• Login
  • Register
Jumat, 13 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan dan Misteri Pernikahan

Berdasarkan Kebiasaan Masyarakat Desa

Rofi Indar Parawansah Rofi Indar Parawansah
12/09/2020
in Keluarga, Personal
0
312
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Salah satu hal yang menjadi life crisis pada perempuan adalah pernikahan. Setiap perempuan punya pengalaman, pandangan, dan impian yang berbeda akan pernikahan. Dan hingga hari ini, pernikahan masih menjadi misteri masa depan, yang tak terungkap sebelum benar-benar menjalaninya dalam kehidupan nyata.

Yang menjadi permasalahan adalah ; saat perempuan seringkali disudutkan untuk segera melangsungkan pernikahan. Tepatnya pada saat usia kepala dua, perempuan akan mulai ditanya-tanya masalah pernikahan oleh orang di sekitar. Ini merupakan kebiasaan di desa, entah bagaimana dengan di kota.

Setinggi apapun pendidikan seorang perempuan tidak akan terlihat, jika belum berumah tangga. Seolah apa yang ia pelajari tak ada arti saat ia belum menjadi seorang istri. Semapan apapun perempuan tetap akan menjadi cemoohan saat dia tidak berada dalam ikatan pernikahan. Seolah pencapaian yang ia lakukan hanyalah untuk membentuk rasa segan bagi pria yang akan mendekatinya.

Dan semaksimal apapun peran dan kontribusinya sebagai Perempuan tidak akan begitu dilihat saat ia tidak memiliki suami sebagai tumpuan hidupnya. Seolah apa yang ia lakukan hanyalah angan-angan untuk menutupi kegagalannya dalam membina pernikahan.

Dan, saat masyarakat menemukan seorang anak perempuan, putus pendidikan, menjadi pengangguran maka saran yang mereka berikan adalah Pernikahan. Seolah-olah menikah adalah jalan keluar permasalahan. Karena dengan menikah, diharapkan perempuan akan mendapat nafkah dari pria yang dinikahi. Tak lagi harus dipusingkan dengan status pengangguran.

Baca Juga:

Kelompok Waifuna: Perempuan-perempuan Penjaga Laut Raja Ampat, Papua Barat

Benarkah Ruang Domestik Menjadi Ruang Khusus Bagi Perempuan?

Perempuan yang Terlupakan di Balik Ritual Agung Haji

Siti Hajar dan Kritik atas Sejarah yang Meminggirkan Perempuan

Padahal faktanya, Angka perceraian masih tinggi pada pernikahan usia muda. Banyak perempuan yang menjadi korban kekerasaan, namun tetap memilih bungkam karena kurangnya pengetahuan. Saat memilih bercerai, perempuan tetap menjadi korban yang menjadi cemoohan sebab dianggap sebagai aib akibat kegagalannya dalam membina rumah tangga.

Menikah bukan hanya perkara cinta. Ada banyak pertimbangan yang harus dipikirkan sebagai perempuan sebelum ia memutuskan untuk menikah.

Siapkah kalian berkomitmen dengan orang yang sama sepanjang usia?

Siapkah kalian memberikan bakti dan hormatnya pada suami yang akan menemani hingga nanti?

Siapkah kalian merelakan sebagian kebebasannya untuk mendampingi suami hingga akhir hayat?

Itu hanya sebagian kesiapan yang dipertanyakan. Saat telah memiliki anak dan menjalin rumah tangga, akan ada banyak pertanyaan mengenai kesiapannya sebagai perempuan. Menikah tidak akan pernah ada kata Siap. Adalah sanggahan yang biasa masyarakat sampaikan. Jalani saja dulu. Dan menjalani tanpa persiapan adalah kesalahan. Karena apa?

Pernikahan bukan untuk bahan percobaan. Bukan untuk memenuhi rasa penasaran akan nikmat dunia yang menjadi penyempurna agama. Bukan sebagai ajang permainan yang saat kamu merasa lelah bisa selesai begitu saja. Pernikahan terlalu complicated saat kamu menjalaninya hanya dengan modal cinta dan menjalani begitu saja. Tanpa bekal yang cukup, kamu hanya makan hati, merasa lelah dan bisa jadi menyusahkan orang di sekitar kalian.

Lantas bekal seperti apa yang dibutuhkan oleh perempuan?

Salah satunya adalah pendidikan. Perempuan harus berpendidikan supaya bisa berpikir secara rasional. Bukan hanya menggunakan perasaannya saja. Namun, kerap kali perempuan sulit mengakses pendidikan hanya karena pemikiran patriarki yang menyatakan bahwa tugas perempuan hanyalah sumur, kasur dan dapur. Nyatanya? Tanpa bekal pendidikan, perempuan bisa menjadi korban sebab tidak adanya pegetahuan.

Yang kedua, Perempuan harus menyelesaikan mobilitasnya sebagai lajang. Di sini, bukan hanya masalah menikmati masa lajang dengan bersenang-senang. Tapi menuntaskan rasa penasarannya akan pencarian jati diri yang sebenarnya. Dengan cara mengoptimalkan sumber daya yang ia punya, mengaktualisasi diri dengan hal hal yang ia kuasai dan gemari. Biarkan perempuan tumbuh dan berkembang. Beri ia kesempatan untuk memainkan perannya sebagai perempuan dengan tidak merongrongnya dengan pernikahan. Karena pernikahan bukanlah solusi bagi perempuan, melainkan salah satu resolusi saat ia menemukan kesiapan untuk melanjutkan hidup melangkah ke masa depan. []

 

Tags: kekerasanperceraianperempuanpernikahan
Rofi Indar Parawansah

Rofi Indar Parawansah

Perempuan belajar menulis

Terkait Posts

Perempuan Berolahraga

Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

13 Juni 2025
Humor

Humor yang Tak Lagi Layak Ditertawakan: Refleksi atas Martabat dan Ruang

13 Juni 2025
Menyulam Spiritualitas

Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

12 Juni 2025
Kekerasan Finansial

Kisah Nyata Kekerasan Finansial dan Pentingnya Perjanjian Pranikah

11 Juni 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah Tokoh Perempuan (Part 3)

11 Juni 2025
Dad's Who Do Diapers

Dad’s Who Do Diapers: Ayah Juga Bisa Ganti Popok, Apa yang Membuat Mereka Mau Terlibat?

10 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Difabel

    Senyum dari Jok Motor : Interaksi Difabel Dengan Dunia Kerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Ketauhidan dalam Relasi Suami Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Utama Rumah Tangga Menurut Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Humor yang Tak Lagi Layak Ditertawakan: Refleksi atas Martabat dan Ruang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Senyum dari Jok Motor : Interaksi Difabel Dengan Dunia Kerja
  • Tujuan Utama Rumah Tangga Menurut Al-Qur’an
  • Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga
  • Prinsip Ketauhidan dalam Relasi Suami Istri
  • Menyemarakkan Ajaran Ekoteologi ala Prof KH Nasaruddin Umar

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID