Mubadalah.id – Kitab Mambaus Sa’adah karya Kiai Faqih Abdul Qodir mulai dikaji di beberapa kalangan pesantren. Kitab yang banyak mengisahkan tentang kisah Sahabat Nabi, dan lahir di era kontemprer ini rasanya begitu segar dan menyenangkan dikaji oleh Kiai Sahiron Syamsudin bersama santri-santri putri Al Munawwir Komplek R2.
Kitab ini menjadi salah satu kitab favorit bagi para santri putri karena isinya yang memberikan kabar gembira. Kajian kitab ini sudah lama berjalan, hampir separuh kitab telah terlewati. Pertemuan minggu ini tidak kalah seru dengan pertemuan sebelumnya, pembahasan yang diawali dengan pentingnya menciptakan gurau di dalam rumah tangga, sebagaimana teladan sahabat Nabi, begitu hangat menjadi pembuka.
Kiai Sahiron menjelaskan bahwa Rasulullah saw mengajurkan untuk bergurau antara suami dan istri sebagai salah satu cara menghilangkan stress. Bagi penulis terdapat arti yang lebih luas dari anjuran tersebut yaitu pentingnya membahagiakan dan membagi kebahagiaan satu sama lain sehingga melahirkan keluarga yang harmonis.
Penjelasan tersebut disusul dengan kisah seorang sahabat Nabi yang bernama Jabir Bin Abdillah yang ditanya oleh Rasul “Kamu ingin menikah dengan janda atau perawan?” Lalu, Jabir bin Abdillah menjawab “Menikah dengan janda saja”.
Sahabat Nabi, Jabir bin Abdillah memberikan alasan memilih janda karena tidak hanya perawan yang bisa dikatakan masih mudah diajak bergurau, tetapi jandapun bisa diajak bergurau. Selain itu, Jabir bin Abdillah juga memberikan alasan yang lain yaitu dengan menikahi janda, Ia kelak bisa mendidik adik-adiknya.
Kisah tersebut begitu menjunjung tinggi kemaslahatan, kepentingan bersama dan bukan diselimuti oleh nafsu semata. Janda maupun perawan sejatinya adalah sama-sama perempuan yang pantas untuk dinikahi. Bukan berarti jika janda adalah perempuan bekas atau dilabeli dengan stigma negatif yang lain. Banyak janda yang memiliki kualitas pengetahuan dan perilaku yang baik, artinya tidak seutuhnya janda adalah perempuan yang tidak patut menjadi pilihan untuk dinikahi.
Kisah sahabat Nabi, Jabir bin Abdillah yang lebih memilih menikahi janda untuk menciptakan kemaslahatan juga pernah dibahas dalam sebuah kitab yang berjudul Wizarah al-Auqaf wa asy Syu’un al Islamiyag Kuwait, al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaittiyyah (cetakan 2 Juz 41 H. 228) “Bahkan pilihan terhadap janda itu bisa menjadi pilihan terbaik jika memang mengandung kemaslahatan.
Karena itu pilihan menikahi janda menjadi sunnah bagi seorang yang membawa kemaslahatan. Sunnah sebagaimana ditegaskan dalam pandangan madzhab Syafi’i dan Hambali. Artinya, mengedepankan kemaslahatan dalam suatu perkara termasuk pernikahan itu sangat penting untuk diperhatikan.
Selain hikmah yang disebutkan di atas, beberapa hadist juga menyebutkan mengenai hikmah menikahi janda. Seperti hadis mengenai
السَّاعِي عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمَسَاكِيْنِ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَكَالَّذِي يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ
“Orang-orang yang berusaha menghidupi para janda dan orang-orang miskin laksana orang yang berjuang di jalan Allah. Dia juga laksana orang yang berpuasa di siang haru menegakan salat dimalam hari. (HR. Bukhari no 5353 dan Muslim no.2982).
Hadist di atas juga dijelaskan dalam Syarah Shahih Bukhari demikian:
من عَجَز عن الجهاد في سبيل الله، وعن قيام الليل، وصيام النهار – فليعملْ بهذا الحديث ولْيسعَ على الأرامل والمساكين؛ لِيُحشر يومَ القيامة في جملة المجاهدين في سبيل الله، دون أن يَخطو في ذلك خُطوة، أو يُنفق درهمًا، أو يلقى عدوًّا يرتاعُ بلقائه، أو ليحشر في زُمرة الصائمين والقائمين
“Barang siapa yang tidak mampu berjihad di jalan Allah, tidak mampu rajin tahajud atau puasa di siang hari, hendaknya dia praktik hadis ini. Berusaha memenuhi kebutuhan hidup janda dan orang miskin, agar kelak di hari kiamat dikumpulkan bersama para mujahidin fi sabilillah. Tanpa harus melangkah di medan jihad atau mengeluarkan biaya, atau berhadapan dengan musuh, Atau agar dikumpulkan bersama orang yang rajin puasa dan tahajud.”
Artinya menikahi seorang janda juga bagian dari sebuah kemuliaan yang baik untuk dilakukan. Hal tersebut bagian dari bukti bahwa menyepelekan dan memberi stigma buruk pada janda bukanlah sesuatu yang bisa dibenarkan.
Uraian di atas berusaha memberikan pandangan positif terhadap perempuan. Tidak ada yang salah pada janda maupun perawan keduanya sama-sama perempuan yang berhak untuk dinikahi dengan baik. Semoga kita semua selalu didekatkan dengan hal yang baik dan selalu bisa memetik hikmah setiap kisah para tauladan. Sekian. []