Mubadalah.id – Jika merujuk perspektif mubadalah tentang manfaat pernikahan, maka manfaat ini harus dirasakan perempuan, di samping juga dirasakan laki-laki, sebagai sama-sama subjek individu yang mulia dan bermartabat (martabah).
Dampak manfaat dari pernikahan ini (mashlahah), harus dilakukan dan sekaligus dirasakan oleh keduanya, laki-laki sebagai suami dan perempuan sebagai istri. Jika salah satu memiliki kapasitas lebih dalam hal tertentu, prinsip keadilan (adalah) menuntutnya untuk memberdayakan yang tidak (kurang) memilikinya.
Salah satu manfaat yang disebut dalam teks Hadis adalah kepuasan mata dan syahwat, yang bisa jadi secara seksual. Manfaat ini hanya salah satu saja. Tidak satu-satunya. Karena masih banyak lagi dampak manfaat yang kita harapkan bisa wujud dalam relasi pernikahan.
Sehingga ambillah manfaat seksual sebagai contoh penjelasan mubadalah. Manfaat seksual ini menjadi hak bersama laki-laki dan perempuan, yang satu dari yang lain. Sekaligus menjadi kewajiban keduanya, satu terhadap yang lain.
Pertimbangan kepuasan seksual tidak bisa hanya merujuk kepada kebiasaan dan kebutuhan laki-laki. Melainkan juga harus mempertimbangkan pengalaman dan kebutuhan perempuan.
Yang paling aktif di antara keduanya harus bersabar dan membantu yang kurang aktif dari keduanya. Yang sedang membutuhkan, dari keduanya, harus saling bantu untuk bisa memenuhi pasangannya.
Sekalipun sedang tidak membutuhkannya. Namun, tentu, dengan cara-cara yang baik, dengan memperhatikan faktor-faktor fisik, psikis, dan faktor yang lain.
Sama-sama Aktif
Idealnya keduanya mengondisikan bersama untuk sama-sama aktif, memulai, melakukan, dan menikmati kepuasan seksual tersebut.
Namun, praktiknya sering kali, karena persoalan fisik, psikis, usia, sosial, dan berbagai tuntutan hidup, tidak semua bisa berada pada kondisi ideal. Sehingga memerlukan pengertian bagi yang mampu, dalam hal apa pun, untuk bersabar menemani, membantu, dan memberdayakan yang tidak (kurang) mampu.
Keduanya harus selalu berpikir dan merujuk pada kemaslahatan yang akan kembali kepada diri masing-masing, sekaligus juga berpikir pada kemaslahatan pasangannya.
Penting untuk ditegaskan di sini bahwa prinsip keadilan hakiki meniscayakan untuk mempertimbangkan dampak aktivitas seksual yang bisa jauh berbeda yang dialami perempuan dari yang dialami laki-laki. Alat kelamin laki-laki secara fisik berada di luar dan mengeluarkan cairan sperma yang dampaknya, secara umum, nikmat semua. []