• Login
  • Register
Kamis, 19 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Konten Satire Kasus Korupsi di Media Sosial dan Efek Buruknya Bagi Anak

Orang tua harus betul-betul menaruh perhatian khusus kepada anak tentang pendidikan anti-korupsi

Dhonni Dwi Prasetyo Dhonni Dwi Prasetyo
20/01/2025
in Keluarga
0
Kasus Korupsi

Kasus Korupsi

787
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kasus korupsi di negeri ini sejak dahulu hingga detik ini masih terus terjadi. Ibarat slogan Mie Burung Dara dalam iklan komersilnya, kasus korupsi di Indonesia ini selalu ‘nyambung teruus’, hehehe. Seakan tak ada habisnya.

Sehabis satu kasus terungkap ke muka publik pasti muncul lagi satu kasus berikutnya. Kemudian mengikuti satu per satu kasus lainnya hingga entah berapa jumlah kasusnya. Demikian seterusnya. Ya begitulah kira-kira realita kasus korupsi di negeri yang kita harapkan lekas menjadi negara maju ini.

Berbicara mengenai kasus korupsi, kita semua pasti sudah tahu bahwa tindakan ini jelas tergolong perilaku tercela dan zalim. Sejak zaman dahulu hingga akhir zaman nanti, tindakan korupsi tetaplah terkenal dan kita kenang demikian. Tak akan berubah statusnya menjadi perilaku terpuji.

Namun, pada kesempatan kali ini, saya ingin mengajak para pembaca yang budiman untuk menelisik lebih dalam mengenai efek buruk yang para koruptor timbulkan melalui kasus korupsi mereka itu. Bahwa kasus korupsi ini selain merugikan keuangan negara dan merampas hak rakyat, ternyata juga memberikan efek negatif yang begitu mengerikan bagi kondisi psikologis anak-anak bangsa ini.

Lho, mana mungkin kasus korupsi bisa memberikan efek negatif bagi kondisi psikologis anak-anak? Seperti apa dampak negatif yang koruptor timbulkan? Mari simak pembahasannya berikut ini.

Baca Juga:

Two State Solution: Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?

Dad’s Who Do Diapers: Ayah Juga Bisa Ganti Popok, Apa yang Membuat Mereka Mau Terlibat?

Jalan Tengah untuk Abah dan Azizah

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Era Digital

Kita tahu bahwa dewasa ini kita hidup dalam lingkaran kehidupan era digitalisasi zaman. Sebuah kondisi kehidupan yang membuat kita sangat mudah mendapatkan akses informasi dan komunikasi karena kemajuan teknologi. Nah, dalam kondisi yang demikian ini, manakala ada kasus korupsi terungkap ke muka publik, pasti ramai sekali beritanya berseliweran di beranda media sosial kita.

Misalnya saja kasus korupsi Rp.300T yang dilakukan oleh oknum yang namanya tak perlu saya sebutkan (karena kita semua sudah tahu) itu. Kasus korupsi ini jelas merugikan negara kita secara tak main-main. Namun, hukuman yang hakim putuskan untuk pelakunya justru tak serius dan seakan mengajak ‘bercanda’. Bagaimana tidak, lha wong jelas mengakibatkan kerugian negara sebesar itu tapi kok pelakunya dijatuhi hukuman pidana penjara selama 6,5 tahun saja. Hmm…

Hal ini jelas membuat masyarakat kita merasa sangat geram. Wujud kegeraman itu pun bermacam-macam. Mulai dari ada yang menindaklanjuti putusan hukum, ada juga yang mengecam secara tegas, bahkan keras. Hingga ada juga yang membuat konten-konten satire bertemakan kasus korupsi tersebut dan menyebarkannya di media sosial secara luas untuk bahan konsumsi publik.

Nah, khusus untuk konten-konten satire tersebut mungkin sengaja mereka buat untuk melampiaskan rasa geram yang timbul atas putusan hukum yang dinilai tak adil dan menimbulkan gejolak yang meledak-ledak di masyarakat itu.

Selain itu, mungkin juga konten-konten satire tersebut sengaja mereka buat dengan tujuan untuk lebih ‘mempermalukan’ oknum koruptor dan pihak-pihak yang bersangkutan dengannya di media sosial. Sehingga, semua masyarakat negeri ini bisa mengetahuinya, termasuk anak-anak.

Efek buruk konten satire bagi anak

Bagi orang dewasa yang mendapati konten-konten satire tersebut tentu bisa bersikap biasa saja dan mungkin jadi tersenyum tipis karena kedewasaan berpikirnya. Kira-kira ya sekadar menganggapnya sebagai sindiran yang bernuansa lelucon.

Namun, lain halnya bila yang mendapati konten-konten satire tersebut adalah anak-anak di bawah umur yang belum berusia dewasa. Nah, di sinilah titik kekhawatiran akan efek negatif bagi kondisi psikologis anak-anak itu berada.

Anak-anak yang masih polos dan cenderung labil dalam berpikir bisa saja salah mengartikan dan salah paham ketika mendapati konten-konten satire tersebut. Bisa saja ketika mereka mendapati konten satire berbunyi “Lebih baik terpenjara selama 6 tahun tapi mendapatkan harta ratusan triliun lewat korupsi. Gak usah capek-capek kerja yaa, kan?”, lantas mereka menganggap bahwa tindakan korupsi ini normal dan boleh kita lakukan.

Peran orang tua menanamkan pendidikan anti-korupsi kepada anak

Kekhawatiran akan hal ini harus menjadi perhatian kita bersama, khususnya para orang tua. Orang tua harus betul-betul menaruh perhatian khusus kepada anak tentang pendidikan anti-korupsi, terlebih di era digitalisasi zaman ini.

Para orang tua harus memberikan pemahaman yang benar soal korupsi kepada anak mereka. Sebagai contoh dalam hal ini, para orang bisa mennyampaikan nilai-nilai pennting tentang pendidikan anti-korupsi yang tersampaikan oleh Kak Awam Prakoso, Pendongeng Hebat Indonesia, melalui akun instagram beliau.

Bahwa harta yang kita dapat tanpa keringat tak ubahnya merupakan api yang perlahan membakar martabat. Korupsi itu bukan sekadar salah langkah, melainkan luka yang mengoyak tanah. Para orang tua seyogyanya juga konsisten ‘membisikkan’ kepada anak mereka bahwa kejujuran adalah mahkota jiwa yang tidak ternilai oleh tumpukan dunia. Ya, lebih baik tangan kosong penuh harga diri daripada menggenggam harta korupsi dengan noda di hati.

Kemudian, di samping memberikan pemahaman seperti di atas, orang tua juga mesti berperan dalam mengawasi penggunaan gadget bagi anak. Mengingat bahwa kebijakan pembatasan usia anak dalam menggunakan gadget di negeri kita belum ada regulasi yang komprehensif dan aplikatif. Hal ini perlu dilakukan agar anak-anak tak menjadi salah paham ketika mendapati konten-konten sensitif seperti konten satire kasus korupsi.

Edukasi tentang Korupsi pada Anak

Dan bila terlanjur mendapati konten-konten tersebut, orang tua mestinya memberikan penjelasan yang benar soal korupsi kepada anak, baik si anak berinisiatif tanya terlebih dahulu maupun tidak. Orang tua harus ‘jemput bola’ menaruh perhatian lebih bagi si anak, semata-mata demi kebaikan bersama.

Terakhir, saya berharap sekaligus mengajak kepada kita semua agar kita sebagai orang tua atau calon orang tua nantinya, berkenan untuk mengimplementasikan pendidikan anti-korupsi kepada anak-anak kita (baik dengan cara sebagaimana yang telah saya jelaskan di atas maupun cara lain yang kita nilai lebih efektif dan inovatif) yang menjadi generasi penerus bangsa ini kelak.

Minimal ya jangan sampai adegan konyol (tentang anak-anak [dengan literasi pendidikan anti-korupsi rendah] yang ketika dinasehati bahwa maling yang berpendidikan tidak disebut copet, melainkan koruptor. Justru mereka [yang sehari-hari menjadi pencopet di jalanan] malah bersorak sorai: “kami ingin jadi koruptor, hidup koruptor!!!”) dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” terjadi di dunia nyata kita, hehehe…

Demikian ulasan singkat ini. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. []

Tags: edukasiHak anakIndonesiaKasus Korupsiparentingperlindungan anak
Dhonni Dwi Prasetyo

Dhonni Dwi Prasetyo

Alumnus Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan, Trangkil, Pati, Jawa Tengah & Alumnus Pendidikan Bahasa Arab Universitas Negeri Semarang

Terkait Posts

Perbedaan anak laki-laki dan perempuan

Jangan Membedakan Perlakuan antara Anak Laki-laki dan Perempuan

17 Juni 2025
Ibu Rumah Tangga

Multitasking itu Keren? Mitos Melelahkan yang Membebani Ibu Rumah Tangga

17 Juni 2025
Tanggung Jawab Perkawinan

Tanggung Jawab Pasangan Suami Istri dalam Menjaga Perkawinan

15 Juni 2025
Baru Menikah

Dinamika Pasangan Suami Istri yang Baru Menikah

13 Juni 2025
Kekerasan Finansial

Kisah Nyata Kekerasan Finansial dan Pentingnya Perjanjian Pranikah

11 Juni 2025
Dad's Who Do Diapers

Dad’s Who Do Diapers: Ayah Juga Bisa Ganti Popok, Apa yang Membuat Mereka Mau Terlibat?

10 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sister in Islam

    Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berproses Bersama SIS Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina
  • Berproses Bersama SIS Malaysia
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia
  • Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID