Mubadalah.id – Rasa-rasanya kekerasan seksual semakin mengerikan dan sering kita jumpai di Indonesia, bahkan seminggu sekali. Banyak tipe kekerasan seksual yang terjadi yang berbentuk pelecehan seksual secara fisik dan verbal.
Jika merujuk pasal 4 UU TPKS tepat Pasal 4 ayat (1) UU TPKS, berikut sebagian jenis kekerasan seksual : pelecehan seksual nonfisik, yaitu pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan; pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, dan sebagainya.
Kekerasan seksual dapat dikatakan dengan tindakan manusia yang berakal hewan, tidak menggunakan akal dan nuraninya sebagai manusia bermartabat. Maka, kekerasan seksual bukan cuma soal nafsu, ini soal kekuasaan, ketimpangan, dan hilangnya rasa kemanusiaan. Ironisnya, tindakan tersebut makin marak dan menjamur dalam dinamika masyarakat yang katanya religius.
Ngomongin kekerasan seksual memang berat, apalagi kalau kita mau bahas dari sudut pandang agama dan psikologi sekaligus. Tapi justru dengan memahami kedua perspektif ini, kita bisa dapat gambaran yang lebih utuh tentang bagaimana mencegah dan menangani masalah yang kompleks ini.
Psikologi Kekerasan Seksual Ringkas Dari Sigmund Freud.
Perihal psikologi, Sigmun Freud merupakan nama yang jarang tidak kita jumpai. Ia mengatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dorongan bawah sadar, konflik internal, dan perkembangan psikoseksual.
Gagasannya yang epik itu selalu menjadi rujukan ketika berbicara psikologi manusia. Berikut gagasannya saya gambarkan dengan ringkas, sekalian menunjukkan analisis kekerasan seksual.
Teori Freud yang familiar adalah : struktur kepribadian, yang terdiri dari Id (dorongan mencari kepuasan instan) yang menyimpan libido dan agresi. Ego, mediator tindakan natural manusiawi untuk memenuhi Id. Superego, Moral compass yang berisi nilai-nilai dan norma.
Dalam konteks terjadinya kekerasan seksual, karena Id tak terkendali mengakibatkan dorongan seks dan agresif mendominasi. Sedangkan Ego melemah tidak mampu menahan impulse dari Id. Dan, Superego bermasalah karena menafikan norma-norma yang ada.
Sementara konsep perkembangan psikoseksual terdidik pada masa kecil. Menurut Freud, manusia itu sudah “seksual” sejak bayi tapi bukan dalam arti seksual orang dewasa, melainkan soal bagaimana kita menikmati dunia melalui tubuh (zona erotis) dan bagaimana konflik-konflik kecil sejak usia dini bisa berdampak besar di masa depan.
Jika dalam konteks ini, tindakan tersebut bisa terjadi karena fiksasi (rekaman) seseorang selalu terobsesi dengan seksual dan kekuasaan. Maka implikasinya pada saat menginjak umur dewasa (genital) bisa bikin seseorang sulit menyalurkan hasratnya secara dewasa, dan bisa berujung pada kekerasan seksual.
Bagaimana solusinya untuk mencegah hal demikian? Freud memberikan Winning Solution yang ringan. Solusinya yaitu berupa sublimasi tindakan negatif ke positif. Salurkan dorongan itu ke hal yang lebih aman dan bermanfaat kayak seni, olahraga, atau kegiatan spiritual. Jangan dibiarkan mendekam di dalam dan meledak di luar.
Pada intinya, dengan psikoanalisis freud dapat saya katakan ia mencegah dari dalam dan mengenali bawah kesadaran manusia.
Islam Juga Punya Solusi
Kekerasan seksual dalam islam bukan hanya perihal dosa, tapi juga kejahatan sosial kemanusiaan. Islam punya cara untuk mencegahnya dengan kompleks.
Terkait teori psikoanalisis Freud, tedapat paralelisasi konsep dengan Islam. Dalam konteks kekerasan seksual dapat saya analogikan, cara mencegahnya l: Id berarti Nafs Ammarah, yang selalu mendorong berbuat keburukan tidak terkendali. Kemudian menjaga Nafsu lawwamah (Ego) dengan nuansa positif, dan menciptakan superego yang sehat dengan Nafsu muthmainnah yang menuntun kepuasan sesuai yang tidak melanggar syariat.
Selain itu, hadis “Yuladu alal fitrah, (يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ)” selalu menjadi ajaran islam bahwasannya manusia suci dan mulia sejak lahir. Ini menjadi jawaban, bahwa dalam diri manusia terdapat sifat profetik yang luhur. Seharusnya dapat mengandalikan jiwa dengan baik dan melakukan tindakan positif. Maka kekerasan seksual tidak akan terjadi.
Solusi yang paling mendasar yang Islam ajarkan dalam kemanusiaan adalah konsep purifikasi jiwa melalui muhasabah diri, berdzikir, dan menjalankan praktik spiritual yang bernilai ibadah. Yang sering kita kenal dengan tazkiyah nafs.
Pada konteks sosial, Islam bukan hanya menjadi media relasi kemanusiaan, tapi juga menjadi ajaran pokok membangun peradaban. Islam mengatur interaksi antara lawan jenis bukan buat membatasi, tapi buat mencegah celah terjadinya pelecehan. Dalam sejarah, Nabi Muhammad SAW juga selalu berpihak pada korban, bukan pelaku.
Maka dengan demikian Islam memberikan framework moral dan spiritualitas yang kuat untuk mencegah menjamurnya kekerasan seksal, sementara Freud memberikan understanding yang mendalam tentang human behavior. Kombinasi keduanya bukan cuma mungkin, tapi necessary. Realitanya kita tidak bisa mengandalkan “iman” tanpa mengetahui dinamika psikologi manusia, dan juga tidak bisa mengabaikan dimensi spiritual.
Karena pada akhirnya, mencegah kekerasan seksual bukan cuma tentang menjaga tubuh orang lain, tapi juga tentang merawat akal, hati, dan jiwa kita sendiri. Islam dan Freud berpesan bahwa kekerasan seksual merupakan tindakan yang aneh secara psiklogi dan lemah secara spiritual keimanan. []