Senin, 3 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Nifas

    Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan

    Usia 20-an

    It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    Haidh

    Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan

    Haidh

    Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    Ekonomi Biru

    Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    Aksesibilitas Fasilitas Umum

    Aksesibilitas Fasilitas Umum Bukan Hanya Proyek Seremonial!

    Perempuan KUPI yang

    KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

    Mandat KUPI

    Membaca Mandat KUPI dalam Kerangka Rahmatan lil ‘Alamin

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Nifas

    Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan

    Usia 20-an

    It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an

    Haidh

    Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan

    Haidh

    Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    Ekonomi Biru

    Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    Aksesibilitas Fasilitas Umum

    Aksesibilitas Fasilitas Umum Bukan Hanya Proyek Seremonial!

    Perempuan KUPI yang

    KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

    Mandat KUPI

    Membaca Mandat KUPI dalam Kerangka Rahmatan lil ‘Alamin

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Eling lan Waspada, Sebuah Nilai tentang Filosofi Jawa

Rangga Warsita menghubungkan jaman edan dengan melemahnya penggunaan atau hilangnya peran akal budi (ewuh aya ing pambudi) dalam penguasaan -sumber daya materi.

Listia Listia
9 Juli 2022
in Hikmah
0
Eling lan Waspada

Eling lan Waspada

744
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ungkapan ‘eling lan waspada’ (sadar dan waspada) bagi orang Jawa umumnya sudah menjadi kearifan yang disebarkan secara lisan pada pada banyak generasi. Kesadaran dalam budaya timur, tidak hanya di Jawa, biasa diyakini sebagai hal yang sangat penting dalam aktualisasi diri seseorang, dalam memaknai eksistensi diri, yakni diri yang bermanfaat dalam hidup.

Mendengar atau membaca ungkapan, ini umumnya orang Jawa akan teringat pada seorang tokoh pujangga dan konteks hidupnya yang membuat ungkapan ini bermakna tidak hanya pada masa dituliskan. Dalam serat kalatida, pujangga Kasunanan Surakarta Rangga Warsita yang saat muda bernama Bagoes Burhan (1802-1873) menulis: Amenangi jaman edan, awuh aya ing pambudi. Melu edan nora tahan yen tan melu anglakoni, soya kaduman melik, kaliren wekasanipun. O ilallah, kersa Allah, begja-begjane kang lali, luwih begja kang eling lan waspada.

Saya mencoba terjemahkan dalam bahas Indonesia sebagai berikut;

Mengalami jaman edan, sangat sulit untuk menegakkan akal budi. Ikut edan tidak tahan, tapi bila tidak ikut, hilang kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan materi, bisa berakhir dengan kemiskinan, terpinggir. Kembali pada Allah, seberuntung-beruntungnya mereka yang lupa diri, lebih beruntung mereka yang senantiasa sadar  dan waspada.

Tidak mudah bagi saya menemukan padanan kata ‘edan’ di sini. Yang jelas, istilah ‘edan’ ini menyatu sebagai idiom dengan kata ‘jaman’; jaman edan, mengandung pengertian kondisi umum yang berbeda maknanya bila menyebut ‘edan’ untuk pribadi.  Karena tentang kondisi umum ini, ke-edan-an di sini berbeda dengan istilah ‘kegilaan’ nya Foucoult, sebagai  narasi peminggiran pada ekspresi pilihan individual yang dianggap nyeleneh karena berbeda dari perilaku yang dianggap normal dari tatanan sosial yang ada. Edannya pribadi belum tentu berpengaruh pada orang lain. Sementara yang disebut oleh Rangga Warsita adalah jaman edan, kondisi umum, yang sangat  berpengaruh pada kehidupan pribadi-pribadi.

Rangga Warsita menghubungkan jaman edan dengan melemahnya penggunaan atau hilangnya peran akal budi (ewuh aya ing pambudi) dalam penguasaan -sumber daya materi. Hilangnya penggunaan akal budi yang berlasung secara masif ini, membuat umumnya orang tidak berdaya, tak dapat berbuat lain kecuali mengikutinya.

Karena perilaku memburu penguasaan sumber daya materi ini sedemikian masif sehingga orang tidak lagi mempertanyakan, melainkan menganggapnya sebagai kewajaran, tidak lagi peka pada relasi-relasi dalam kehidupan karena terpaku pada penguasaan materi ini.

Sebagian orang menganggap ungkapan ‘jaman edan’ ini mengacu jaman masa ketika Rangga Warsita hidup yang kala itu, di mana keraton tunduk pada pada kekuasaan kolonial Belanda dan diwarnai oleh gaya hidup foya-foya dan penuh intrik.  Sebagaia orang lainnya menganggap ‘jaman edan’ itu suatu masa yang akan datang. Tapi buat saya, jaman edan bisa kapan saja.

Rangga Warsita memberi alat pembacaan, yaitu ketika masyarakat secara masif sudah sulit menegakkan akal budi karena arus besar narasi yang membiasakan penghambaan pada penguasaan materi dengan cara apa pun. Tata krama, nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dan norma sebagai hasil usaha akal budi untuk menjagai tatanan hidup bersama, sudah hanyut oleh arus narasi besar tersebut.

Dalam kondisi umum yang disebut jaman edan ini, meski tindakan mengikuti arus narasi besar sulit dihindari, menurut Sang Pujangga adalah tindakan yang tidak beruntung, karena yang beruntung justru pada hal lain yang tidak terkait langsung dengan penguasaan materi; beruntung adalah ketika seseorang tidak dikuasai oleh keadaan di luarnya, melainkan mempertahankan kondisi mental yang eling lan waspada. Sadar pada tanggung jawab hidup yang disematkan oleh Allah dan mewaspadai kelemahan diri.

Beberapa waktu lalu saya menulis tentang “Korstluiting dan Pengendalian diri”, saya merasa apa yang saya tulis ini masih terkait. Tidak harus langsung tentang tindakan berupa ujaran atau sikap, tetapi sangat mungkin seseorang mengalami kehilangan pengendalian diri dalam cara pikir – yang pada akhirnya berhubungan dengan situasi tidak dapat bersikap lain kecuali mengikuti arus.

Mungkin, dalam konteks saat ini, jaman edan bukan sesuatu yang berwujud perilaku berfoya-foya yang mesum secara rendahan atau murung karena intrik yang kasar, tetapi sesuatu yang halus dan bahkan terkesan elegan. Justru arus narasi besar yang ‘halus’ ini membuat banyak orang kehilangan kediriannya karena masuk dalam arus  yang menjadikannya obyek untuk menyokong pemilik kepentingan pengejar kekuasaan politik, ekonomi, sosial-budaya.

Kampanye gaya hidup konsumtif, bukankah dilakukan dengan halus dan elegan  namun sangat membius? Meski halus dan terkesan ‘elegan’, dampak edan pada perusakan lingkungan hidup maupun kesenjangan sosial saat ini tetap sama atau bahkan lebih merusak. Orang menggunakan akal budi dan berfikir kritis di tengah arus ini –sebagaimana ditulis Rangga Warsita — ‘akan terlindas’ suaranya dianggap suara yang tak menarik dan pilihan sikap kritis akan memposisikannya sebagai yang terpinggirkan secara ekonomi maupun sosial.

Bukankan saat ini jual beli gelar atau jabatan, prilaku konsumtif dan pemujaan pada idola sampai pada tindakan tak masuk akal, pergunjingan yang bertransformasi menjadi beragam upaya framing pada pribadi, kelompok atau institusi dalam media sosial yang memutarbalikkan kebenaran untuk suatu kekuasaan atau orang banyak tidak lagi peka pada perilaku koruptif, banyak yang tidak berdaya untuk memprotesnya?

Situasi ketika akal budi sulit ditegakkan, inilah jaman edan. Rasa  bahasa jawa  dalam kata ‘edan’ ini sebagai penggedor kesadaran publik. Akal budi membutuhkan pemilik yang selalu sadar diri untuk mempertahankan kedaulatannya, yang dengan demikian ada cukup energi untuk mempertahankan pikiran kritis, sikap yang merdeka dan mengedepankan nilai-nilai kebaikan untuk hidup bersama.

Ini kembali menjadi urusan pendidikan, rupanya kematangan seseorang ditandai kemampuan menggapai hal-hal substansial. Sebaliknya ketidakmatangan dalam hal ini umumnya ditandai oleh orientasi, penghambaan yang bersangkutan pada hal-hal yang bersifat instrumental, atau sarana. Apakah dengan demikian untuk konteks saat ini jaman yang edan adalah kondisi sosial yang diwarnai gagal tumbuh kepribadian sehingga yang menjadi orientasi kebanyakan orang adalah hal-hal instrumental, sarana-sarana yang bersifat material.

Apa bila yang menjadi orientasi atau tujuan hidup adalah hal-hal subtansial, kedamaian, cinta, Tuhan, tentu tidak ada perebuatan penguasaan yang menghasilkan peminggiraan, kesenjangan, ketidakadilan dan juga hilangnya perdamaian. []

Tags: Filosofi JawaHikmahKebijaksanaankehidupanRangga Warsita
Listia

Listia

Pegiat pendidikan di Perkumpulan Pendidikan Interreligus (Pappirus)

Terkait Posts

Nyai Badriyah
Aktual

Nyai Badriyah Fayumi: KUPI Tegaskan Semua Manusia Adalah Subjek Kehidupan, Termasuk Disabilitas

25 Oktober 2025
Syafaat Nabi
Hikmah

Lima Syafaat Nabi di Tengah Lesunya Ekonomi

30 September 2025
Nabi Muhammad yang
Hikmah

Kehangatan dan Kesederhanaan Nabi Muhammad Saw dalam Kehidupan Sehari-hari

9 September 2025
Muhammad
Hikmah

Kehidupan Masa Kecil Nabi Muhammad

25 September 2025
Mereset Hidup
Personal

Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

3 September 2025
Gizi bayi
Hikmah

Ketika Kekurangan Gizi pada Ibu Hamil dapat Mengancam Kehidupan Ibu dan Bayi

27 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Haidh

    Membaca Ulang Makna Haidh dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meniti Keadilan di Gelombang Ekonomi Biru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Wangari Muta Maathai: Perempuan Afrika Pertama Peraih Nobel Perdamaian untuk Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Menolak Tafsir yang Menafikan Martabat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Haidh, Nifas, dan Istihadhah: Fitrah Perempuan yang Dimuliakan
  • It’s OK Jika Masih Berantakan di Usia 20-an
  • Haidh Bukan Alasan Mengontrol Tubuh Perempuan
  • Wangari Muta Maathai: Perempuan Afrika Pertama Peraih Nobel Perdamaian untuk Lingkungan
  • Haidh dan Bias Tafsir: Ketika Tubuh Perempuan Dikontrol Agama

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID