• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Ada Apa dengan Menstruasi, Hingga Menyebutnya Saja Harus Pakai Bahasa yang Aneh-Aneh?

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
21/02/2020
in Personal
0
46
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Tiba-tiba hari ini saya ingin sekali bercerita soal pengalam pertama menstruasi/haid. Sebenarnya pengalaman tersebut, terbilang biasa saja karena hampir sama dengan pengalaman teman-teman perempuan yang lain.

Pagi itu saya bangun untuk sholat subuh, tiba-tiba saya melihat ada darah di tempat tidur saya. Sontak saya kaget. Setelah dicek, ternyata darah tersebut keluar dari vagina dan waktu itu saya belum tahu kalau itu adalah darah haid.

Jujur, hari itu saya kebingungan harus bagaimana dan apa yang  harus saya lakukan agar darahnya tidak tembus di rok sekolah. Saya juga bingung harus memberi alasan apa kepada teman dan guru, karena saya tidak ikut ke masjid untuk sholat dhuha dan sholah dzuhur berjamaah.

Setelah dua hari menstruasi, saya coba cerita kepada kakak perempuan saya. Kemudian, kakak saya menjelaskan apa itu darah haid, bagaimana ciri-cirinya, apa saja yang tidak boleh dilakukan selama haid, lengkap dengan mitos-mitos yang sampai saat ini masih dianut oleh masyarakat. Seperti, tidak boleh tidur siang, tidak boleh keluar malam sendirian, dan harus mencuci pembalut dengan bersih, agar tidak diikuti setan.

Namun, anehnya mengapa ketika membahas soal menstruasi, masyarakat lebih banyak yang menggunakan kata teka teki. Seperti “lagi datang bulan”, “lagi datang tamu”, “lagi halangan”, bahkan yang lebih membingungkan adalah perempuan yang sedang menstruasi, adalah “perempuan yang sedang dalam musim hujan”. Ini kan istilah-istilah aneh yang sulit dipahami, apalagi oleh anak-anak.

Baca Juga:

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

Dengan begitu, jangankan mengerti seputar kesehatan reproduksi, memahani istilah haid, menstruasi dan datang bulan saja anak-anak masih blenger (puyeng). Memangnya apa susahnya sih, tinggal bilang, oooo sedang menstruasi. Mengapa harus pakai bahasa planet lain sih, kan si akyu nya jadi gemez gitu loh…

Di sisi lain, saya juga membaca hasil penelitian yang fokus terhadap kesehatan seksual dan reproduksi perempuan, yang dipublikasikan oleh voxpop.id pada 13 Juni 2019. Tulisan tersebut berjudul “Sebut Saja Menstruasi, Kenapa Merasa Risih?”.

Dalam tulisan tersebut diuraikan bahwa pada tahun 2016 dengan melibatkan 90.000 orang dari 190 negara mengungkapkan bahwa perempuan menggunakan 5.000 istilah untuk membicarakan soal menstruasi dengan teman atau saudara laki-laki. Ini memang sebuah fakta global yang terjadi di banyak negara , termasuk di negara +62. Karena masih dianggap tabu, jadi ya begitu.

Padahal, menstruasi adalah sebuah fase yang terjadi dalam kehidupan manusia, dan itu termasuk pada pengalaman biologis perempuan yang sangat penting untuk diperhatikan. Untuk itu, berbicara soal menstruasi bukan saja berbicara soal perempuan. Tetapi, semua manusia seharusnya memahami soal ini, termasuk laki-laki.

Saya jadi ingat, cerita teman saya ketika darah haidnya tembus di rok waktu sekolah, dan teman-teman laki-laki mengolok-oloknya dengan sebutan “perempuan kotor, jorok dan menjijikan”. Saya sungguh prihatin. Bukannya dibantu untuk mencari rok pengganti, atau ditanya apakah perutnya kram atau tidak, ia malah dipojokkan.

Maka, tidak heran jika di Tirunelveli (salah satu tempat di India), ada seorang anak perempuan berusia 12 tahun bunuh diri karena ia dipermalukan oleh gurunya di sekolah, ketika rok yang dikenakannya penuh dengan darah haid.

Menurut berita yang beredar, sehari sebelum siswi tersebut bunuh diri, ia bercerita kepada ibunya bahwa di sekolah ia di olok-olok, dihina dan di usir dari kelas oleh gurunya, karena di rok yang dipakainya ada darah haid. Astagfirulloh, betapa kejamnya mereka memperlakukan perempuan yang sedang menstruasi.

Sebenarnya masih banyak cerita pilu yang dialami oleh perempuan yang sedang menstruasi, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Tetapi, poin penting dari tulisan ini adalah bagaimana kita mulai berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti dan mudah juga untuk dijelaskan. Terutama soal kesehatan reproduksi dan kawan-kawannya, supaya ketika membahas soal menstruasi tidak lagi dianggap tabu dan menyimpang.

Selain itu, orang bisa mempelajari dan menyampaikan soal menstruasi kepada orang lain dengan cara yang baik dan jujur.[]

Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan yang banyak belajar dari tumbuhan, karena sama-sama sedang berproses bertumbuh.

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID