melengkapi, dan menghangatkan. Suami adalah pakaian bagi istri, begitupun istri pakaian bagi suami (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunn). Artinya, seks adalah hak keduanya, sehingga yang satu tidak boleh memaksa yang lain. Melainkan, dilakukannya bersama dengan penuh kenyamanan untuk kebahagiaan keduanya. Hal ini hanya mungkin melalui persetujuan dan kerelaan.
  4. Keempat, hubungan seks pasutri dalam hadits dianggap sebagai kebaikan atau sedekah. Sesuatu yang baik, atau sedekah sekalipun, harus dilakukan juga dengan cara-cara yang baik (QS. Al-Baqarah, 2: 262-263). Nabi Saw, dalam hadits Jabir bin Abdillah ra menyebutnya sebagai “mula’abah” antara suami istri, atau saling menikmati permainan. Hal ini hanya bisa terjadi, jika keduanya dalam persetujuan dan kerelaan.
  5. Kelima, prinsip kunci dari keempat poin di atas adalah persetujuan dan kerelaan. Ini hanya bisa dipraktikkan pasangan suami istri, jika keduanya, sebelumnya telah dididik dan dibiasakan untuk berbuat baik, tidak memaksa, dan selalu meminta persetujuan atau kerelaan. Sehingga, pendidikan bahwa hubungan seks itu basisnya persetujuan harus diajarkan jauh hari sebelum pernikahan berlangsung, agar tidak kehilangan momentum ketika pertama kali menikmatinya pada awal pernikahan.

Di samping itu, basis persetujuan jika menjadi kesadaran bersama secara masif sebagai karakter masyarakat, maka ia bisa membentengi seseorang dari tindakan-tindakan pelecehan, perkosaan, dan segala kejahatan seksual. Karena semua hal ini hanya terjadi jika seseorang memandang korbannya sebagai obyek seksual yang sama sekali tidak penting diminta persetujuannya.

Sexual Consent dan Fenomena Kebebasan Seks

Memang, bisa jadi, ada orang-orang yang justru menggunakan pendidikan seks berbasis persetujuan (sexual consent) justru sebagai jalan ke arah kebebasan seks. Tetapi hal ini, persoalannya pada orang bukan pada konsep itu sendiri. Sebagaimana seseorang yang mungkin menggunakan konsep hak individu atau bahkan media online untuk kemungkaran seksual. Atau menggunakan obat-obatan untuk mabuk dan kerusakan. Kita tidak menolak hak individu, atau mengharamkan media online dan obat-obatan kan? Kecuali jika obat itu memang diciptakan hanya untuk mabuk-mabukan.

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

Sementara untuk kasus yang dikhawatirkan AILA ini, tentu saja penting pendidikan preventif dengan apa yang diusulkannya sebagai “safe behaviour”. Karena itu, perspektif mubadalah tentang sexual consent adalah perlu didakwahkannya sexual consent dalam semangat preventive dan safe behaviour. Tujuannya untuk menanamkan basis penghormatan antar individu, terutama antara laki-laki dan perempuan, agar masing-masing tidak merasa berhak memaksa dan melecehkan atas nama apapun di luar maupun di dalam pernikahan. Khususnya di dalam pernikahan, sexual consent diharapkan akan melempangkan jalan bagi pasutri untuk bisa menikmati relasi yang sehat dan saling membahagiakan.

Dengan demikian, daripada mempertentangkan sexual consent dengan safe behaviour, lebih baik mempertemukan dan menjadikannya sinergis, demi masyarakat yang sehat dan terbebas dari kemungkaran seksual, baik berupa seks di luar nikah, maupun segala tindakan kekerasan seksual di luar maupun di dalam pernikahan. Wallahul musta’an. []

Tags: islamPendidikan Sekspernikahanperspektif mubadalahSexual Consent
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version