• Login
  • Register
Sabtu, 12 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Kepedulian Sosial terhadap Perempuan pada Ramadan

Mubadalah Mubadalah
16/07/2022
in Kolom
0
Kepedulian Sosial terhadap Perempuan

Kepedulian Sosial terhadap Perempuan

69
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ramadan adalah bulan yg ditunggu semua muslim di muka bumi, karena indentik dengan bulan pengampunan (maghfirah). Orang menyebutnya “bulan diskon pahala”: sedikit amalpun bisa dapat besar pahala. Bulan penuh istimewa karena ada lailatul qadar di dalamnya. Lailatu Qadar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Di samping itu, Ramadan juga bulan kepedulian sosial terhadap perempuan atau siapa pun yang membutuhkan.

Ramadan kali ini semestinya tidak dijalani secara biasa dengan rutinitas yang itu-itu saja. Membuat jadwal menu sahur dan buka puasa, berbenah rumah, menyiapkan baju keluarga untuk lebaran agar terlihat indah dan cantik di hari raya. Kali ini, saya mengajak para perempuan, juga laki-laki, untuk menggunakan Ramadan sebagai refleksi atas kejahatan-kejahatan kemanusiaan yang menimpa banyak perempuan. EF dan YY yang diperkosa dan dibunuh secara keji, perkosaan berjamaah anak-anak SD terhadap teman sebaya mereka, dan penyakit-penyakit sosial seperti maraknya miras, narkoba, dan pornografi di kalangan anak-anak dan remaja.

Harusnya kita tidak saja tersentak kaget dengan berita itu semua, tetapi merefleksikannya mengapa hal it berkali2 terjadi dan perempuan terus menerus disasar sebagai target kekerasan dan perkosaan. Ramadan kali ini, bulan keprihatinan dan sekaligus digunakan sebagai bulan perenungan, tadabbur, tafakkur untuk ber “tajdid an-Nafsi“, memperbaharui diri, hijrah untuk peka dan perhatian atas peristiwa yg mencabik-cabik sisi kemanusian perempuan. Betapa mengerikan semua ini. Betapa teriris-irisnya kita sebagai seorang ibu.

“Duhai Tuhan…..harus kemana saya ungsikan putri-putri dan putra-putra kecil kami,  karena keluarga bahkan negara tak lagi bisa kami andalkan untuk memberi perlindungan dan keamanan pada mereka, dari segala nafsu bejad orang-orang yang dengan enteng beralibi karena pornografi di warnet, karena mabuk, atau karena terangsang melihat perempuan?.”

Sebaga langkah dasar, saya mengajak publik untuk mewujudkan kegelisahan dengan memasukan nilai-nilai penghormatan kemanusian perempuan dalam pendidikan keluarga dan publik, baik informal maupun formal. Agar setiap perempuan siapapun mereka, dihormati, dihargai, dan sama sekali tidak dijadikan sasaran kekerasan. Siapapun mereka dan dalam posisi apapun.

Baca Juga:

Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

Saya mengajak para pengasuh pesantren, guru-guru sekolah, penyelenggara pesantren kilat untuk mengaitkan pembelajaran dengan kasus-kasus tragis tersebut dengan menitik-beratkan pada penghormatan martabat kemanusiaan, terutama perempuan dan anak-anak. Untuk mencegah kasus-kasus tersebut timbul lagi di kemudian hari.

Kalau biasanya, kegiatan belajar Ramadan hanya diisi dengan merangkum ceramah, kultum, belajar ibadah ritual, maka mulai sekarang saatnya anak-anak diajak peka dan sadar dengan kemungkinan kekerasan tersebut bisa terjadi pada siapa saja. Mereka harus dibekali pengetahuan dan keberanian mental untuk menolak keras segera setelah ada tanda-tanda kekerasan seksual terjadi. Diajarkan untuk berteriak, meminta tolong, dan melapor ketika hal-hal yang mengarah pada kekerasan akan terjadi. Ini adalah bagian dari refleksi Ramadan dan bagian dari keislaman.

Tradisi anak-anak yang berkumpul di tajug, musalla, dan masjid untuk mengaji pada sore Ramadan sudah hilang. Kalaupun ada sudah sangat sedikit. Sudah digantikan dengan kerumunan anak-anak yang menonton tivi dan membuka gadget masing-masing. Kita harus menggalakkan kembali halaqah-halaqah Quran, berikut pemaknaannya untuk kemuliaan hidup dan kemanusiaan. Aneh saja, jika bangsa yang mayoritas muslim ini, ternyata sebagian besar tidak bisa membaca al-Quran. Yang sudah bisa membacanya tidask memahaminya. Yang sudah memahaminya tidak menjalankannya untuk kemanusiaan.

Ramadan hendaklah menjadi refleksi kita terhadap ibadah sosial. Peduli terhadap sesama. Bukan semata ibadah ritual (mahdhah). Refleksi ini sekaligus evaluasi terhadap apa yang terjadi sehingga penistaan dan kebiadaban terhadap anak kecil melonjak secara kuantitas. Kejahatan juga semakin mengerikan. Ini benar adanya jika disebut sebagai “darurat kekerasan seksual”.  Ujungnya dalah pendidikan karakter yang mengabaikan penghormatan kemanusiaan antar sesama, terutama perlindungan dan kasih sayang terhadap orang-orang lemah (dilemahkan), terutama anak-anak dan perempuan. Sayang, banyak orang mengabaikan pendidikan karakter. Banyak orang yang bertumpu pada hafalan dan transfer pengetahuan semata. Sungguh sayang.

Satu lagi. Ada yang dinanti dalam Ramadan, khususnya hari-hari terakhir. Yaitu itikaf. Ini adalah momen emas untuk bermunajat di akhir malam. Berharap lailatul qadar. Inipun, kali ini, tradisi ini sudah luntur. Malam-malam itikaf hanya dijalankan ibu-ibu sepuh. Kemana anak-anak muda. Kemana bapak-bapak. Tradisi itikaf di Indonesia membuka sekat ibadah. Karena laki-laki dan perempuan diundang hadir di masjid. Tidak seperti shalat jum’at, yang biasanya hanya dianjurkan untuk laki-laki.

Di Indonesia, khususnya di Jawa, atau setidaknya yang saya alami di Cirebon, adalah tradisi baik untuk menghadirkan perempuan dan laki-laki dalam itikaf malam Ramadan. Tradisi untuk munajat doa dan harapan. Perempuan dan laki-laki memperoleh peluang yang sama dalam menyambut lailatul qadar. Untuk itu, mari menjadikan Ramadan sebagai akses perempuan untuk mencurahkan segala keluh kesah kepada Tuhan. Menengadan untuk harapan kehidupan yang lebih baik. Untuk kesejahteraan seluruh warga. Untuk kebiakan negara dan bangsa.

Tradisi itikaf, selain ibadah kepada Allah Saw, juga silaturahmi antara sesama untuk melatih kepekaan, dengan bertemu mereka yang mungkin belum beruntung di masjid. Kepekaan dan kepedulian ini seharusnya diteruskan dengan mengunjungi komunitas yg tidak beruntung. Bisa saja mereka tidak berangkat ke masjid. Kitalah yang mengunjungi mereka. Agar kepedulian sosial kepada perempuan dan mustadhafin terbangun. Dan kitapun tergerak melakukan tindakan nyata untuk mereka.

Ramadan mengingatkan kita untuk kepedulian sosial terhadap perempuan dan mustahdafin ini. Untuk berbuat baik. Untuk absen dari segala tindakan buruk dan jahat. Untuk mencegah orang lain berbuat jahat. Untuk melindungi mereka yang lemah. Lebih khusus pada Ramadan kali ini: untuk menentang keras segala bentuk kekerasan pada perempuand dan anak-anak. (FQH).

Tags: perempuanpuasaromadhon dan perempuan
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Perempuan dan Pembangunan

Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

12 Juli 2025
Isu Disabilitas

Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

12 Juli 2025
Harapan Orang Tua

Kegagalan dalam Perspektif Islam: Antara Harapan Orang Tua dan Takdir Allah

12 Juli 2025
Negara Inklusi

Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

11 Juli 2025
Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Negara Inklusi

    Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam dan Persoalan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan
  • Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas
  • Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara
  • Kegagalan dalam Perspektif Islam: Antara Harapan Orang Tua dan Takdir Allah

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID