• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Cerita Ramadan dengan Kawan Nasrani

Pemandangan tarawih di rumah pada saat Nyepi di Bali menjadi gambaran betapa perbedaan keyakinan bukanlah suatu yang harus nihil terjadi

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
13/03/2024
in Pernak-pernik
0
Cerita Ramadan

Cerita Ramadan

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Cerita Ramadan tahun ini rasanya memang tidak terlalu berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan rasa-rasanya Ramadan tahun ini datang secara tiba-tiba. Namun ada yang menarik seputar penetapan awal Ramadan yang menjadi awal bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa ini. Di mana awal Ramadan berbarengan juga dengan hari Nyepi umat Hindu di Indonesia.

Pemandangan tarawih di rumah pada saat perayaan Nyepi di Bali menjadi gambaran betapa perbedaan keyakinan bukanlah suatu yang harus nihil terjadi. Namun keberadaanya menjadi spirit untuk saling menabur kebaikan dengan saling memberikan jalan lapang kepada agama masing-masing dalam menjalankan ibadahnya.

Perbedaan penetapan awal bulan puasa antara dua organisasi besar islam di Indonesia yang bersamaan dengan jatuhnya hari Nyepi tentu menjadi momentum yang tak bisa terlewat ceritanya begitu saja. Pastinya akan selalu ada hal menarik untuk dibahas. Termasuk dalam hal toleransi.

Masyarakat Semakin Dewasa Menyikapi

Alih-alih menjadi bahan perdebatan, perbedaan awal bulan Ramadan ini malah menjadi bahan guyonan di media sosial, mulai dari guyonan berupa meme sampai pada konten-konten baper seputar Ramadan. Semua ikut mengacak-acak perut karena kelucuan-kelucuan yang ada di media sosial. Ya begitulah seharusnya, perbedaan tidak perlu menjadi alasan untuk memulai perdebatan, namun seharusnya bisa menjadi hiburan yang bisa dinikmati.

Sudah semakin dewasa masyarakat bersikap menanggapi perbedaan yang tejadi. Tambahan cerita seru yang pernah saya alami sendiri. Beberapa waktu yang lalu salah seorang teman yang beragama Nasrani mengirimi WA. Ucapan selamat beribadah dan do’a agar kami berlimpahkan kesehatan supaya terus bisa menjalankan ibadah puasa. Kata-katanya sungguh mampu membuat senyum ini tersimpul.

“sayang sekali, ia tidak bisa ikut puasa”.

Baca Juga:

Tafsir Sakinah

Islam Menolak Kekerasan, Mengajarkan Kasih Sayang

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Dokumen Abu Dhabi: Warisan Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb Bagi Dunia

Gumamku dalam hati. Hanya saja kembali lagi pada kesadaran hati bahwa kita harus menghargai apa yang orang lain yakini, karena sejatinya semua agama baik dan selalu mengajarkan pada kebaikan.

Mengingat kebaikan-kebaikan dalam berelasi dengan agama lain, dalam buku “Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat berbeda Agama” karya Kiai Faqih juga menjelaskan bagaimana Nabi Muhammad saw sendiri mengajarkan melalui teladan yang beliau berikan. Yakni dengan mendo’akan baik kepada pemeluk agama lain.

Bahkan nabi juga tetap menghormati jenazah pemeluk agama yang bebeda. Sehingga akhlak-akhlak yang nabi contohkan tersebut sudah sepatutnya kita teladani.

Pemaksaan dan Kekerasan Bertopeng Agama

Sangat miris memang, jika kemudian kita melihat di media televisi terdapat beberapa warung yang dipaksa tutup hanya karena alasan banyak orang berpuasa. Padahal tidak semua pembeli sedang menjalankan puasa, termasuk terdapat perempuan-perempuan yang sedang haid dan haram untuk menjalankan puasa. Pelaku pemaksaan penutupanpun kadang tak lain juga umat muslim sendiri.

Lebih parah lagi tidak hanya pemaksaan penutupan warung-warung makan semacam itu, sikap intoleransi masyarakat muslim seakan sudah menjadi akhlak beragama. Seperti yang pernah terjadi pada masyarakat Nasrani Gunung kidul, Yogyakarta yang pernah mengalami pengusiran dan pelarangan mendirikan gereja di sana. Cerita sedihnya tertulis juga dalam buku “Mengurai Benang Kusut Intoleransi” karya Agnes Dwi Rusjiyati dkk.

Sedikit cerita, kami sempat menumpang salat di rumah yang bergandengan dengan gereja itu. Sikap hangat dari pemilik rumah yang merupakan keluarga Nasrani amat lekat dalam ingatan kami. Namun tak bisa memungkiri apa yang terjadi, masih banyak juga terjadi pemaksaan dan kekerasan atas nama agama di tempat-tempat lain.

Umat muslim terlibat perusakan gereja dan bahkan persekusi terhadap masjid ataupun musala yang memiliki paham berbeda. Lantas dimanakah toleransi?

Kembali pada gambaran masyarakat dewasa ini yang menjadikan perbedaan sebagai candaan, semoga saja yang kami lihat terkait pemaksaan dan persekusi atas nama agama adalah gambaran intoleransi yang sudah terjadi dan kami harap tidak akan terulang lagi. []

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tags: agamaCerita Ramadanislamkeberagamanmuslimtoleransi
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Wahabi

Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi

30 Juni 2025
Beda Keyakinan

Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

30 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

29 Juni 2025
Sakinah

Tafsir Sakinah

28 Juni 2025
Seksualitas Perempuan

Mari Hentikan Pengontrolan Seksualitas Perempuan

28 Juni 2025
Fiqh Kesetaraan

Menggeser Fiqh Fitnah Menuju Fiqh Kesetaraan

28 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID