• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Menghentikan Womansblaming dalam Isu Perselingkuhan

Perempuan menjadi pihak yang bersalah atas perselingkuhan yang terjadi, tanpa mempertimbangkan perilaku pihak laki-laki

finaqurrota_ finaqurrota_
10/01/2024
in Keluarga, Rekomendasi
0
Womansblaming

Womansblaming

866
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Narasi pada isu perselingkuhan yang akhir-akhir ini berhembus cenderung bernada womansblaming/blame the woman. Perempuan menjadi pihak yang bersalah atas perselingkuhan yang terjadi tanpa mempertimbangkan perilaku pihak laki-laki.

Padahal kita sama-sama tau bahwa perselingkuhan tidak akan terjadi jika salah satunya menolak.  Masyarakat kita sepertinya tidak benar-benar paham frasa berbahasa inggris “it takes two to tango.”

Dampak dari womansblaming tidak hanya akan merugikan perempuan pelaku selingkuh, namun juga bisa merembet pada perempuan yang tidak berselingkuh/korban dari perselingkuhan tersebut. Tenang saja, artikel ini tak hendak membela perempuan yang berselingkuh. Tapi mari kita lihat lebih dalam kenapa normalisasi perilaku semacam ini harus berhenti.

Apa Itu Womansblaming ?

Pernah mendengar bahwa perempuan adalah sumber fitnah? atau pernah melihat tafsiran surah Yusuf ayat 28-29 menjadi pembenaran bahwa godaan perempuan itu dahsyat dan semua perempuan berpotensi menjadi penggoda?  Ayat-ayat di atas seringkali menjadi dalil untuk melakukan womansblaming. Bahkan jika laki-laki juga terlibat dalam kesalahan tersebut, perempuan menerima jatah salah yang lebih banyak.

Dalam bahasa Inggris, womansblaming berarti menyalahkan perempuan. Lebih lanjut, womansblaming adalah sebuah sindrom yang selalu menempatkan perempuan sebagai pihak yang bersalah. Pelabelan negatif ini menjadikan kesalahan kecil perempuan dianggap sebagai kesalahan yang sangat besar. Sebaliknya, lelaki mendapat keuntungan karena kesalahan besarnya berpotensi “dimaafkan” oleh masyarakat.

Baca Juga:

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Dampak Fatal Womansblaming dalam Isu Perselingkuhan

Sebagian dari kita mungkin secara tidak sadar terkadang setuju atau ikut mengolok-olok perempuan pelaku perselingkuhan, kita merasa pantas kalau perempuan itu mendapat hujatan. Hal ini bisa jadi merupakan bentuk penolakan kita terhadap perbuatan tidak pantas tersebut.

Namun tidak jarang, overexposure pada pelaku perselingkuhan dengan gender perempuan tidak sepadan dengan exposure pada pelaku perselingkuhan laki-laki. Padahal keduanya sama bersalahnya bukan? It takes two to tango, perselingkuhan terjadi karena dua orang yang sama-sama mau.

Persetan siapa yang memulai, kebanyakan respons masyarakat selalu menyalahkan perempuan sebagai pihak yang memulai/”kurang belaian”. Oke lah kalau memang hal ini terasa normal dengan alasan perempuan tersebut juga “mau”, namun bagaimana jika mengkambinghitamkan ini juga merembet kepada perempuan korban perselingkuhan?

Kita dapat dengan mudah menemukannya pada isu perselingkuhan yang akhir-akhir ini berhembus, sebut saja yang menimpa tiktoker Ira Nandha. Atas perselingkuhan suaminya, Ira juga ikut mendapat “penilaian” netizen.

Komentar-komentar seperti “Ira kurang sabar terhadap suaminya” atau “Ira tidak sekalem selingkuhan suaminya” sangat mudah kita temui. Parahnya lagi, bermunculan konten cherry picking yang mengatakan bahwa Ira kekurangan sifat feminim, dan jadi penyebab suaminya berselingkuh.

Saya rasa dampak-dampak di atas sudah terlalu kelewatan. Karena pada akhirnya ada pihak yang diuntungkan dan ditindas. Suami yang berselingkuh, egonya “dimaafkan” dan istri yang menjadi korban perselingkuhan “mendapat hujatan” yang tidak seharusnya. Ranah-ranah privasi menjadi tidak begitu penting karena semuanya terekspos demi memberi makan ego netizen yang menyukai womansblaming.

Perintah Menjaga Diri untuk Semua Gender, Tidak Hanya Perempuan

Lalu bagaimana jadinya jika Al-Quran sendiri juga mengatakan demikian, seperti dalam surah Yusuf, bahwa perempuan memang penggoda?

Perlu kita ketahui bahwasanya surah dalam Al-Quran tidak semuanya bisa dimaknai secara langsung dan serampangan/Cherry picking, sekadar cocoklogi untuk mencari pembenaran atas ketidakmampuan kita menyikapi suatu keadaan.

Jika hanya berkaca pada ayat tersebut, sudah barang tentu kita beranggapan bahwa perempuan adalah makhluk negatif. Padahal berkali-kali pula Al-Quran menegaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Perintah untuk menjaga diri tidak hanya berlaku bagi perempuan, namun juga laki-laki.

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ

Potongan ayat ini merupakan bagian dari Surah An-Nur ayat 30. Penggunaan dhamir mudzakkar, menurut makna mubadalah berarti berlaku untuk seluruh gender tanpa terkecuali. Praktis di sini baik laki-laki dan perempuan mendapat kewajiban untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluannya. Jika mengikuti pola pengarusutamaan laki-laki, ayat ini justru lebih menitikberatkan pada laki-laki bukan?

Kurangnya literasi agama yang mengisahkan perselingkuhan dari sudut pandang perempuan juga menjadi pembenaran bahwa biang kerok perselingkuhan adalah perempuan.

Dalam artikel milik Mas Sholeh Shofier tentang Respons Al-Quran Terkait Perselingkuhan dalam Rumah Tangga, menampilkan hasil serupa yang saya temui di mesin pencarian google. Kisah yang ada adalah sahabat Nabi yang menjadi korban perselingkuhan istrinya. Tetapi kembali lagi karena perselingkuhan terjadi antara dua orang merdeka yang berkesempatan setara untuk bertindak, maka jelas bukanlah kesalahan satu pihak saja. []

Tags: KDRTKekerasan Berbasis GenderperceraianperkawinanselingkuhWomansblaming
finaqurrota_

finaqurrota_

Penyuka Kucing. Bisa ditemui di Instagram @finaqurrota_

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID