• Login
  • Register
Kamis, 23 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Melangkah Bersama untuk Pembebasan Perempuan: Refleksi Hari Perempuan Internasional 2023

KUPI mengambil peran khidmah dalam melakukan transformasi sosial yang perempuan alami. Antara lain, melalui Musyawarah Keagamaan

Nurul Bahrul Ulum Nurul Bahrul Ulum
09/03/2023
in Publik, Rekomendasi
0
Hari Perempuan Internasional

Hari Perempuan Internasional

765
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hari Perempuan Internasional selalu mengingatkan kita tentang pentingnya memperjuangkan hak-hak perempuan di tengah  kondisi masyarakat yang masih belum sepenuhnya merekognisi dan mengafirmasi eksistensi perempuan. Namun, perlu kita ingat bahwa problem perempuan dalam sejarah Islam tidak terjadi hanya dalam satu malam atau satu tahun, tetapi sudah terjadi sejak lama sebelum Islam datang.

Sejarah mencatat bagaimana perempuan dipandang lebih rendah daripada laki-laki, bahkan tidak dianggap sebagai manusia yang punya ruh. Hal ini terbaca dalam konferensi Kristen di Perancis Tahun 286 M yang membahas apakah perempuan adalah manusia yang punya ruh atau tidak.

Bagaimana mungkin ada manusia yang tidak memiliki ruh?

Namun, hasilnya mereka sepakati bahwa perempuan punya ruh, tetapi tidak setara dengan ruh laki-laki. Karena perempuan tercipta untuk melayani keinginan/birahi laki-laki. Begitu pun kondisi perempuan di Arab sebelum Islam datang. Mereka mengawinkan perempuan sebelum menstruasi dan dicerai, menjadi simbol kehinaan, dikawin dengan dijadikan jaminan hutang, alat pemuas seksual laki-laki, bahkan menanggung anak sendirian karena tidak diakui ayahnya.

Namun, Islam datang dengan misi yang jelas dan tegas dalam pembebasan perempuan. Al-Qur’an menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki adalah setara dan bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa, tidak membedakan jenis kelamin (QS. al-Hujurat, 49/13).

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?
  • Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan
  • Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan
    • Perempuan dalam Pandangan Islam
    • Data Catahu Komnas Perempuan
    • Khidmah KUPI
    • Metodologi Fatwa KUPI
    • Keadilan Gender di Indonesia
    • Tantangan

Baca Juga:

Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?

Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan

Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

Perempuan dalam Pandangan Islam

Dalam ajaran Islam, perempuan dan laki-laki sama-sama menjadi pemimpin atas makhluk lain (QS. al-Ahzab 33/72) dan sama-sama menjadi hamba Allah (adz-Dzariyat/51:56). Islam mengajarkan bahwa perempuan dan laki-laki independen dan akan kembali kepada Allah sendiri-sendiri secara otonom (QS. al-An’am/6:94).

Dalam konteks sosial, Islam memberikan perlindungan dan membebaskan perempuan dari perlakuan diskriminatif dan kekerasan. Sebelumnya, bayi perempuan dikubur hidup-hidup, namun setelah Islam datang hal ini dilarang dan dianggap sebagai kejahatan. Ayah tidak lagi bisa mengabaikan anaknya dan harus mengaitkan anak dengan nasab orang tuanya.

Perempuan juga tidak lagi dikawinkan sebelum menstruasi, tapi harus sudah baligh dan atas persetujuan perempuan. Islam juga menegaskan bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam warisan, bisa mewarisi dan mewariskan. Yang paling penting lagi, Islam melarang tindakan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.

Meskipun Islam sudah merespons problem perempuan secara serius, namun dalam 15 abad perjuangannya, problem tersebut tidak sepenuhnya sirna. Problem ini masih terus menggelayut dalam kehidupan umat manusia. Data WHO menunjukkan bahwa setidaknya 1 dari 3 perempuan di seluruh dunia pernah mengalami kekerasan selama hidup mereka, mulai dari perdagangan manusia, kekerasan dalam rumah tangga, perkawinan anak, hingga kekerasan seksual.

Data Catahu Komnas Perempuan

Di Indonesia, Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan tahun 2022 mencatat terdapat 4.660 kasus kekerasan seksual. Bahkan di lingkungan pendidikan keagamaan Islam, terdapat banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi dari tahun ke tahun.

Sebagai contoh, antara tahun 2009 hingga 2012 di daerah Jawa Tengah tercatat ada 85 anak menjadi korban sodomi, perkosaan, kawin paksa, dan pelecehan seksual di  pendidikan agama Islam. Kasus serupa juga terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Pada tahun 2015, LBH Jakarta mengungkapkan kasus perkosaan seorang ustaz kepada 7 santriwatinya yang masih di bawah umur dengan modus ‘minta dipijat’.

Pada tahun 2018, media sosial gempar dengan pemberitaan perilaku pencabulan terhadap 6 santriwati di pondok pesantren Lampung Timur. Selain itu, pada tahun 2019, 15 anak-anak santri berusia 13-14 tahun mengalami trauma akibat pencabulan oleh guru di pesantrennya di Kota Lhokseumawe.

Pada tahun 2020, terjadi kasus perkosaan beberapa santriwati Pesantren Majmaal Bahrain Shiddiqiyyah Jombang oleh MSAT yang merupakan putra dari pimpinan pesantren. Bahkan tahun ini 2023, media heboh dengan berita tentang pimpinan pesantren asal Jember. Di mana sang istri yang melaporkan perilaku suaminya, karena diduga mencabuli santri.

Meski begitu, terdapat banyak prestasi yang patut kita catat. Di antaranya, sejumlah negara Islam telah memiliki regulasi yang mengharamkan poligami atau poligami dipandang sebagai tindak pidana yang pelakunya harus dihukum.

Khidmah KUPI

Indonesia sejak Reformasi memiliki Kementerian  Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komnas Perempuan. Kemudian sejak 2017, juga telah memiliki ruang perjumpaan ulama perempuan Indonesia yang terorganisir, yaitu Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI).

KUPI mengambil peran khidmah dalam melakukan transformasi sosial yang perempuan alami. Antara lain, melalui Musyawarah Keagamaan. Misalnya, dalam Hasil Musyawarah Keagamaan KUPI ke-2 di Jepara membahas lima isu utama.

Pertama, peminggiran perempuan  dalam menjaga NKRI dari bahaya kekerasan atas nama agama.

Kedua, pengelolaan sampah untuk keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan perempuan.

Ketiga, perlindungan perempuan dari bahaya pemaksaan perkawinan.

Keempat, perlindungan jiwa perempuan dari bahaya kehamilan akibat pemerkosaan.

Kelima, perlindungan perempuan dari bahaya pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan tanpa alasan medis.

Metodologi Fatwa KUPI

Hasil Musyawarah Keagamaan ini kita refleksikan salah satunya dengan perspektif keadilan gender Islam. Atau biasa kita sebut dengan keadilan hakiki. Prinisip dasar dalam keadilan hakiki bagi perempuan terdiri dari lima aspek.

Pertama, memandang proses turunnya al-Qur’an secara berangsur dan bertahap (tadrij) sebagai hidayah (petunjuk) tentang pentingnya dialog antara nash agama dengan realitas kehidupan.

Kedua, mempertimbangkan pengalaman nyata perempuan sekaligus sebagai individu, umat Islam, warga negara Indonesia, dan warga dunia dalam memahami nash agama dan realitas kehidupan.

Ketiga, menempatkan nilai-nilai keislaman secara tidak terlepas dari nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan. Ajaran Islam tidak diperbolehkan menjadi justifikasi atas tindakan tidak manusiawi dan perpecahan bangsa.

Keempat, memperhatikan perlunya membangun secara sekaligus kesalehan individual dan struktural.

Kelima, memastikan metode apa pun yang digunakan dalam memahami nash agama dan realitas kehidupan mesti memperhatikan kondisi khas perempuan. Baik secara biologis maupun sosial yang berbeda dari laki-laki.

Keadilan Gender di Indonesia

Lebih dari itu, studi keadilan gender juga telah menjadi Pusat Studi di hampir semua perguruan tinggi. Indonesia juga telah meningkatkan usia minimal menikah menjadi 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan. Yakni melalui UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

UU ini diterbitkan sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan perkawinan anak. Selain itu juga memastikan bahwa anak-anak di bawah usia 19 tahun tidak kita nikahkan. Baik secara sukarela apalagi dengan paksa.

Indonesia juga telah menerbitkan undang-undang dan peraturan untuk memerangi kekerasan seksual. Pelarangan kekerasan seksual di satuan pendidikan  telah diatur dengan tegas dalam Peraturan Menteri Dikbudristek dan Peraturan Menteri Agama.

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Peraturan-peraturan Menteri ini memberikan pengertian yang jelas tentang kekerasan seksual. Di mana ada aturan tentang pemberian sanksi yang tegas bagi pelaku kekerasan seksual, dan melindungi korban dari stigmatisasi atau diskriminasi.

Semua ini menunjukkan kemajuan dalam upaya pemerintah Indonesia untuk memerangi kekerasan seksual. Khususnya dalam lingkup pendidikan dan kehidupan masyarakat secara umum.

Tantangan

Namun, masih ada tantangan besar yang perlu kita atasi. Di antaranya adalah meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pencegahan kekerasan seksual. Lalu meningkatkan perlindungan bagi korban, dan menjamin penegakan hukum yang adil dan tegas bagi para pelaku kekerasan seksual.

Tantangan-tantangan ini perlu kita atasi dalam mewujudkan kesetaraan gender, dan perjuangan ini tidak akan berhenti karena generasi akan terus berganti.

Dalam Hari Perempuan Internasional 2023 ini, kita perlu merenungkan kembali perjuangan perempuan dalam memperjuangkan hak-hak mereka. Terutama dalam menghadapi problem kekerasan seksual yang masih sering terjadi. Kita juga perlu mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menjadi Undang-undang.

Dengan mengambil langkah konkret ini, kita dapat bersama-sama menciptakan dunia yang lebih adil dan setara bagi semua perempuan. []

*Artikel ini bagian dari program “Alternative Narrative” yang diinsiasi oleh Podcastren dan didukung oleh Indika Foundation

Tags: GenderHak PerempuanHari Perempuan InternasionalIWD 2023keadilanKesetaraanKupi
Nurul Bahrul Ulum

Nurul Bahrul Ulum

Content Creator mubadalah.id, Founder Cherbond Feminist

Terkait Posts

Perayaan Nyepi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

22 Maret 2023
Peminggiran Peran Perempuan

Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

21 Maret 2023
Travel Haji dan Umroh

Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

20 Maret 2023
Perempuan Harus Berpolitik

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

19 Maret 2023
Pembahasan Childfree

Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini

18 Maret 2023
Pembuktian Perempuan

Cerita tentang Raisa; Mimpi, Ambisi, dan Pembuktian Perempuan

18 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perayaan Nyepi

    Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist