• Login
  • Register
Rabu, 1 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Tokoh Profil

Raden Dewi Sartika, Pejuang Pendidikan bagi Kaum Perempuan

Pendidikan yang sejajar antara perempuan dan laki-laki telah terealisasikan sebagaimana keinginan para pejuang pendidikan di Indonesia, salah satunya Raden Dewi Sartika

Iftita Iftita
20/08/2021
in Profil, Tokoh
0
Raden Dewi Sartika

Raden Dewi Sartika

295
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bulan agustus menjadi bulan yang sakral di Indonesia, bertepatan dengan merdekanya Indonesia yang ditandai dengan bebas dari penjajahan. Ini mengingatkanku pada pahlawan yang punya kontribusi besar untuk Indonesia, Raden Dewi Sartika. Ada yang menarik dari pahlawan pendidikan bernama Raden Dewi Sartika, ia memperjuangkan pendidikan untuk perempuan Indonesia dengan mengimplementasikan gagasannya dengan membentuk sebuah sekolah yang sampai hari ini masih ada.

Pendidikan di Indonesia pada zaman kompeni mengutamakan anak-anak Belanda, karena sesuai keperluannya yakni mencetak tenaga kerja untuk kepentingan Belanda. Sedangkan pribumi tidak diperkenankan untuk memperoleh pendidikan, termasuk untuk perempuan. Pendidikan untuk Perempuan waktu itu diasumsikan sebagai kesia-siaan. Sebab, pada akhirnya perempuan hanya akan menjadi ibu rumah tangga yang hanya bertugas melayani suami. Ini klasik tapi inilah penyakit yang ada di sebagian masyarakat sampai hari ini.

Raden Dewi Sartika adalah  salah satu dari perempuan yang memperjuangkan Pendidikan di Indonesia, terkhusus untuk perempuan. Selain isu pendidikan, Dewi Sartika memperjuangkan kesetaraan upah untuk perempuan dan masalah poligami.  Ia mengkritik upah perempuan lebih sedikit daripada laki-laki yang dilatar belakangi oleh politik ekonomi waktu dulu.

Riwayat Singkat Raden Dewi Sartika

Lahir pada tanggal 4 Desember 1884 di Bandung. Lahir dari pasangan Raden Rangga Somanagara dan Raden Ayu Rajapernas. Mempunyai silsilah keluarga yang baik dan terpandang. Mempunyai keturunan keluarga Dalem Timbanganten yang menjadi pendiri Kabupaten Bandung. Ibu dari Raden Dewi Sartika merupakan salah seorang putri dari Raden Arya Rajapernas salah seorang putri yang pernah menjabat sebagai bupati di Bandung.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup
  • Pernikahan Tanpa Wali dan Saksi ala Kyai FM Jember dalam Perspektif Mubadalah
  • Mengulik Sejarah Hari Gizi Nasional dan Masalah Stunting di Indonesia
  • Laksamana Malahayati : Ketika Cita-Cita Anak Perempuan Mendapat Dukungan

Baca Juga:

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

Pernikahan Tanpa Wali dan Saksi ala Kyai FM Jember dalam Perspektif Mubadalah

Mengulik Sejarah Hari Gizi Nasional dan Masalah Stunting di Indonesia

Laksamana Malahayati : Ketika Cita-Cita Anak Perempuan Mendapat Dukungan

Lahir di keluarga bangsawan tidak membuat Dewi Sartika menjadi manusia yang selalu beruntung. Tidak seperti keluarga bangsawan yang selalu dapat menikmati privilege, Dewi Sartika hanya mampu mengeyam pendidikan sampai pada kelas tiga karena insiden ayahnya diasingkan ke Ternate karena dituduh melakukan pemberontakan kepada Bupati.

Sebelum putus sekolah, Raden Dewi Sartika pernah menempuh pendidikan di sekolah hindia Belanda. Ia mengajarkan kepada anak-anak sebayanya tentang pengetahuan yang dimiliki dari tempat sekolahnya. Raden Dewi Sartika bertekad mendidik anak-anak perempuan agar kelak mampu menjadi wanita yang pintar.

Perjuangan yang didasari atas keinginan menjunjung tinggi kaum Perempuan agar bisa merdeka secara pendidikan, karena dengan pendidikan maka perempuan bisa memiliki keterampilan bertahan hidup, tanpa harus bergantung kepada laki-laki. Meskipun begitu sampai hari ini masih banyak perempuan yang tidak bisa meneruskan pendidikan, bukan karena tidak mampu, tetapi karena konstruksi masyarakat lah yang mengasumsikan bahwa menjadi perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi-tinggi.

Implementasi Perjuangan Pendidikan pada Perempuan

Mengutip Jackqueline Chabaud dalam buku Mendidik dan Memajukan wanita, Perempuan adalah sama seperti laki-laki; ia patut mengembangkan kemampuan untuk menjalani hidup yang hendak ditempuh serta melaksanakan kegiatan dan memegang segala tanggung jawab yang akan membentuk kemuliaan manusia.

Dilatar belakangi oleh keprihatinan pada lingkungan yang sangat prihatin dan ketidak berdayaan ibunya sebagai seorang perempuan. Ia merasakan ketika ayahnya meninggal dan seluruh harta diambil oleh pemerintah. Ibu Raden Dewi Sartika tidak mampu membiayai kehidupan sehari-hari karena tak berpenghasilan. Raden Dewi Sartika merefleksikan tentang yang terjadi  itu,dikarenakan sang ibu nya tidak mendapat pendidikan dan pengajaran untuk bertahan hidup. Dalam pikirannya, sudah tentu banyak yang mengalami kepahitan seperti ibunya, lebih-lebih masyarakat kecil.

Sebagai perempuan, kita dituntut mandiri dan tak menggantungkan apapun terhadap para manusia yang lain. Memang sebagai makhluk sosial kita tidak bisa hidup tanpa manusia lain, pada akhirnya juga kita akan meminta tolong orang lain, karena diri kita ini manusia yang terbatas. Tapi sebagai perempuan kita berhak bisa berdiri di kaki sendiri karena di dunia ini satu-satunya yang bisa diandalkan adalah diri kita.

Salah satu perjuangan yang dilakukan untuk pendidikan perempuan adalah membuat Sakola Istri, tempat sekolah pertama yang dibangun atas dasar keinginan yang kuat dari seorang Raden Dewi Satrika. Adapun pelajaran yang dilakukan yakni membaca, menulis ditambah dengan keterampilan yang dimiliki perempuan seperti pelajaran memasak, mencuci, menyetrika dan membatik.

Beberapa kali nama sekolah diganti. Setelah Sakola Istri diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri, nama ini diganti dilatarbelakangi karena pengambilan nama perkumpulan bentukan  Residen Priangan yang mendukung pembangunan pendidikan untuk perempuan yang didalamnya beranggotakan para istri dari orang-orang konglomerat. Setelah beberapa tahun kemudian, nama diganti menjadi Sakolah Raden Dewi dan sampai sekarang bernama Sekolah Dewi Kartika.

Cita-cita Raden Dewi Sartika telah terwujud dengan terbangunnya sekolah untuk pendidikan perempuan. Sampai pada hari ini sekolah milik Raden Dewi Sartika masih terbuka untuk anak-anak perempuan maupun  laki-laki. Pendidikan yang sejajar antara perempuan dan laki-laki telah terealisasikan sebagaimana keinginan para pejuang pendidikan di Indonesia, salah satunya yakni Raden Dewi Sartika. []

Tags: IndonesiakemerdekaanPahlawan PerempuanpendidikanPendidikan KeluargaPendidikan PerempuanRaden Dewi Sartika
Iftita

Iftita

Terkait Posts

Imam Ibnu Malik

Mengenal Imam Ibnu Malik: Sang Mahkota Ilmu Nahwu

30 November 2022
Social Justice Day, Vagabond

Stigma Perempuan Tidak Mampu Berpikir Logis, Itu Mitos!

17 Februari 2022
Perempuan Muslim

Maria Geoppert Mayer: Bukti Perempuan Unggul di Dunia Sains

16 Februari 2022
Madura

Mengenal Kepribadian Potre Koneng, Ratu Keraton Sumenep Madura

6 Desember 2021
makna Peringatan Hari Ibu

Ingatlah Kawan! Perjuangan Dewi Sartika Belum Usai

4 Desember 2021
Qira'ah Mubadalah

Belajar Kritis dari Khaled Abou El-Fadl dalam Menanggapi Hadis Misoginis

3 Desember 2021
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • keluarga

    7 Prinsip Dalam Berkeluarga Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melihat Keterlibatan Perempuan dalam Tradisi Nyadran Perdamaian di Temanggung Jawa Tengah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Akhlak Manusia Sebagai Ruh Fikih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pandangan Abu Syuqqah Tentang Isu Kesetaraan Gender
  • Mematri Wasiat Buya Husein Muhammad
  • Kisah Saat Nabi Saw Apresiasi Kepada Para Perempuan Pekerja
  • Pertemuan Mitologi, Ekologi, dan Phallotechnology dalam Film Troll
  • Kisah Saat Nabi Saw Tertawa Karena Mendengar Cerita Kentut dari Salma

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist