• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Kontestasi Perebutan Palu Penegakan Hukum

Menurunnya kepercayaan publik terhadap kinerja para penegak hukum ini tentu menjadi problem yang tidak bisa hanya dibiarkan begitu saja

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
06/06/2024
in Publik
0
penegakan hukum

penegakan hukum

953
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bergulirnya berbagai kasus di negeri ini yang belum rampung, mandek bahkan tak ada kejelasannya selama bertahun-tahun tentu menimbulkan gejolak. Kalangan masyarakat yang menginginkan tegaknya keadilan lantas merebut palu penegakan hukum dari aparat melalui kekuatan media.

Berbagai kritik dan dorongan terhadap aparat telah masyarakat luapkan dengan komentar-komentar yang tercurah pada beberapa postingan. “Aparat masih lamban menyikapi kasus yang terjadi”, begitulah luapan hati yang seringkali terdengar sebagai ekspresi ketidak puasan netijen.

Selama ini, pisau keadilan terasa masih tumpul. Seringkali hukum hanya bepihak pada segelintir elit saja. Menurunnya kepercayaan publik terhadap kinerja para penegak hukum ini tentu menjadi problem yang tidak bisa hanya dibiarkan begitu saja.

Benarkah Semua Bermula dari Sini?

kasus pembunuhan dengan pelaku Ferdy Sambo yang mempertaruhkan elektabilitas institusi POLRI serta integritas para Hakim Pengadilan Negeri. Menyusul kasus pelanggaran etik di lembaga peradilan, yakni Mahkamah Konstitusi (MK) yang beberapa waktu lalu juga menjadi sorotan dan masih banyak lagi.

Akhir-akhir ini malah lebih heboh lagi. Marwah institusi kepolisian diaduk-aduk dengan pemberitaan salah tangkap DPO atas pembunuh Vina di Cirebon. Ralat terhadap dua DPO lain yang merupakan fiktif belaka, sampai pada hadirnya sosok Linda yang membuat masyarakat lebih percaya hal-hal mistis daripada proses peradilan yang nyata.

Baca Juga:

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

Sebelumnya, kasus pembunuhan Vina di Cirebon ini kembali menjadi sorotan setelah seorang sutradara bernama Anggy Umbara mengangkat kisah tersebut menjadi sebuah film dengan judul “Vina sebelum tujuh hari”.

Fenomena demikian ini menunjukkan bergesernya kepercayaan publik tehadap lembaga penegak hukum. Masyarakat sekarang lebih mempercayai gerak cepat netijen yang berhasil mendorong tegaknya keadilan di negeri ini daripada kerja aparat.

Bak kostestasi, masyarakat, POLRI, Para Advokat dan bahkan Akademisi saling beradu argumentasi.

Lantas, Siapakah yang Nantinya Memenangkan Kontestasi?

Pengikisan kepercayaan publik terhadap elektabilitas institusi penegak hukum ini tentu harus direspon dengan segera. Jika sudah demikian, maka bagaimana harus menyikapi?

Institusi penegak hukum dalam hal ini POLRI yang menjadi bulan-bulanan netizen, saat ini perlu upaya ekstra memulihkan marwah kepolisian. Kepercayaan masyarakat menjadi prioritas, mengingat ukuran keberhasilan sebuah institusi juga terletak pada penilaian masyarakat.

Keadaan kalut karena sangat bebasnya akses informasi yang berdampak pada perilaku masyarakat jika terus dibiarkan akan menjadi pekerjaan tambahan yang akan menjadi beban bagi institusi.

Sebenarnya ada dampak positif dan negatif tersendiri atas apa yang terjadi di masyarakat ini. Dampak positifnya, setiap ketidak transparanan terhadap penegakan hukum akan sangat terlihat, sehingga hal demikian akan menjadi kontrol terhadap tegaknya demokrasi yang mengarah pada keterbukaan dan persamaan kedudukan di hadapan hukum.

Dampak negatifnya, masyarakat lebih menjadi hakim tinggi melebihi penegak hukum itu sendiri. Mayarakat semakin tidak teredukasi, terlihat dari lontaran komentar-komentar terhadap kinerja serta tidak adanya rasa percaya lagi terhadap kerja institusi. Hal ini tentu akan menumbuhkan sikap suka main hakim dan menghakimi orang lain dengan tanpa menyerahkan kepada siapa yang sebenarnya berwenang mengurus hal itu.

Penegakan hukum akan sangat carut-marut. Semua masyarakat ingin menjadi hakim dengan menyoroti kasus yang terjadi dari perspektif masing-masing. Marwah institusi penegak hukum dipertaruhkan. Cepat atau lambat masyarakat akan mengambil alih meja penghakiman jika tidak ada pembenahan yang nyata pada masing-masing institusi penegak hukum.

Entah siapa yang nantinya memenangkan kontestasi ini. Sejatinya ini bukan kontestasi, karena penegak hukum berkewajiban menegakkan hukum yang adil, sementara masyarakat juga berkewajiban taat pada hukum. Keseimbangan dengan saling menjaga tegaknya keadilan di negeri ini lah yang menjadi tujuannya. []

 

 

 

Tags: hukumIndonesiakasusmedia sosialPenegakan Hukumviral
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Beda Keyakinan

    Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID